(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV
Paskah, Senin 30-4-12)
Keluarga
Fransiskan Kapusin: Peringatan Beato Benediktus dari Urbino, Biarawan
“Sesungguhnya
aku berkata kepadamu: Siapa yang masuk ke dalam kandang domba tanpa melalui
pintu, tetapi dengan memanjat dari tempat lain, ia adalah seorang pencuri dan
seorang perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala
domba. Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya
dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya
ke luar. Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan
mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.
Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka akan lari dari
orang itu, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal.”
Yesus mengatakan kiasan ini kepada mereka,
tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka.
Karena itu Yesus berkata lagi, “Sesungguhnya
Aku berkata kepadamu, Akulah pintu bagi domba-domba itu. Semua orang yang
datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak
mendengarkan mereka. Akulah pintu; siapa saja yang masuk melalui Aku, ia akan
diselamatkan dan Ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput.
Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang
supaya mereka mempunyai hidup, mempunyainya dengan berlimpah-limpah.(Yoh
10:1-10)
Bacaan Pertama: Kis 11:1-8; Mazmur Tanggapan:
Mzm 42:2-3;43:3-4
Yesus adalah sang “Gembala yang Baik” yang
datang untuk memelihara dan memimpin umat-Nya. Seperti anak-anak atau
domba-domba yang hilang dalam semak belukar di padang gurun, kita sering merasa
bingung dan dibuat takut oleh dunia di sekeliling kita. Kita bertanya-tanya
kepada diri kita sendiri, di mana sih rumah kediaman kita yang sejati? Di
tengah-tengah berbagai pertanyaan kita itu, Yesus memanggil kita agar
mendengarkan suara-Nya yang akan membimbing serta menuntun kita. Bilamana Dia
melihat kita mencoba dengan keras untuk melakukan yang terbaik, namun tetap
saja jatuh tersandung, Ia tidak menghukum kita. Sebaliknya, Yesus memanggil
kita dan memimpin kita ke luar dari rasa takut yang melanda kita, perjuangan
kita yang dipenuhi kesalahan-kesalahan, untuk menuju kehangatan kehadiran-Nya.
Karena kita diciptakan oleh Allah yang
Mahakasih, maka kita masing-masing dianugerahi kemampuan untuk dapat mengenali
suara Yesus. Kadang-kadang suara-Nya “nyaring, seperti bunyi sangkakala” (Why
1:10), atau “bagaikan desau air bah” (Why 1:15). Namun seringkali suara-Nya
datang dengan lemah-lembut berupa “bunyi angin sepoi-sepoi basa, seperti
dialami oleh Elia (1Raj 19:12-13); dengan lemah-lembut menyentuh hati kita dan
menggerakkan kita untuk menyerahkan diri kepada-Nya secara lebih mendalam lagi.
Dia mengucapkan sabda-Nya yang mendorong serta menyemangati, menyembuhkan dan
mengampuni kita (Yes 40:1-3; Yer 31:3). Pada saat Ia mengoreksi kita, Allah
bersabda tanpa menghukum (Yeh 18:31). Selagi kita mendengar suara-Nya, kita
ditarik untuk mengikuti-Nya.
Kita juga tentunya telah mendengar
suara-suara lain yang berusaha untuk “mengacaukan” suara Yesus. Suara Iblis
selalu negatif, betapa banyaknya pun kebenaran yang mungkin digunakan olehnya
sebagai kamuflase. Kebohongan-kebohongannya menyebabkan kegelisahan, kecemasan,
rasa was-was dan sejenisnya. Sebaliknya, suara Allah selalu positif, bahkan
ketika Dia menunjukkan dosa-dosa kita. Kadang-kadang, pemikiran-pemikiran kita sendiri
pun dapat menjadi penghalang bagi kita untuk mendengar suara Yesus; kita dapat
menjadi sedemikian sibuknya dengan berbagai tugas-kewajiban sehari-hari kita
(baik dalam dunia sekular maupun dalam lingkup gerejawi), sehingga kita luput
mendengar suara-Nya.
Akan tetapi, sekali kita mendengar suara
Yesus, kita akan mengalami rasa dahaga untuk lebih banyak lagi mendengar
suara-Nya, kita dipenuhi kerinduan untuk mengalami kehadiran-Nya setiap saat.
Kita dapat mendengar suara-Nya dalam liturgi, selagi Dia mendorong kita untuk
bergabung dengan diri-Nya dalam kasih penuh pengorbanan diri-Nya (Ekaristi).
Dia mengajar kita dalam Kitab Suci, menantang cara kita berpikir karena “begitu
‘tinggi’ tingkat pendidikan kita di dunia ini”. Melalui sahabat-sahabat yang sungguh
“caring”, Tuhan juga mengucapkan kata-kata penghiburan bagi kita yang sedang
dilanda kesedihan karena berbagai kesusahan hidup. Bahkan dalam keindahan dan
keteraturan alam ciptaan-Nya, suara-Nya dapat didengar, memanggil-manggil kita
untuk mengangkat hati kita kepada Sang Pencipta langit dan bumi. Oh, betapa
berbahagialah kita mempunyai ‘seorang’ Allah yang selalu siap untuk berbicara
dengan kita!
DOA: Tuhan Yesus, Engkau datang supaya kami
mempunyai hidup, dan mempunyainya dengan berlimpah-limpah. Tuhan, kami sungguh
ingin kehidupan berlimpah seperti yang Engkau janjikan itu. Bukalah telinga
kami agar mampu mendengar suara-Mu. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan