( Bacaan Injil Misa Kudus, HARI RABU DALAM OKTAF PASKAH, 11-4-12 )
Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah desa bernama Emaus, yang terletak kira-kira sebelas kilometer dari Yerusalem, dan mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka.
Bacaan Pertama: Kis 3:1-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 105:1-4,6-9Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia. Yesus berkata kepada mereka, “Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?” Lalu berhentilah mereka dengan muka muram. Seorang dari mereka, namanya Kleopas, menjawab-Nya, “Apakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dialah adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan dan perkataan di hadapan Allah dan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu mengharapkan bahwa Dialah yang akan membebaskan bangsa Israel.
Sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi. Tetapi beberapa perempuan dari kalangan kami telah mengejutkan kami: Pagi-pagi buta mereka telah pergi ke kubur, dan tidak menemukan mayat-Nya. Lalu mereka datang dengan berita bahwa telah kelihatan kepada mereka malaikat-malaikat yang mengatakan bahwa Ia hidup. Beberapa teman kami telah pergi ke kubur itu dan mendapati persis seperti yang dikatakan perempuan-perempuan itu, tetapi Dia tidak mereka lihat.” Lalu Ia berkata kepada mereka, “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu untuk mempercayai segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya” Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi. Mereka mendekati desa yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalanan-nya. Tetapi mereka sangat mendesak-Nya, katanya, “Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.” Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-sama dengan mereka. Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap syukur, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka dan mereka pun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. Kata mereka
seorang kepada yang lain, “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” Lalu bangkitlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem. Di situ mereka mendapati kesebelas murid itu dan orang-orang yang ada bersama mereka, sedang berkumpul. Kata mereka itu, “Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon.” Lalu kedua orang itu pun menceritakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenali Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti. (Luk 24:13-35)
Dua orang pengikut/murid Yesus meninggalkan kota Yerusalem dan dalam kisah ini sedang berada dalam perjalanan ke Emaus, sebuah kampung kecil yang terletak kira-kira 11 kilometer jauhnya dari Yerusalem. Sambil berjalan mereka berdua berbincang-bincang tentang hari-hari terakhir kehidupan Yesus. Mereka merasa kecewa bahwa Pribadi yang mereka harap-harapkan akan memerdekakan Israel itu malah telah mati disalibkan, hal mana menghancurkan segala pengharapan mereka (Luk 24:21).
Tanpa dikenali oleh mereka, Yesus yang telah bangkit bergabung dengan kedua murid tersebut di tengah jalan. Menanggapi pertanyaan Yesus tentang apa yang sedang mereka percakapkan, mereka menjawab dengan sebuah pertanyaan: “Apakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari ini?” (Luk 24:18). Terhadap teka-teki dari serangkaian peristiwa yang terjadi di Yerusalem, Yesus lalu menerangkan dan menafsirkan nas-nas Kitab Suci mulai dari Musa dan para nabi yang mengacu kepada diri-Nya, dan hati mereka pun menjadi berkobar-kobar (lihat Luk 24:27,32). Melalui sabda Allah dalam Kitab Suci, Yesus mempersiapkan mereka untuk dapat mengenali Tuhan. Walaupun lambat dan susah mengerti, pada akhirnya sabda Allah dalam Kitab Suci membuka pikiran kedua murid itu sehingga mereka dapat mulai memahami arti keberadaan Yesus dan bagaimana rencana Allah dipenuhi dalam/melalui diri-Nya.
Pada waktu mereka sampai di Emaus, kedua murid itu minta kepada Yesus untuk bermalam di tempat mereka. Ada sesuatu yang terjadi: Tamu yang diundang mengambil fungsi sebagai tuan rumah. Pada meja perjamuan, Yesus “mengambil roti, mengucap syukur, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka dan mereka pun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka” (Luk 24:30-31). Kedua murid berjumpa dengan Tuhan Yesus dalam “Pemecahan roti”, … Ekaristi!
“Pemecahan roti” yang digambarkan di sini bukan sekadar makan-makan biasa karena merupakan tindakan keagamaan seperti digambarkan dalam “Kisah para Rasul” di mana Lukas mencatat kehidupan spiritual dari umat Kristiani perdana: “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (Kis 2:42).
Dalam refleksinya atas pengalaman “pemecahan roti” di Emaus, Lukas sampai kepada pemahaman – lewat kerja Roh Kudus dalam dirinya – bahwa para murid mengenal Tuhan dalam konteks Ekaristi. Melalui misteri Ekaristi, Yesus menjadi hadir dan riil bagi mereka dan mereka mengenal Dia sebagai sang Juruselamat yang sudah bangkit dan hidup di tengah-tengah mereka.
Yesus ingin menyatakan diri-Nya kepada kita. Perayaan-perayaan Ekaristi menyiapkan kita untuk dapat mengenali Dia serupa dengan apa yang dialami oleh kedua murid di Emaus sekitar 2.000 tahun lalu: Melalui meditasi dalam suasana doa atas sabda Allah dalam Kitab Suci, hati kita disiapkan untuk berjumpa dengan Yesus yang hadir dalam Ekaristi. Oleh karena itu marilah kita mempersiapkan diri kita dalam Ekaristi, pertama-tama dengan belajar tentang Dia melalui refleksi dalam suasana doa atas sabda Allah dalam Kitab Suci, baik selagi kita mendengarkannya ketika dipermaklumkan dalam liturgi maupun ketika kita membaca dan mempelajari (memakai otak dan hati; tidak hanya otak) secara pribadi.
DOA: Tuhan Yesus, nyatakanlah diri-Mu kepada kami dalam “pemecahan roti”. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan