(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah – Rabu, 5 April 2017)
Lalu kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang telah percaya kepada-Nya, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Jawab mereka, “Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapa pun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?” Kata Yesus kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tinggal dalam rumah selama-lamanya. Jadi, apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.”
“Aku tahu bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu. Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapakmu.” Jawab mereka kepada-Nya, “Bapak kami ialah Abraham.” Kata Yesus kepada mereka, “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi sekarang kamu berusaha membunuh Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu mengerjakan pekerjaan bapakmu sendiri.” Jawab mereka, “Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah.” Kata Yesus kepada mereka, “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku datang dari Allah dan sekarang Aku ada di sini. Lagi pula Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku. (Yoh 8:31-42)
Bacaan Pertama: Dan 3:14-20,24-25,28; Mazmur Tanggapan: Dan 3:52-56
“Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku” (Yoh 8:42). Secara sepintas ucapan Yesus ini terasa berisikan tuduhan, seakan-akan Ia mengancam para pendengar-Nya, malah kita juga pada zaman ini. Akan tetapi, tentu saja tetap dimungkinkan bagi kita untuk membaca sabda Yesus tersebut secara positif, yaitu melihatnya sebagai sebuah undangan. Kita kan tahu benar, bahwa Yesus tidak pernah berkata-kata atau melakukan sesuatu yang tidak dimotivasi oleh cintakasih kepada manusia dan niat-Nya untuk menarik orang-orang kepada diri-Nya agar memperoleh keselamatan. Dia hanya datang untuk mencari dan menyelamatkan mereka yang tersesat. Ingatlah sabda-Nya pada peristiwa Zakheus: “Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk 19:10). Jadi, undangan Yesus adalah agar kita mengenal Allah sebagai Bapa kita – mengenal-Nya dengan cara yang akan mampu menggerakkan kita untuk mengasihi Yesus dan memberikan kepada-Nya hidup kita sendiri.
Yesus ingin sekali menyelamatkan kita. Oleh salib-Nya Dia telah memerdekakan /membebas-kan kita dari cengkeraman Iblis sehingga kita dapat membangun relasi penuh kasih dengan Allah Bapa kita (baca Rm 8:14-16). Bagaimanakah anda memberi tanggapan terhadap undangan Yesus itu? Tanyakanlah pada diri anda sendiri beberapa pertanyaan berikut ini:
- Apakah aku memandang Bapa di surga sebagai Pribadi yang paling baik-hati dan setia sejauh yang aku dapat bayangkan?
- Apakah aku mengalami Allah yang hidup dan aktif dalam hatiku? Apakah kasih-Nya menghibur dan menguatkan diriku?
- Apakah aku mempercayai bahwa Bapa surgawi mengasihiku tanpa batas?
Semakin kita mengenal Bapa surgawi dan mengalami kuasa kasih-Nya, semakin nyata pula kita akan bertumbuh dalam mengasihi Putera-Nya, dan hidup kita pun semakin diubah menjadi serupa dengan Yesus. Ini adalah hakekat dari kata-kata yang diucapkan Yesus di atas. Mengenal (dan mengalami) Allah sebagai Bapa menggerakkan kita untuk mengasihi Yesus dan mengikuti jejak-Nya.
Kasih Allah mengubah kita sementara kita menemukan suatu kebebasan untuk menyingkirkan dosa-dosa kita yang selama ini telah menghalangi kita untuk mengasihi-Nya dan mengasihi sesama, bahkan memampukan kita untuk mengasihi seorang pribadi yang secara normal sulit bagi kita untuk mengasihinya. Dengan berjalannya waktu kita akan belajar bahwa kegagalan kita (karena dosa dll.) tidak dapat menggoyahkan kasih Allah kepada kita. Kita pun pada akhirnya akan menjadi manusia perdamaian: men and women of peace.
DOA: Bapa surgawi, aku menyerahkan kehidupanku kepada-Mu. Aku telah berketetapan hati untuk dapat bebas-lepas dari dosa dan mengasihi-Mu serta umat-Mu dengan segenap hatiku. Semoga kasih-Mu bagiku memberdayakanku untuk hidup bagi-Mu dan sesamaku. Amin.
Sumber :
Tiada ulasan:
Catat Ulasan