(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah – Sabtu, 8 April 2017)
Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya. Tetapi beberapa di antara mereka pergi kepada orang-orang Farisi dan menceritakan kepada mereka, apa yang telah dibuat Yesus itu. Lalu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata, “Apa yang harus kita lakukan? Sebab Orang itu membuat banyak mukjizat. Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita. Tetapi salah seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka, “Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa.” Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai. Mulai hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia.
Karena itu Yesus tidak tampil lagi di depan umum di antara orang-orang Yahudi, tetapi Ia berangkat dari situ ke daerah dekat padang gurun, ke sebuah kota yang bernama Efraim, dan di situ Ia tinggal bersama-sama murid-murid-Nya.
Pada waktu itu hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat dan banyak orang dari negeri itu berangkat ke Yerusalem untuk menyucikan diri sebelum Paskah itu. Mereka mencari Yesus dan sambil berdiri di dalam Bait Allah, mereka berkata seorang kepada yang lain, “Bagaimana pendapatmu? Aka datang jugakah Ia ke pesta?” (Yoh 11:45-56)
Bacaan Pertama: Yeh 37:21-28; Mazmur Tanggapan: Yer 31:10-13
“Sementara itu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi telah memberikan perintah supaya setiap orang yang tahu di mana Dia berada memberitahukannya, agar mereka dapat menangkap Dia” (Yoh 11:57).
Petikan ayat ini tidak termasuk dalam Bacaan Injil hari ini, namun saya akan menggunakannya juga agar pembahasan kita atas niat jahat orang-orang yang menentang Yesus dilatar-belakangi secara lebih lengkap.
Mengapa orang-orang Farisi dan para pemuka Yahudi begitu membenci Yesus sehingga berniat untuk membunuh-Nya? Mukjizat-mukjizat yang dibuat Yesus dan kebenaran-kebenaran yang diajarkan-Nya itu dimaksudkan untuk melembutkan hati orang dan menarik orang untuk lebih dekat lagi pada Allah. Yesus menginginkan agar orang-orang yang dikasihi-Nya itu memahami bahwa Allah telah datang untuk menyelamatkan mereka. Namun demikian, tindakan-tindakan Yesus itu malah semakin memisahkan orang-orang Farisi dan para pemuka agama Yahudi itu dari diri-Nya.
Memang mudahlah bagi kita untuk melihat bahwa orang-orang Farisi dan para pemuka agama Yahudi sebagai manusia-manusia berkepala batu dan memiliki hati keras, akan tetapi baiklah pada saat ini kita melihat hati kita sendiri. Tidak mengherankanlah kalau kita mendapatkan hati kita sebenarnya “lebih dekat” dengan hati kaum Farisi dan konco-konco mereka, meskipun kita samasekali tidak mau menerima kenyataan pahit itu. Orang-orang Farisi sangat religius, suatu hal yang harus kita akui. Mereka mengetahui firman Allah dan merasa yakin sekali bahwa mereka memahami benar cara kerja Allah. Namun demikian, mereka tetap saja menolak Yesus dan tidak mau menerima hal-hal baik yang dilakukan oleh Yesus, malah mereka selalu mencari-cari kesempatan dan celah untuk menjatuhkan-Nya. Bagaimana dengan kita sendiri? Apakah kita percaya bahwa kita mengetahui benar bagaimana Allah bekerja? Bagaimana kita akan bereaksi terhadap cerita-cerita ajaib yang menyangkut mukjizat-mukjizat? Bagaimana kita akan bereaksi manakala kita mendengarkan kesaksian seseorang tentang bagaimana Allah bertindak dalam kehidupannya lewat suatu cara yang tidak biasa? Apakah kita akan mempertimbangkannya sebagai sekadar sesuatu yang berbau takhyul atau langsung mencap orang yang bersaksi itu sebagai seorang fanatik? Barangkali kita merasa tertantang ketika mendengar cerita-cerita seperti itu, tetapi akal-budi kita tetap tidak dapat menerimanya, dst.
Yang perlu kita ketahui adalah, bahwa Allah tidak pernah menyerah. Ia akan tetap mencurahkan rahmat dan kuasa-Nya untuk memimpin kita kepada suatu iman yang lebih mendalam. Ia akan menemui kita di mana Dia mau, dengan penuh kelemah-lembutan dan cintakasih. Ia akan menarik kita kepada-Nya, agar kita mengenal diri-Nya dengan lebih baik. Seandainya Allah kelihatan tidak bertindak sesuai dengan pengetahuan/pengalaman kita, maka kita harus berhati-hati agar kita tidak bereaksi secara negatif. Allah adalah Allah yang Mahasegala, dan kita hanyalah manusia dengan pengetahuan yang sangat-sangat terbatas (meski memiliki gelar S3 dalam teologi sekali pun). Kita tidak pernah boleh memandang rendah dan remeh sesuatu yang mungkin saja memang sungguh merupakan intervensi ilahi dalam sebuah kasus yang dihadapi manusia. Kita juga sekali-kali tidak boleh memandang “miring” terhadap orang yang katanya menerima berkat Allah itu (mis. disembuhkan dari penyakit berat secara ajaib dst.), lalu dengan mudahnya kita berkomentar: “Ah dasar orang Karismatik, fanatik, titik!” Bukankah sikap seperti itu tidak lebih baik dari sikap yang ditunjukkan kaum Farisi dan para pemuka agama Yahudi pada zaman Yesus hidup di muka bumi?
Tentu saja dalam hal seperti ini sangat perlulah untuk melakukan upaya membeda-bedakan roh atau katakanlah melakukan discernment (discretio), tetapi yang penting sekali juga di sini adalah bagi kita untuk membuka diri terhadap kemungkinan bahwa Allah sedang melakukan sesuatu yang berbeda, yang mungkin saja dimaksudkan untuk menolong kita mengalami kasih-Nya juga. Marilah kita mohon kepada Roh Kudus agar membimbing kita selalu. Baiklah kita dengan rendah hati bersiap untuk menerima rahmat Allah, meskipun datang dalam bentuk yang tidak seperti kita harap-harapkan.
DOA: Tuhan Yesus, aku ingin sungguh-sungguh terbuka terhadap sentuhan kasih-Mu. Tolonglah aku untuk percaya bahwa apa saja yang Dikau lakukan terhadapku adalah karena Dikau mengasihiku. Tolonglah aku agar tidak merasa takut terhadap pekerjaan-Mu yang dapat Dikau lakukan dengan berbagai cara yang terkadang tidak dapat diterima oleh akal-budiku. Tuhan Yesus, aku mengasihi Dikau dengan sepenuh hatiku. Terpujilah nama-Mu selama-lamanya. Amin.
Sumber :
Tiada ulasan:
Catat Ulasan