(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Klara dr Assisi, Perawan – Selasa, 11 Agustus 2015)
Keluarga Besar Fransiskan selain OSC: Pesta S. Klara dr Assisi, Perawan (Ordo II)
Khusus OSC: HARI RAYA S. KLARA DARI ASSISI, Perawan – Pelindung Ordo II
Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya, “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” Lalu Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka dan berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sedangkan siapa saja yang merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Siapa saja yang menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”
“Ingatlah, jangan menganggap rendah salah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di surga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di surga.”
“Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di surga tidak menghendaki salah seorang dari anak-anak ini hilang.” (Mat 18:1-5,10,12-14)
Bacaan Pertama: Ul 31:1-8; Mazmur Tanggapan: Ul 32:3-4a,7-9,12
Para murid bertanya kepada Yesus, siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga? Lalu Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka dan berkata:“Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga” (Mat 18:3).
Pertanyaan para murid tadi adalah: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” (Mat 18:1), dan pertanyaan yang diajukan oleh mereka ini kepada Yesus menunjukkan bahwa para murid tersebut tidak tahu apa sesungguhnya Kerajaan Surga itu. Yesus berkata: “Jika kamu tidak …” Di sini Yesus memperingatkan para murid bahwa mereka sedang menuju arah yang sepenuhnya salah, semakin jauh dari Kerajaan Surga dan bukan semakin dekat dalam perjalanan menuju Kerajaan Surga.
Dalam kehidupan seorang manusia, ini semua adalah pertanyaan mengenai apa sasaran yang ingin dicapai olehnya. Jika dia bertujuan untuk memenuhi/memuaskan ambisi pribadi, perolehan kekuasaan pribadi, kenikmatan prestise pribadi, peninggian diri, maka sebenarnya dia sedang menuju sasaran yang justru berlawanan dengan Kerajaan Surga. Mengapa? Karena untuk menjadi seorang warga Kerajaan Surga berarti seseorang harus secara lengkap melupakan kepentingan dirinya sendiri, “kehilangan” diri sendiri, menjalani hidup pelayanan bagi orang-orang lain yang membutuhkan pertolongan, dan bukan hidup yang mengejar-ngejar kekuasaan, status sosial dan sejenisnya. Selama seseorang masih mempertimbangkan dirinya sendiri dengan segala kepentingannya sebagai hal yang paling penting dalam dunia, maka sebenarnya dia membelakangi Kerajaan Surga. Jikalau dia sungguh ingin sampai ke dalam Kerajaan Surga, maka dia harus berbalik ke arah yang berlawanan.
Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka (Mat 18:2). Ada tradisi dalam Gereja bahwa anak kecil itu kelak dikenal sebagai Ignasius dari Antiokia [+110; uskup], seorang pelayan Gereja yang besar, seorang penulis besar, dan akhirnya seorang martir Kristus. Ignasius dinamakan juga Theophoros, yang berarti dibawa/dipangku oleh Allah, dan tradisi itu bertumbuh bahwa dia menerima nama itu karena Yesus memangkunya. Kita memang tidak pernah tahu kejadian sebenarnya.
Pada dasarnya Yesus mengatakan bahwa dalam diri seorang anak kita melihat karakteristik-karakteristik yang harus menandakan seorang warga Kerajaan Surga. Ada banyak karakteristik yang indah dalam diri seorang anak – kepolosan dirinya, kemampuannya untuk mengampuni dan melupakan walaupun diperlakukan dengan tidak adil oleh orang-orang dewasa (termasuk orangtuanya sendiri) dlsb. Yesus tentu memikirkan hal-hal baik dari anak-anak kecil ini, namun semua itu bukanlah yang utama dalam pikiran-Nya. Seorang anak memiliki tiga kualitas hebat yang membuatnya menjadi simbol dari orang-orang yang menjadi warga Kerajaan Surga.
Pertama-tama, kualitas yang merupakan kunci dari seluruh bacaan Injil hari ini, yaitu kerendahan hati atau humilitas (Inggris: humility). Seorang anak tidak mempunyai keinginan untuk mendorong dirinya ke depan, sebaliknya dia ingin agar “menghilang” ke latar belakang. Ia tidak berkeinginan untuk menjadi orang terkenal, ia lebih berkeinginan untuk ditinggalkan dalam keadaan yang samar-samar saja. Hanya apabila dia bertumbuh menjadi besar dan mulai memasuki dunia penuh persaingan yang hampir selalu tidak sehat – semua berlomba ingin menjadi nomor satu dengan saling menyenggol, saling menjebak dlsb., maka humilitas yang secara instinktual ada pada dirinya ditinggalkan di belakang.
Kedua, adalah ketergantungan si anak. Bagi seorang anak, suatu keadaan ketergantungan sangatlah alamiah. Anak itu tidak pernah berpikir bahwa dia dapat menghadapi hidup ini seorang diri saja. Dia merasa puas bahwa dirinya tergantung pada orang-orang yang mengasihinya, memperhatikannya, dan merawatnya. Apabila seorang manusia dewasa menerima fakta mengenai ketergantungan dirinya akan Allah, maka suatu kekuatan baru dan suatu damai sejahtera baru akan memasuki kehidupannya.
Ketiga, adalah kepercayaan (Inggris: trust) si anak. Anak itu secara instinktual bergantung pada orangtuanya, dan secara instinktual pula dia menaruh kepercayaan pada orangtuanya bahwa kebutuhan-kebutuhannya akan dipenuhi. Ketika kita (anda dan saya) masih menjadi anak-anak kecil, kita tidak dapat membeli makanan dan minuman kita sendiri, atau pakaian kita sendiri, atau memelihara rumah sendiri, namun kita tidak pernah ragu bahwa kita akan diberikan pakaian dan mainan, dan kita dapat tidur di dalam rumah yang hangat-ramah jika kita pulang dari sekolah. Ketika kita masih anak-anak kita melakukan perjalanan jauh tanpa pusing-pusing tentang biayanya dlsb., dan kita tidak pernah ragu bahwa ayah dan ibu kita akan membawa kita ke tempat tujuan dengan aman.
Kerendahan hati (humilitas) seorang anak adalah pola perilaku (Inggris: behavior) seorang Kristiani terhadap sesamanya, dan ketergantungan dan kepercayaannya adalah pola sikap (Inggris: attitude) seorang Kristiani terhadap Allah, Bapa semua orang.
Catatan: Saduran bebas dari William Barclay, THE DAILY STUDY BIBLE – The Gospel of Matthew – Volume 2, Chapters 11-28, hal. 174-176.
DOA: Tuhan Yesus, tolonglah kami berdiam dalam persekutuan dengan Allah, hal mana telah hilang karena dosa kami namun kemudian diperbaharui bagi kami melalui kematian-Mu yang penuh kedinaan dan juga kebangkitan-Mu. Melalui persekutuan ini, semoga kami memperoleh kerendahan hati yang Engkau hasrati untuk kami miliki. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan