(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah – Senin, 3 April 2017)
Lalu mereka pulang ke rumah masing-masing, tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun. Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka. Lalu ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berzinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus, “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika dia sedang berzinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian dengan batu. Bagaimana pendapat-Mu tentang hal itu?” Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka, “Siapa saja di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Lalu Ia membungkuk lagi dan menulis di tanah. Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya, “Hai perempuan, di manakah mereka?” Tidak adakah seorang pun yang menghukum engkau?” Jawabnya, “Tidak ada, Tuan.” Lalu kata Yesus, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan mulai sekarang, jangan berbuat dosa lagi.” (Yoh 8:1-11)
Bacaan Pertama: Dan 13:1-9,15-17,19-30,33-62 atau Dan 13:41c-62; Mazmur Tanggapan: Mzm 23:1-6
Pernahkah anda tertangkap basah ketika melakukan perbuatan yang salah? Misalnya pada waktu sekolah dulu, anda tertangkap basah oleh Pak Guru ketika “menyontek” pada waktu ulangan? Masih ingatkah anda bagaimana perasaanmu pada waktu itu? Ya, begitulah kiranya yang dirasakan oleh perempuan itu: rasa bersalah, rasa malu dan takut akan segala konsekuensi dari kejahatan yang telah diperbuatnya. Malah dia dibawa kepada Yesus, sang Rabbi terkenal namun kontroversial itu. Perempuan itu dicap secara publik sebagai seorang pezinah, dan dia diseret ke hadapan sang Rabbi guna menjebak-Nya. (Kita dapat berkata dalam hati kita: “Dasar ahli Taurat dan orang Farisi! Selalu saja berniat buruk”). Peristiwa seperti ini terjadi sampai hari ini dalam masyarakat di mana perempuan masih dinomor-duakan, misalnya di beberapa tempat di Afrika. Hanya ada perempuan yang berzinah, tidak pernah ada lelaki yang berzinah!
Ini adalah satu-satunya bacaan dalam Injil yang menunjukkan Yesus menulis. Apakah yang ditulis Yesus dengan jari-Nya di tanah itu? Daftar dosa masing-masing orang yang siap merajam perempuan itu dengan batu? Entahlah. Yang jelas, Yesus tidaklah seperti para pemuka agama yang munafik itu. Hati-Nya penuh dengan belas kasih! Dia Mahapengampun! Kata-kata yang diucapkan-Nya mengingatkan para pemuka agama itu akan dosa-dosa mereka. Satu per satu dari mereka meninggalkan TKP, dimulai oleh yang paling tua (paling banyak dosanya?). Apa yang diperagakan oleh Yesus ini adalah sebuah contoh karunia berkata-kata dengan hikmat! Luar biasa efeknya!
Nah, Yesus menawarkan kepada kita semua belas kasih dan pengampunan yang sama! Yesus tidak pernah menuduh-nuduh kita, melainkan menawarkan kepada kita pengharapan akan suatu awal yang baru bersama dan dalam Dia. Sementara kita mulai mengalami belas kasih-Nya kita pun mulai menghargai apa saja yang telah dianugerahkan kepada kita, bukan karena apa yang telah kita perbuat melainkan karena apa yang Yesus telah lakukan bagi kita. Dengan demikian kita pun akan mampu mengubah hidup kita menilai kembali prioritas-prioritas kita.
John Newton (+1779) adalah penulis sebuah lagu terkenal, “Amazing Grace” (O Rahmat yang Mengagumkan; Puji Syukur # 600), yang sungguh memahami hal yang baru diuraikan di atas. Dia sedang berlayar dalam sebuah kapal di tengah-tengah badai yang ganas. Dalam ketakutannya John Newton berseru kepada Allah mohon belas kasih-Nya. Sebuah mukjizat terjadi: Langsung saja badai mereda! John Newton ketika itu adalah seorang pedagang budak belian, yang hanya mencari keuntungan materiil. Dia tidak peduli akan keadaan dan “nasib” para budak belian yang telah dibelenggunya dengan rantai besi. Setelah mengalami belas kasih Allah secara dramatis seperti itu (badai telah berlalu!), dia pun mempersembahkan dirinya kepada Yesus dan kemudian berkarya sebagai hamba Tuhan yang tidak mengenal lelah.
Seperti juga John Newton, kita akan merasa tergerak untuk mengubah kehidupan kita sesuai dengan pengalaman kita akan belas kasih serta kuat-kuasa Allah. Kita akan mengingat, bahwa seperti perempuan yang kedapatan sedang berzinah itu, kita pun pantas untuk menerima hukuman namun Tuhan Yesus memberikan kepada kita belas kasih dan kehidupan.
DOA: Tuhan Yesus, aku tidak akan mampu memahami kedalaman kasih-Mu kepadaku. Rahmat-Mu sungguh mengagumkan hatiku dan sungguh membuat daku merendahkan hati tanpa dapat dijelaskan dengan kata-kata. Terimalah ucapan syukurku, ya Tuhan Yesus. Amin
Sumber :
Tiada ulasan:
Catat Ulasan