(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIX – Kamis, 13 Agustus 2015)
Fransiskan Kapusin: Peringatan B. Markus dr Aviano, Imam
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya, “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Lalu sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunasi. Tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.
Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Lalu sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunasi. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai ia melunasi hutangnya.
Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohon kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Tuannya itu pun marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh hutangnya.
Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”
Setelah Yesus mengakhiri perkataan itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang Sungai Yordan. (Mat 18:21-19:1)
Bacaan Pertama: Yos 3L7-10a,11,13-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 114:1-6
“Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat 18:22).
Karena Allah itu Mahasempurna, maka pengampunan-Nya bersifat langsung dan permanen. Sayangnya, tidak demikian halnya dengan kita! Karena kita adalah manusia dan jauh dari sempurna, maka pengampunan dapat menjadi sangat sulit bagi kita. Barangkali itulah sebabnya mengapa Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa dia harus mengampuni sebanyak tujuh puluh kali tujuh kali.
Pikirkanlah hal berikut ini: Jika dapat mencapai rekonsiliasi dengan orang yang bersalah kepada kita setelah dua atau tiga kali bertemu, maka relasi-relasi dengan sesame kita akan jauh lebih mudah dipelihara. Bukankah begitu?
Mengampuni seseorang yang telah melukai hati kita seringkali merupakan sebuah proses yang berjalan secara bertahap. Misalnya, kita dapat saja mengampuni seseorang pada awalnya, namun beberapa hari kemudian kita menjadi marah dan kesal lagi. Dalam hal ini kita harus “mendirikan kembali bangunan” pengampunan kita. Ada juga kasus-kasus lain di mana kita sudah mengampuni, namun kita tidak mau lagi berada dekat orang itu. Akan tetapi, dengan berjalannya waktu (dalam bilangan jam, hari, atau pekan) kita secara perlahan-lahan mampu untuk let go sakit hati kita sehingga kita pun dapat berinteraksi lagi dengan orang tersebut. Situasi apapun yang kita hadapi, hal yang terpenting adalah senantiasa mengambil langkah maju, bukan menjauhi pengampunan yang lengkap dalam setiap situasi.
Apakah kiranya hal-hal yang perlu kita (anda dan saya) lalukan untuk mengambil langkah selanjutnya dalam mengupayakan rekonsiliasi dengan orang lain? Yang pertama, berdoalah untuk orang itu. Marilah kita membayangkan bahwa kita sudah berdamai dengan orang itu. Kedua, marilah kita mengambil keputusan untuk mengampuni, dan terus membuat keputusan itu jika memang diperlukan. Kita harus ingat –seturut sabda Yesus – karena mungkin saja kita benar-benar butuh melakukan ini sebanyak 30, 50 atau 70 kali; dan hal itu oke, oke saja. Ketiga, marilah kita melihat bahwa Yesus mengasihi orang itu seperti Dia juga mengasihi kita masing-masing. Jika kita menjadi lebih merasa pahit atau marah, hal itu berarti bahwa kita membutuhkan waktu yang lebih banyak/lama lagi. Yang penting, kita harus terus mengampuni dalam hati kita sebaik-baiknya seturut kemampuan kita, dan memohon kepada Yesus untuk menolong kita.
Saudari dan Saudaraku, apapun yang kita lakukan, kita tidak boleh menyerah. Yesus pasti akan memberkati sekecil apapun langkah yang kita ambil menuju rekonsiliasi. Di atas segalanya, kita harus ingat bahwa pengampunan bukan tindakan manusiawi semata. Kita membutuhkan rahmat Roh Kudus untuk menolong kita mengampuni orang yang bersalah kepada kita.
DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau mengampuni setiap dosaku. Sekarang, ya Tuhan, tolonglah diriku agar mau dan mampu mengampuni mereka yang bersalah kepadaku. Dari DOA BAPA KAMI yang Kauajarkan, aku menyadari bahwa bagian dari pertukaran agar dosa-dosaku diampuni adalah persyaratan bahwa aku pun harus mengampuni orang yang bersalah kepadaku (Mat 6:12; lihat juga Mat 6:14-15). Tolonglah agar aku mempraktekkan salah satu Sabda Bahagia yang Kaudeklarasikan: “Berbahagialah orang yang berbelaskasihan, karena mereka akan beroleh belas kasihan” (Mat 5:7). Amin.
Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Mat 18:21-19:1), bacalah tulisan dengan judul “PENGAMPUNAN TIDAK MENGENAL BATAS” (bacaan tanggal 13-8-15) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 15-08 PERMENUNGAN ALKITABIAH AGUSTUS 2015.
Cilandak, 8 Agustus 2015 [Peringatan S. Dominikus]
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan