Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Isnin, Disember 16, 2013

SILSILAH YESUS KRISTUS

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Khusus Adven – Selasa, 17 Desember 2013)


Inilah daftar nenek moyang Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham. Abraham mempunyai anak, Ishak; Ishak mempunyai anak, Yakub; Yakub mempunyai anak, Yehuda dan saudara-saudaranya, Yehuda mempunyai anak, Peres dan Zerah dari Tamar, Peres mempunyai anak, Hezron; Hezron mempunyai anak, Ram; Ram mempunyai anak, Aminadab; Aminadab mempunyai anak, Nahason; Nahason mempunyai anak, Salmon; Salmon mempunyai anak, Boas dari Rahab, Boas mempunyai anak, Obed dari Rut, Obed mempunyai anak, Isai; Isai mempunyai anak, Raja Daud. Daud mempunyai anak, Salomo dari istri Uria, Salomo mempunyai anak Rehabeam; Rehabeam mempunyai anak, Abia; Abia mempunyai anak, Asa; Asa mempunyai anak, Yosafat; Yosafat mempunyai anak, Yoram; Yoram mempunyai anak, Uzia; Uzia mempunyai anak, Yotam; Yotam mempunyai anak, Ahas; Ahas mempunyai anak, Hizkia; Hiskia mempunyai anak, Manasye; Manasye mempunyai anak, Amon; Amon mempunyai anak, Yosia; Yosia mempunyai anak, Yekhonya dan saudara-saudaranya pada waktu pembuangan ke Babel. Sesudah pembuangan ke Babel, Yekhonya mempunyai anak, Sealtiel; Sealtiel mempunyai anak Zerubabel; Zerubabel mempunyai anak, Abihud; Abihud mempunyai anak, Elyakim; Elyakim mempunyai anak, Azor; Azor mempunyai anak, Zadok; Zadok mempunyai anak, Akhim; Akhim mempunyai anak, Eliud; Eliud mempunyai anak, Eleazar; Eleazar mempunyai anak, Matan; Matan mempunyai anak, Yakub; Yakub mempunyai anak, Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus.

Jadi, seluruhnya ada empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud, empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, dan empat belas keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus. (Mat 1:1-17)

Bacaan Pertama: Kej 49:2,8-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 72:3-4,7-8,17

Mulai tanggal 17 Desember pada masa Adven bacaan-bacaan liturgis dipusatkan pada kedatangan Putera Allah sebagai anak manusia di tengah dunia, …… Natal. Hari ini kita merenungkan silsilah Yesus Kristus.

Sampai berapa seringkah kita, kalau menjumpai suatu silsilah dalam Kitab Suci, kita mengabaikannya atau membacanya secara sekilas lintas saja, kemudian membaca cerita-cerita yang lebih menarik? Akan tetapi, dengan bertindak seperti itu kita dapat kehilangan kesempatan untuk melihat wawasan yang berkenaan dengan rencana Allah. Silsilah Injil Matius tentang Yesus tidak hanya memperluas pemahaman kita tentang persiapan Allah berkaitan dengan kelahiran Putera-Nya, melainkan juga membuka pikiran kita bagi kemampuan indah dari Allah untuk mendatangkan kebaikan dalam segala macam situasi yang dihadapi.

Silsilah seturut Injil Matius – yang dimulai dengan Abraham – mengokohkan posisi Yesus dalam tradisi Yahudi. Sebaliknya, silsilah seturut Injil Lukas (lihat Luk 3:23-38) melacak asal-usul Yesus – mundur ke belakang – sampai Adam dan menekankan signifikansi Yesus secara universal. Matius membagi nama-nama dan sejarah Israel ke dalam tiga kelompok, dan ia mengakhiri setiap kelompok dengan suatu klimaks: Daud sebagai raja (Mat 1:6), pembuangan di Babel (Mat 1:11), dan kelahiran Yesus (Mat 1:16). Dengan menulis secara begini, Matius menunjukkan betapa hati-hati Allah mempersiapkan umat-Nya untuk kedatangan sang Mesias. Tidak ada sedikit pun detil yang luput dari perhatian-Nya.

Bila kita memperhatikan persiapan yang sangat cermat, kita dapat menjadi terkejut ketika menemukan bahwa tidak semua nenek moyang Yesus adalah orang-orang yang hidupnya patut dikagumi. Di samping menyebutkan nama-nama beberapa raja Yehuda yang jauh dari hidup saleh, Matius juga menyoroti beberapa insiden buruk-menjijikan dalam sejarah Israel: tipuan Tamar agar dapat mengandung anak dari bapak mertuanya Yehuda (lihat Kej 38), dan perselingkuhan Daud dengan istri Uria yang bernama Batsyeba (lihat 2Sam 11). Matius ingin membuat jelas bahwa rencana Allah tidak dapat diganggu oleh kelemahan manusia. Pada kenyataannya, Allah memang sering mengejutkan umat-Nya dengan menggunakan orang-orang yang dipandang lemah, miskin, atau tidak diinginkan.

Dimasukkannya individu-individu ini dalam silsilah Yesus seharusnya menyemangati kita. Ada sebuah tempat untuk setiap pribadi dalam rencana penyelamatan Allah. Kita tidak perlu menjadi manusia yang sempurna atau kudus secara khusus agar dapat digunakan oleh Allah! Kita masing-masing mempunyai peranan yang penting seturut siapa diri kita sebagai anak-anak yang dikasihi Allah, yang telah ditebus oleh Yesus. Marilah kita memegang kebenaran ini dalam hati kita. Yesus ingin memberikan kepada kita martabat besar dan rasa percaya dalam pelayanan kita bagi-Nya.

DOA: Tuhan Yesus, aku mengkomit hidupku kepada-Mu. Ambillah setiap bagian dari hidupku – baik yang pantas maupun tidak pantas – dan gunakanlah diriku bagi kemuliaan-Mu untuk membawa Kerajaan-Mu ke tengah dunia. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, Disember 14, 2013

YESUS DAN YOHANES PEMBAPTIS

(Bacaan Kedua Misa Kudus, HARI MINGGU ADVEN III [Tahun A], 15 Desember 2013)

Di dalam penjara Yohanes mendengar tentang pekerjaan Kristus, lalu menyuruh mudid-muridnya bertanya kepada-Nya, “Engkaulah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” Yesus menjawab mereka, “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta sembuh, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Berbahagialah orang yang tidak menolak Aku.”

Setelah murid-murid Yohanes pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes, “Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan anginkah? Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat ornag yang berpakaian haluskah? Orang berpakaian halus itu tempatnya di istana raja. Jadi, untuk apakah kamu pergi? Melihat nabikah? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih daripada nabi. Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu.

Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Surga lebih besar daripada dia. (Mat 11:2-11)

Bacaan Pertama: Yes 35:1-6,10; Mazmur Tanggapan: Mzm 146:6-10; Bacaan Kedua: Yak 5:7-10

Salah satu peristiwa yang paling berkesan dalam seluruh sejarah Israel adalah “Keluaran” atau “Exodus”. Peristiwa keluaran ini mengkonfirmasi kasih Allah yang unik bagi satu bangsa ini dan menunjukkan determinasi-Nya untuk melindungi mereka. Manakala mereka merasa ragu akan kebaikan tanpa batas dari Allah, maka yang mereka lakukan adalah mengingat kembali peristiwa Exodus ini dan rasa percaya mereka yang suci kepada Allah dibangun kembali.

Yesaya juga sangat terkesan dengan peristiwa Exodus ini, namun dia lebih merasa takjub dengan apa yang akan terjadi di masa depan – kedatangan sang Mesias. Ia melihat peristiwa spektakuler ini sebagai suatu Exodus yang baru dan lebih besar dan sang Mesias sebagai pribadi yang baru dan lebih besar daripada Musa, yang akan memimpin orang-orang keluar dari perbudakan spiritual. Tidak hanya mereka yang terjerat oleh dosa, melainkan juga orang-orang buta dan tuli akan dibebaskan agar dapat menikmati kepenuhan hidup.

Baik Yohanes Pembaptis maupun Yesus sama-sama sadar akan nubuatan optimistis dari nabi Yesaya. Jadi, ketika Yohanes Pembaptis – lewat para murid-Nya – mencari tahu tentang identifikasi-Nya, maka Yesus mengatakan kepada para murid Yohanes Pembaptis untuk pergi melapor kepada sang guru bahwa nubuat-nubuat nabi Yesaya sedang dipenuhi. Menanggapi pertanyaan para murid Yohanes, Yesus tidak mengeluarkan KTP-Nya (kalau ada pada waktu itu) dan menunjukkan KTP itu kepada para murid Yohanes: nama: Yesus dari Nazaret, tempat lahir: Betlehem, Yudea, pekerjaan: Mesias, dst. Yesus mengungkapkan apa yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya tentang Mesias ini: “orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta sembuh, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Yes 35:5-6,61:1). Singkatnya, sang Mesias yang dinanti-nantikan sejak lama itu akhirnya datang dan Exodus baru sekarang sedang bergerak maju.

Baik Yesaya maupun Yohanes tidak menyadari betapa lengkap “Musa Baru” akan menggantikan Musa yang lama. Siapakah yang mengira bahwa Yesus secara pribadi mempersembahkan diri-Nya sendiri untuk keselamatan umat-Nya?

Jadi, apabila kita mulai merasa ragu mengenai kasih-Nya yang unik bagi kita, maka kita hanya perlu mengingat salib yang penuh darah di bukit Kalvari dan kubur yang kosong. Dengan demikian, rasa percaya kita pada persahabatan-Nya dan kasih-Nya dibangun kembali. Tindakan penebusan-Nya begitu mendalam dan sungguh menggoncang bumi sehingga terus saja terasa getarannya di seluruh dunia sampai hari ini. Setiap hari kita dapat mendengar dan merasakannya, yang senantiasa mengundang kita masing-masing agar melangkah ke luar dari keterikatan dosa dan kegelapan dan masuk ke dalam suatu kebebasan baru dalam Kristus.

Liturgi masa Adven mengingatkan kita betapa pentingnya arti kedatangan Tuhan. Yohanes, seperti dikatakan oleh Yesus, adalah pribadi yang paling besar di hadapan-Nya. Namun kita masing-masing dapat lebih besar daripada Yohanes, karena kita adalah para penerima dari karunia yang jauh lebih sempurna.

Ya, memang begitulah, Yesus adalah Dia yang akan datang. Kita tidak perlu untuk mencari seorang pribadi yang lain. Setelah 20 abad lamanya, kita masih dapat mendengar dengan jelas sabda-Nya, dan masih terkesima dengan segala mukjizat-Nya dan penuh rasa syukur menerima sentuhan kesembuhan-Nya.

DOA: Tuhan Yesus, penuhilah diri kami dengan air hidup. Datanglah ke padang gurun kehidupan kami dan segarkanlah kami sehingga kami dapat menjadi tanda-tanda kehidupan-Mu bagi dunia. Dalam Engkau, kami menaruh kepercayaan dan tidak lagi merasa haus, karena Engkau adalah air kehidupan. Terpujilah nama-Mu, sekarang dan selama-lamanya. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Disember 13, 2013

ELIA SUDAH DATANG

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Yohanes dr Salib, Imam-Pujangga Gereja – Sabtu, 14 Desember 2013)

Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, “Kalau demikian, mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?” Jawab Yesus, “Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka.” Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis. (Mat 17:10-13)

Bacaan pertama: Sir 48:1-4.9-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 80:2-3,15-16,18-19

Elia adalah nabi besar dari kerajaan utara Israel pada zaman pemerintahan Raja Ahab dan permaisurinya yang jahat, Izebel. Izebel menyembah ilah Baal dan telah menyuruh nabi-nabi Israel lainnya dibunuh (baca 1Raj 17:1 – 2Raj 2:13). Pelayanan nabi Elia termasuk penggandaan makanan dan membangkitkan orang mati (1Raj 17:7-24); hal mana dengan jelas menunjukkan kedaulatan “seorang” Allah yang benar.

Allah berbicara kepada Elia di Gunung Horeb (Sinai), seakan dia adalah seorang Musa baru yang akan memimpin orang-orang Israel meninggalkan kemurtadan mereka. Pentingnya nabi Elia dicerminkan dengan jelas ketika dia meninggalkan dunia dalam kereta berapi (2Raj 2:11-12). Pada zaman nabi kecil yang bernama Maleakhi [c.475 SM], orang-orang Yahudi mengharapkan nabi Elia (yang mereka percayai tidak pernah mati) akan datang kembali ke bumi dan berfungsi sebagai pembuka jalan dalam zaman Mesias: “Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari TUHAN (YHWH) yang besar dan dahsyat itu. Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah” (Mal 4:5-6). Kepercayaan bahwa nabi Elia akan datang ke bumi ini dicerminkan dalam Kitab Sirakh (Sir 4:1-11) dan dalam kitab Makabe yang pertama, di mana Matatias menjelaskan bahwa nabi Elia diangkat ke surga secara istimewa karena kegiatan-kegiatannya yang penuh semangat untuk Hukum Taurat (1Mak 2:58).

Pada hari ini dan selama dua ribu tahun sejak Yerusalem diporak-porandakan oleh pasukan Romawi pada tahun 70, orang-orang Yahudi di seluruh dunia memperingati Paskah, “keluaran” orang-orang Israel dari perbudakan di tanah Mesir. Mereka menyediakan secangkir anggur untuk Elia dan membuka pintu rumah mereka bagi sang nabi untuk masuk, dalam antisipasi akan kedatangan sang Mesias. Pada makan Paskah, orang Yahudi akan berkata , “Tahun depan di Yerusalem”, mengkaitkan kedatangan Elia dengan penebusan nasional.

Komentar Yesus tentang Elia secara langsung berkaitan dan melanjutkan peristiwa transfigurasi, di mana Yesus tampil di hadapan Petrus, Yakobus dan Yohanes di atas gunung tinggi, bersama-sama dan bercakap-cakap dengan Musa dan Elia, dan Allah Bapa bersabda kepada mereka dari dalam awan: “Inilah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia” (Mat 17:5). Ketika Yesus mengidentifikasikan Yohanes Pembaptis sebagai Elia (tidak secara literer/hurufiah, melainkan secara fungsional sebagai bentara Kristus/Mesias) yang telah diantisipasi oleh orang-orang Yahudi pada akhir zaman, Ia mengkonfirmasikan kata-kata Allah Bapa bahwa Dia – Yesus – adalah Yang Diurapi, Kristus (Ibrani: Meshiakh atau Mesias). Allah memegang kata-kata-Nya dengan memenuhi nubuat-nubuat Yahudi.

DOA: Bapa surgawi, penuh syukur kami berterima kasih kepada-Mu karena Engkau telah mengutus nabi-nabi seperti Musa, Elia dan Yohanes Pembaptis untuk memimpin kami kepada pertobatan dan kepada sang Mesias yang tidak hanya telah menebus Israel, melainkan juga seluruh dunia. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Disember 09, 2013

YESUS ADALAH GEMBALA KITA SEMUA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari biasa Pekan II Adven – Selasa, 10 Desember 2013)

“Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di surga tidak menghendaki salah seorang dari anak-anak yang hilang.” (Mat 18:12-14)

Bacaan Pertama: Yes 40:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 96:1-3,10-13

Kita dapat saja berpikir bahwa seorang gembala akan bersungut-sungut karena harus “membuang-buang” energi hanya untuk mencari seekor domba yang hilang. Namun hal ini bukanlah yang terjadi dengan sang gembala dalam perumpamaan Yesus. Gembala ini begitu berkomitmen pada setiap ekor dombanya sehingga dia ikhlas berlelah-lelah untuk menyelamatkan domba mana pun yang mengalami kesulitan atau hilang. Gembala ini pun akan merasa bahagia apabila domba yang mengalami kesulitan atau hilang itu dapat diselamatkan.

Para nabi Perjanjian Lama seringkali mengibaratkan TUHAN (YHWH) Allah sebagai seorang gembala dalam cara-Nya menjaga Israel: “Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanaan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati” (Yes 40:11). Yesus juga menggunakan gambaran “gembala yang baik” bagi diri-Nya: “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh 10:11) dan mencari domba yang hilang (lihat Luk 15:4-5). Santo Gregorius Agung [540-604] menulis bahwa Yesus bahkan “memanggul domba di atas bahunya karena dengan mengambil kodrat manusia, Dia membebani diri-Nya dengan dosa-dosa kita.”

Inilah sesungguhnya makna terdalam dari ungkapan “Yesus adalah gembala kita semua”: Yesus menanggung sendiri dosa-dosa kita semua, bukan hanya segelintir orang yang mencoba untuk menjadi baik, atau sejumlah kecil orang yang telah memiliki kecenderungan-kecenderungan religius. Yesus tidak menolak orang-orang yang dikenal sebagai para pendosa. Yesus tidak menghindari orang-orang yang dipandang rendah oleh orang-orang “terhormat” pada zamannya. Yesus senantiasa mencari kesempatan untuk pergi mencari orang-orang berdosa dan hina dalam masyarakat pada waktu itu. Sebagai akibat dari perjumpaan orang-orang itu dengan Yesus, hidup mereka pun diubah secara dramatis.

Kita tentu masih ingat akan cerita tentang pertobatan Zakheus, bukan? (Luk 19:1-10). Kita pun tentunya tidak akan pernah melupakan cerita tentang perempuan yang kedapatan berzinah (Yoh 8:1-11), dan cerita tentang seorang penjahat yang disalibkan bersama Yesus, namun kemudian bertobat (Luk 23:42-43). Yesus minta kepada kita – para murid-Nya – agar mau ke luar menemui orang-orang seperti tiga orang yang disebutkan di atas. Yesus ingin kita untuk memberkati setiap orang yang kita jumpai, berdoa syafaat bagi mereka, dan mau menunjukkan kepada mereka bela-rasa-Nya bilamana ada kesempatan untuk itu. Teristimewa dalam masa Adven ini dengan segala macam pertemuan dalam lingkungan dlsb., kita akan mempunyai banyak kesempatan untuk berinter-aksi dengan orang-orang yang memiliki latar-belakang berbeda-beda dengan diri kita sendiri. Kita harus berhati-hati agar jangan cepat-cepat menghakimi mereka, tetapi menyambut setiap orang ke dalam hati kita. Marilah kita memohon kepada Yesus agar mengirimkan “domba-domba yang hilang” kepada kita. Selagi kita melakukannya, maka kita pun akan menemukan diri kita semakin serupa dengan Dia.

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu karena Engkau sudi menjadi Gembala yang Baik bagi kami. Selamatkanlah kami semua – domba-domba-Mu, sehingga tidak seorangpun dari kami akan terpisahkan dari-Mu. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Disember 05, 2013

JADILAH KEPADAMU MENURUT IMANMU

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan I Adven – Jumat, 6 Desember 2013)

Ketika Yesus meneruskan perjalanan-Nya dari sana, dua orang buta mengikuti-Nya sambil berseru-seru dan berkata, “Kasihanilah kami, hai Anak Daud.” Setelah Yesus masuk ke dalam sebuah rumah, datanglah kedua orang buta itu kepada-Nya dan Yesus berkata kepada mereka, “Percayakah kamu bahwa Aku dapat melakukannya?” Mereka menjawab, “Ya Tuhan, kami percaya.” Yesus pun menyentuh mata mereka sambil berkata, “Jadilah kepadamu menurut imanmu.” Lalu meleklah mata mereka. Kemudian Yesus dengan tegas berpesan kepada mereka, “Jagalah supaya jangan seorang pun mengetahui hal ini.” Tetapi mereka keluar dan memasyhurkan Dia ke seluruh daerah itu. (Mat 9:27-31)

Bacaan Pertama: Yes 29:17-24; Mazmur Tanggapan: Mzm 27:1,4,13-14

“Jadilah kepadamu menurut imanmu” (Mat 9:29).

Dua orang buta mendekati Yesus dengan suatu permintaan yang sederhana: “Kasihanilah kami, hai Anak Daud” (Mat 9:27). Dengan mata iman, mereka dapat mengenali bahwa Yesus bukanlah rabi sembarang rabi, melainkan sang Mesias sendiri – ahli waris takhta Daud, Dia Yang Diurapi, yang telah datang untuk memenuhi janji-janji Allah kepada umat-Nya. Walaupun kebutaan fisik mereka telah menghalangi mereka untuk melihat Yesus, mereka biar bagaimana pun juga percaya kepada-Nya dari apa yang mereka dengar. Mereka berseru kepada Yesus karena mereka tahu betul bahwa Dia dapat menawarkan kepda mereka sesuatu yang tak dapat mereka menolaknya – kesembuhan dan suatu hidup baru. Menanggapi iman dua orang buta itu, Yesus menunjukkan kepada mereka kedalaman dari kasih Allah, memulihkan mereka tidak secara fisik saja, melainkan secara spiritual juga.

Yesus ingin kita mendekati diri-Nya dengan keyakinan yang sama seperti dua orang buta dalam bacaan Injil hari ini, yaitu dengan rendah hati memohon belas kasihan dan rahmat kepada-Nya. Apakah yang dapat menghalang-halangi diri kita untuk bertindak seperti dua orang buta tadi? Barangkali kemasabodohan, atau ketidakpercayaan, atau bahkan perasaan bahwa diri kita tidaklah pantas. Namun dalam hal ini Santo Paulus mengingatkan kita bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus, bahkan kematian (maut) sekali pun (lihat Rm 8:31-39).

Kadang-kadang kita dapat merasa bahwa kita tidak mempunyai iman yang cukup, iman yang menyebabkan Yesus ingin menjawab ketika kita berseru kepada-Nya. Kita menjadi semakin ciut-hati ketika kita mencoba mengerahkan iman yang lebih dan lebih lagi dengan mencoba berdoa secara lebih keras lagi. Untunglah Allah mengetahui kelemahan-kelemahan diri kita, malah lebih baik daripada kita sendiri mengenal semua itu. Dan, Allah senantiasa siap untuk memberikan kepada kita rahmat yang kita perlukan untuk menanggapi sabda-Nya dengan penuh kepercayaan dan ketaatan.

Bagaimana kita dapat bertumbuh dalam iman? Katekismus Gereja Katolik (KGK) mengatakan kepada kita bahwa iman adalah sepenuhnya satu anugerah rahmat yang diberikan Allah kepada manusia. “Supaya dapat hidup dalam iman, dapat tumbuh dan dapat bertahan sampai akhir, kita harus memupuknya dengan Sabda Allah dan minta kepada Tuhan supaya menumbuhkan iman itu” (KGK, 162). Jadi, iman tidak datang karena kita melihat, melainkan dengan mendengar sabda Allah, dengan dengan percaya bahwa sabda-Nya sungguh dapat diandalkan karena Allah-lah Pengarangnya yang asli.

Yesus ingin memberikan kepada kita jauh lebih banyak daripada yang kita dapat minta atau bayangkan. Yesus menginginkan keakraban atau keintiman dengan kita masing-masing. Ia ingin mencurahkan cintakasih-Nya dan bersahabat dengan kita semua. Santo Augustinus dari Hippo pernah berkata: “Allah mengasihi kita masing-masing seakan-akan hanya ada seorang saja dari kita untuk dikasihi”. Oleh karena itu, marilah kita semakin mendekat kepada Tuhan dalam masa Adven ini dengan ekspektasi penuh pengharapan bahwa Dia akan memenuhi janji-janji-Nya.

DOA: Tuhan Yesus, aku mengasihi Engkau dan menyerahkan diriku sepenuhnya kepada-Mu. Jadikanlah hatiku seperti hati-Mu. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Disember 02, 2013

MEREKA PUN PERGI MEMBERITAKAN INJIL KE SEGALA PENJURU

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta Santo Fransiskus Xaverius, Imam – Pelindung Misi – Selasa, 3 Desember 2013)

Lalu Ia berkata kepada mereka, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: Mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun yang mematikan, mereka tidak akan mendapat celaka; merek akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh.”

Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke surga, lalu duduk di sebelah kanan Allah. Mereka pun pergi memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya. (Mrk 16:15-20)

Bacaan Pertama: 1Kor 9:16-19,22-23; Mazmur Tanggapan: Mzm 117:1-2

Bacaan hari ini adalah tentang kenaikan Tuhan Yesus. Kita hanya dapat memahami peristiwa kenaikan Tuhan ini jikalau kita melihatnya dalam kaitan dengan peristiwa-peristiwa sentral lainnya dalam kehidupan Yesus Kristus: …… kelahiran-Nya, sengsara dan kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya.

Karena kasih Bapa surgawi, Yesus Kristus diutus ke dalam dunia untuk menyelamatkan kita-manusia dari dosa dan kematian kekal. Ia lahir sebagai salah seorang dari kita, umat manusia. Lewat kematian-Nya di kayu salib, Yesus menang-berjaya atas dosa dan kematian kekal, dan kemenangan-Nya itu dimanisfestasikan dalam kebangkitan-Nya yang penuh kemuliaan. Yesus mengalami kegelapan dunia kematian dan pada hari ketiga Dia bangkit dengan jaya. Namun Yesus tidak bangkit hanya untuk mengambil kembali keberadaan-Nya di atas muka bumi yang telah dimulai-Nya pada saat kelahiran-Nya di Betlehem.

Kenaikan Tuhan Yesus menunjukkan, bahwa dia bangkit dari kematian dan masuk ke dalam suatu kehidupan surgawi yang baru. Kenaikan Tuhan Yesus ke surga berarti kembali-Nya kepada Bapa, pemuliaan-Nya di surga di sebelah kanan Bapa, peninggian-Nya sebagai Tuhan Kehidupan. Jadi kenaikan Tuhan Yesus adalah suatu bagian integral dari kebangkitan-Nya, sebagai buah yang adalah bagian dari sebatang pohon. Kenaikan Tuhan Yesus menunjukkan kebaharuan dan kepenuhan dari hidup kebangkitan-Nya. Kita memang tidak dapat membayangkan macam apa hidup kebangkitan itu. Bahkan kita tidak mempunyai kata yang pas untuk menggambarkannya. Namun ada sepatah kata yang kita dengar dan akan dengar lagi dari waktu ke waktu dalam Misa dan doa-doa: KEMULIAAN! Memang kata ini bukanlah kata yang memadai, tetapi inilah kata satu-satunya yang terdapat dalam perbendaharaan kata kita. Yesus naik ke suatu kehidupan yang penuh kemuliaan.

Kenaikan Tuhan Yesus penting bagi kita karena kehidupan ini begitu berharga. Kita berpegang pada kehidupan di dunia ini, meskipun banyak mengalami kesusahan, frustrasi dan bermacam-macam penderitaan lainnya. Kita berpegang pada kehidupan dunia ini karena inilah satu-satunya yang kita ketahui. Di sisi lain kita pun tidak menginginkan kehidupan seperti ini untuk selama-lamanya. Sebenarnya dalam hati setiap insan terdapat kerinduan akan suatu kehidupan sempurna yang tidak mengenal akhir, kehidupan yang penuh kemuliaan.

Di zaman kuno, orang-orang mencari sumber air yang mampu membuat awet muda dan tidak akan mati. Kedengaran agak sedikit naive bagi telinga orang-orang pada zaman modern kita ini. Namun para ilmuwan zaman modern ini pun hampir sama naive-nya ketika mereka mencoba menyelidiki proses penuaan, dengan harapan dapat menemukan suatu cara untuk memperpanjang hidup manusia dan akhirnya dapat mencegah kematian itu sendiri. Kita harus percaya, bahwa kehidupan yang merupakan tujuan dari penciptaan kita tidaklah terdapat dalam dunia ini, tetapi di dalam surga. Kita memang harus menemukan kehidupan surgawi itu. Seperti Kristus, kita juga harus berjalan melalui dunia kematian sehingga kita dapat ikut ambil bagian dalam kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga. Kita telah dipanggil kepada suatu pengharapan besar dalam Kristus. Dalam dia kodrat manusia yang lemah telah dibangkitkan kepada kemuliaan. Pada suatu hari warisan-Nya yang mulia akan menjadi milik kita juga. Kita tidak perlu takut akan proses penuaan secara fisik yang pada satu titik kelak akan membawa kita berjumpa dengan Saudari Maut (badani). Yang perlu kita ketahui dan waspadai adalah kuasa dosa yang sangat merusak dan dapat menghancurkan kita sehabis-habisnya.

Sebelum kenaikan-Nya ke surga, Yesus memberikan Amanat kepada para murid-Nya untuk mewartakan Injil kepada semua makhluk dan menjanjikan segala kuasa serta tanda heran yang akan menyertai mereka. Orang kudus yang pestanya dirayakan oleh Gereja pada hari ini, Santo Fransiskus Xaverius (1506-1552), adalah contoh konkret dari seorang murid yang taat dan patuh kepada amanat Yesus itu. Dia mewartakan Kabar Baik Tuhan kita Yesus Kristus ke banyak penjuru dunia, termasuk Indonesia. Pewartaannya juga disertai dengan berbagai kuasa Roh dan tanda heran. Berikut ini adalah cerita singkat dari orang kudus ini:

Fransiskus Xaverius. Bersama-sama dengan S. Teresa dari Lisieux [1873-1897], S. Fransiskus Xaverius adalah orang-orang kudus pelindung Misi. S. Fransiskus Xaverius adalah misionaris terbesar yang dikenal Gereja sejak rasul Paulus. Tidak lama setelah Ignatius dari Loyola mendirikan Serikat Yesus, Fransiskus Xaverius mengikuti jejak kawan sekamarnya, Petrus Faber, bergabung dengan Serikat Yesus. Hatinya digerakkan oleh Roh Kudus untuk bergabung karena pertanyaan penuh tantangan yang diajukan oleh S. Ignatius dari Loyola: “Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” (Mat 16:26).

Kegiatan misioner S. Fransiskus Xaverius di Asia sudah diketahui dengan baik oleh banyak orang, termasuk kepulauan Maluku di Indonesia. Oleh karena itu tidak mengherankanlah apabila nama baptis Fransiskus Xaverius juga sudah menjadi nama “pasaran” di kalangan umat Katolik di Indonesia.

Sebelum sempat melakukan tugas misionernya di daratan Tiongkok, pada tanggal 21 November 1552 Fransiskus Xaverius jatuh sakit demam serta terkurung di pondok rindangnya di pantai pulau kecil San Jian. Dia dirawat oleh Antonio, seorang pelayan Tionghoa yang beragama Katolik. Beberapa tahun kemudian, Antonio menulis sebuah laporan tentang hari-hari terakhir hidup orang kudus itu di dunia. Fransiskus meninggal dunia pada tanggal 3 Desember dan jenazahnya dikuburkan di pulau itu. Pada musim semi tahun berikutnya, jenazahnya dibawa ke Malaka untuk dimakamkan di sebuah gereja Portugis di sana. Beberapa tahun kemudian sisa-sisa tubuhnya dibawa lagi ke Goa di India untuk dimakamkan di Gereja Bom Jesus.

DOA: Allah, penyelamat umat manusia, berbagai bangsa Kaujadikan milik-Mu berkat pewartaan Santo Fransiskus Xaverius. Semoga semangat kerasulannya berkobar-kobar dalam hati semua orang beriman, sehingga di mana-mana umat-Mu dapat berkembang subur. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, November 11, 2013

HIDUP YANG MERANGKUL SALIB KRISTUS

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Peringatan S. Yosafat, Uskup-Martir – Selasa, 12 November 2013)

Sebab Allah telah menciptakan manusia untuk kebakaan, dan dijadikan-Nya gambar hakekat-Nya sendiri. Tetapi karena dengki setan maka maut masuk ke dunia, dan yang menjadi milik setan mencari maut itu.
Tetapi jiwa orang benar ada di tangan Allah, dan siksaan tiada menimpa mereka. Menurut pandangan orang bodoh mereka mati nampaknya, dan pulang mereka dianggap malapetaka, dan kepergiannya dari kita dipandang sebagai kehancuran, namun mereka berada dalam ketenteraman. Kalaupun mereka disiksa menurut pandangan manusia, namun harapan mereka penuh kebakaan. Setelah disiksa sebentar mereka menerima anugerah yang besar, sebab Allah hanya menguji mereka, lalu mendapati mereka layak bagi diri-Nya. Laksana emas dalam dapur api diperiksalah mereka oleh-Nya, lalu diterima bagaikan korban bakaran. Maka pada waktu pembalasan mereka akan bercahaya, dan laksana bunga api berlari-larian di ladang jerami. Mereka akan mengadili para bangsa dan memerintah sekalian rakyat, dan Tuhan berkenan memerintah mereka selama-lamanya, Orang yang telah percaya pada Allah akan memahami kebenaran, dan yang setia dalam kasih akan tinggal pada-Nya. Sebab kasih setia dan belas kasihan menjadi bagian orang-orang pilihan-Nya. (Keb 2:23-3:9)

Mazmur Tanggapan: Mzm 34:2-3,16-19; Bacaan Injil: Luk 17:7-10

“Orang yang telah percaya pada Allah akan memahami kebenaran, dan yang setia dalam kasih akan tinggal pada-Nya” (Keb 3:9).

“Setia kepada Allah begitu sulit sekarang. Apakah sungguh ada artinya kesetiaan itu ketimbang upaya kita yang jatuh-bangun seperti ini?” Ini adalah sebuah pertanyaan yang seringkali timbul dalam sebuah dunia yang didominir oleh kemajuan-kemajuan teknologi yang bersifat dramatis namun disertai dengan suatu kemerosotan tajam dalam nilai-nilai moral dan disintegrasi dalam kehidupan keluarga yang terus berlangsung. Umat beriman telah berjuang dengan isu ini selama ribuan tahun lamanya. Jadi, hal ini bukanlah sekadar suatu gejala zaman modern.

Para pembaca Kitab Kebijaksanaan – orang-orang Yahudi yang tinggal di Mesir pada abad pertama S.M. – juga bukan kekecualian. Kesetiaan senantiasa akan memperoleh ganjaran. Bahkan dalam pencobaan-pencobaan, bencana serta musibah lainnya seperti kematian, maka “jiwa orang benar ada di tangan Allah” (Keb 3:1) dan “dalam kasih akan tinggal pada-Nya” (Keb 3:9).

Memang cukup mudahlah untuk menjadi setia selama segala sesuatu berjalan menurut apa yang kita inginkan. Namun bagaimanakah halnya ketika kita sedang mengalami kesulitan hidup? Bagaimana kita bereaksi – walaupun sudah berupaya dengan sebisa-bisanya – ketika si Jahat kelihatannya memenangkan semua pertempuran? Akan tetapi, ketika menyadari bahwa perkara-perkara yang kita hadapi jauh lebih besar daripada yang dapat kita tangani sendiri, maka kita pun dapat berdoa tidak seperti sebelum-sebelumnya. Kita dapat mulai melihat berbagai tantangan dan kesulitan hidup sebagai kesempatan-kesempatan untuk mengandalkan Allah yang sangat setia pada sabda-Nya. Bila kita dapat melihat pencobaan-pencobaan yang kita alami sebagai sedikit pendisiplinan atas diri kita dalam perjalanan kita menuju perolehan anugerah yang besar dalam bentuk kehidupan kekal (Keb 3:5), maka kita dapat membuat pilihan-pilihan sulit yang “bodoh” di mata orang, andaikata Jesus tidak bangkit dari antara orang mati (lihat 1Kor 15:14).

Pertimbangkanlah keputusan-keputusan yang telah diinspirasikan oleh iman yang sedemikian dalam diri orang-orang Kristiani lainnya. Santo Paulus melepaskan segala sesuatu yang dahulu dipandangnya sangat berharga demi mengikuti Kristus, walaupun “Ya”-nya menyebabkan dirinya mengalami penolakan, penyiksaan, kapal yang karam, dijebloskan ke dalam penjara dlsb. (lihat 2Kor 11:16-33).

Pilihan-pilihan “bodoh” seperti ini bukanlah sekadar diperuntukkan bagi para pahlawan iman seperti Paulus. Banyak orang Kristiani memeluk “kebodohan salib” (lihat 1Kor 1:18) lewat cara-cara yang kelihatannya biasa-biasa saja. Pikirkanlah mereka yang telah kehilangan pekerjaan, namun secara teratur masih memberi kolekte yang diperuntukkan bagi kaum miskin, dan mereka dengan/dalam iman masih menaruh kepercayaan pada penyelenggaran ilahi. Bagaimana kiranya seseorang yang telah disakiti hatinya oleh seorang sahabatnya sendiri (atau oleh seorang saudari/saudara sekomunitas dengannya), misalnya lewat gosip dan fitnah, namun ia menanggapinya dengan doa-doa dan pengampunan, bukan dengan rasa benci dan kepahitan? Ada banyak contoh dari umat yang menjalani hidup yang merangkul salib Kristus. Setiap kasus kelihatan sebagai “kebodohan murni”, namun bagi mereka semua itu adalah berdasarkan janji-janji Kristus sendiri.

Kita menghadapi pilihan-pilihan serupa pada setiap tahap kehidupan kita. Dapatkah kita cukup percaya akan kebangkitan, sehingga kita memilih logika kasih Allah daripada logika dunia?

DOA: Bapa surgawi, aku menaruh kepercayaan kepada-Mu dan menyerahkan setiap kebutuhanku ke dalam tangan-tangan kasih-Mu. Curahkanlah hikmat-Mu ke dalam hidupku dan tolonglah aku agar mau dan mampu membuat pilihan-pilihan yang keras demi Engkau saja. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, Oktober 05, 2013

KAMI HAMBA-HAMBA YANG TIDAK BERGUNA

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXVII [Tahun C] – 6 OKTOBER 2013)

Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan, “Tambahkanlah iman kami!” Jawab Tuhan, “Sekiranya kamu mempunyai iman sekecil biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Tercabutlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu.”

“Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak tanah atau menggembalakan ternak akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepda hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Apakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata; Kami hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.” (Luk 17:5-10)

Bacaan Pertama: Hab: 1:2-3; 2;2-4; Mzm 95:1-2, 6-9; Bacaan Kedua: 2Tim 1:6-8, 13-14

Menurut Yesus, iman – betapa pun kecilnya – adalah kunci yang membuka kuasa dari surga. Kuasa ini, tentunya, bukanlah suatu kekuatan yang dapat kita manipulasikan seturut keinginan atau kesukaan kita sendiri. Itulah sebabnya mengapa Yesus menggambarkan hati dari orang-orang yang mengenal dan mengasihi Bapa-Nya: Mereka memandang diri mereka sendiri sebagai “hamba-hamba yang tidak berguna” (Luk 17:10).

Ide sebagai “hamba-hamba yang tidak berguna” pada awalnya tentu terasa keras. Apakah Yesus benar-benar menginginkan kita untuk merasa tidak berguna, tidak berarti? Bukan begitu! Allah menciptakan kita dalam kasih, dan Ia sendiri melihat kita “sungguh amat baik” (Kej 1:31). Yesus memberikan perumpamaan ini sebagai potret seorang hamba yang begitu berdedikasi kepada tuannya dan mencintai tuannya itu dengan mendalam, sehingga dia melayani dan sungguh menghormatinya. Hamba ini tidak puas dengan hanya melakukan “persyaratan minimum” tugas pekerjaannya, tetapi dia ikhlas untuk membuang segalanya demi menyenangkan tuannya.

Kerendahan hati atau kedinaan sedemikian – yang membuka kunci kuat-kuasa Allah dalam hidup kita – datang selagi kita memohon kepada Roh Kudus untuk menyatakan kepada kita dengan lebih mendalam lagi akan keagungan, kesempurnaan, dan kekudusan Allah yang kita layani. Pernyataan/perwahyuan ini dapat mengubah hidup kita dan menggerakkan kita untuk memberikan keseluruhan hidup kita kepada-Nya. Kebaikan-Nya kepada kita dapat mencairkan hati kita: Dia mengetahui semua dosa dan kelemahan kita, namun Ia mengasihi kita secara lengkap dan tanpa syarat sedikit pun. Allah adalah Tuhan yang harus kita layani dengan penuh syukur dan kasih, bukan dengan rasa takut dan rasa benci terhadap diri kita sendiri karena dosa-dosa kita.

Santo Paulus menulis kepada jemaat di Korintus, “Kasih Kristus menguasai kami, karena kami telah mengerti bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” (2Kor 5:14-15). Hidup untuk Kristus akan menempatkan kita pada posisi yang sangat dekat dengan hasrat-hasrat-Nya. Sebagai akibatnya, doa-doa kita dan kata-kata kita akan mengalir dari kehendak-Nya dan hati-Nya.

DOA: Tuhan Yesus, keagungan-Mu memenuhi surga dan bumi, namun Engkau merendahkan diri-Mu demi menyelamatkan diriku dari maut karena dosa-dosaku. Engkau layak dan pantas untuk menerima semua afeksi dan ketaatanku. Tuhan Yesus, dengan rendah hati aku memberikan kepada-Mu seluruh hidupku. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Oktober 02, 2013

MENJADI PEKERJA-PEKERJA UNTUK TUAIAN ITU

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXVI – Kamis, 3 Oktober 2013)

Setelah itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka, “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan pemilik tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau kantong perbekalan atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal padanya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah. Jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu. Tetapi jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu tidak tidak diterima di situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu dan serukanlah: Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami kebaskan di depanmu; tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: Pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya daripada kota itu.” (Luk 10:1-12)

Bacaan Pertama: Neh 8:1-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 19:8-11

Yesus menginginkan agar semua orang diselamatkan. Ini senantiasa menjadi hasrat hati-Nya yang terdalam, dan inilah alasan mengapa Dia mengutus para murid-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem. Lukas merupakan satu-satunya pengarang Injil yang mencatat perjalanan misioner 70 (atau 72) orang murid Yesus ini. Kelihatannya Lukas ingin mengingatkan para pembaca Injilnya akan sifat misioner dari Gereja yang akan digambarkannya secara lebih lengkap dalam “Kisah Para Rasul”.

Malah ada sejumlah pakar Kitab Suci yang melihat adanya suatu keterkaitan antara jumlah murid yang diutus dan jumlah bangsa yang ada dalam dunia seturut ajaran para rabi abad pertama. Dalam “Kisah Para Rasul” tercatat bahwa sesaat sebelum Yesus diangkat ke surga, Dia mengatakan bahwa dengan kuasa Roh Kudus para murid-Nya akan menjadi saksi-saksi-Nya di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan ‘sampai ke ujung bumi’” (Kis 1:8). Dengan demikian para murid akan mewartakan Injil kepada suatu perwakilan dari seluruh dunia.

Dalam hati-Nya, Yesus sangat mengetahui bahwa tuaian memang banyak, akan tetapi waktunya sangatlah singkat. Ada begitu banyak orang yang harus diperhatikan, begitu banyak yang perlu melihat tanda-tanda Kerajaan yang akan datang, sehingga Yesus mengutus para “duta”-Nya untuk mempersiapkan orang-orang agar dapat menerima karunia salib. Mereka tidak perlu meyakinkan orang-orang dengan berbagai argumen yang rumit-jelimet atau spekulasi yang tinggi-tinggi. Sebaliknya, mereka diminta untuk – dalam nama-Nya – menyembuhkan orang sakit, mengusir roh-roh jahat yang merasuki orang-orang (Luk 10:17), dan mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat (Luk 10:9). Dengan demikian, tergantung pada setiap orang untuk memutuskan apakah menerima Yesus atau menolak-Nya.

Yesus mengingatkan para murid-Nya bahwa dalam menjalankan misi mereka, mereka akan menghadapi perlawanan secara diam-diam dan/atau terang-terangan. Yesus mengutus mereka seperti “anak-anak domba ke tengah-tengah serigala” (lihat Luk 10:3). Akan tetapi, walaupun di tengah-tengah oposisi, pengejaran dan penganiayaan, mereka harus mendekati orang-orang dengan sebuah pengharapan yang didasarkan pada iman akan kebesaran tak-tertandingi dari kuat-kuasa Allah.

Bahkan pada hari ini, sementara kita menantikan tuaian akhir, Yesus masih saja memanggil kita untuk mewartakan Injil ke tengah-tengah dunia. Dengan kasih kita satu sama lain, dengan ketaatan penuh kerendahan hati kepada Allah, dan dengan kata-kata yang kita ucapkan, kita dapat ikut ambil bagian dalam peranan murid-murid Yesus yang pertama sebagai duta-duta-Nya. Kita juga merupakan “pekerja-pekerja” yang ingin diutus oleh Yesus untuk menuai. Karena Kerajaan-Nya sedemikian berharga, marilah kita mengkomit diri kita untuk bekerja bagi Tuhan seturut panggilan-Nya kepada kita.

DOA: Tuhan Yesus, bukalah mata (hati) kami agar dapat melihat bahwa tuaian memang banyak. Utuslah kami, ya Tuhan, sebagai pekerja-pekerja-Mu. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, September 13, 2013

PESTA SALIB SUCI

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Pesta Salib Suci – Sabtu, 14 September 2013)

Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Flp 2:6-11)

Bacaan Pertama Alternatif: Bil 21:4-9; Mazmur Tanggapan: Mzm 78:1-2,34-38; Bacaan Injil: Yoh 3:13-17

Pada Pesta Salib Suci ini, marilah kita bersukacita atas karya salib Kristus dan dengan penuh keyakinan masuk ke dalamnya. Salib Kristus masih memiliki kuat-kuasa bagi kita pada hari ini, dan Allah memaksudkan salib itu agar membawa hidup dan pertolongan bagi kita.

Karya salib Kristus adalah dasar kebenaran di atas mana Gereja dan setiap orang yang dibaptis “dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus” (Mat 28:19) berdiri. Seluruh hidup Yesus diarahkan kepada salib (Mrk 8:31); kematian-Nya pada kayu salib adalah bagian dari rencana Allah bagi umat-Nya (Kis 13:28-30). Salib Kristus membebaskan kita dari dosa (Rm 8:3) dan merekonsiliasikan kita dengan Allah (Kol 1:20). Salib Kristus membangun kembali damai-sejahtera dan merupakan sumber kehidupan kita (Yoh 3:14-15). Efek salib Kristus bersifat abadi dan universal.

Keajaiban salib Kristus adalah bahwa salib itu juga menjangkau kehidupan kita sehari-hari. Seperti para kudus di surga yang mengenal serta mengalami kemenangan salib Kristus (Why 12:10-11), demikian juga Allah ingin agar kehidupan sehari-hari para anggota Gereja-Nya memanifestasikan kemenangan dan kuat-kuasa salib Kristus. Karena kemenangan salib Kristus, maka segenap ciptaan menjadi subjek dari otoritas Yesus: “Dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:10-11).

Gereja dengan kokoh berdiri dalam suatu posisi mulia penuh kemenangan atas kegelapan yang mengelilinginya karena darah Kristus yang dicurahkan bagi kita di atas kayu salib. Kita perlu percaya akan kebenaran ini dan bertindak dalam iman atasnya. Konflik-konflik dalam hidup perkawinan, perpecahan dalam keluarga, sikap masa bodoh terhadap Kristus dan Gereja-Nya dlsb.: semua ini adalah masalah-masalah yang harus dihadapi oleh keluarga-keluarga Kristiani. Dikumpulkan bersama, masalah-masalah seperti ini bersama-sama dengan banyak masalah lain membentuk apa yang kelihatan hampir seperti kegelapan yang menyelimuti Gereja.

Namun kita tidak boleh bergetar menghadapi semua masalah itu. Sebaliknya, kita harus memproklamasikan kebenaran: Darah salib Kristus telah mengalahkan semua kejahatan! Bahaya riil yang dihadapi Gereja adalah bahwa kita tidak lagi percaya bahwa salib Kristus telah berkemenangan. Namun apakah kita mengakuinya atau tidak, kebenarannya adalah bahwa Kristus – melalui salib-Nya – telah mengalahkan kejahatan dan kita perlu memeluk karya salib Kristus dalam iman.

DOA: Kami menyembah Engkau, Tuhan Yesus Kristus, di sini dan di semua gereja-Mu yang ada di seluruh dunia; dan kami memuji Engkau, sebab dengan salib suci-Mu Engkau telah menebus dunia. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, September 12, 2013

SATU-SATUNYA ORANG YANG QUALIFIED

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Yohanes Krisostomos, Uskup-Pujangga Gereja – Jumat, 13 September 2013)

Yesus menyampaikan lagi suatu perumpamaan kepada mereka, “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang? Seorang murid tidak lebih daripada gurunya, tetapi siapa saja yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya. Mengapa engkau melihat serpihan kayu di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan serpihan kayu yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan serpihan kayu itu dari mata saudaramu.” (Luk 6:39-42)

Bacaan Pertama: 1Tim 1:1-2,12-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 16:1,2,5,7-8,11

Terutama dalam masa ketidakpastian seperti sekarang ini, tidak mengherankanlah apabila jumlah “guru-guru kebijaksanaan”, “guru-guru spiritual” dan teristimewa para “motivator” menjadi semakin banyak saja yang beroperasi dalam masyarakat kita untuk menawarkan jasa-jasa “baik” dan mengajarkan “kiat-kiat” menuju “sukses” kehidupan, menurut versi mereka masing-masing tentunya. Di Pulau Dewata, misalnya, ada seorang guru spiritual yang berasal dari India yang mengajar dan mempunyai sekelompok murid.

Di lain pihak, ada juga iklan-iklan di TV dan media massa lainnya dan tulisan-tulisan dalam berbagai surat-kabar yang mencoba mempengaruhi kita, tidak hanya berkaitan dengan barang/jasa apa yang harus kita beli melainkan juga bagaimana seharusnya kita berpikir, memilih dan berelasi satu sama lain. Dalam keadaan hiruk-pikuk seperti ini siapakah yang dapat kita percayai? Di manakah kita dapat menemukan bimbingan spiritual yang sejati? Guru manakah yang sungguh qualified? Yesus melontarkan sebuah pertanyaan sangat relevan yang harus membuat kita berpikir dan menanggapinya: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang?” (Luk 6:39).

Dalam hal ini Santo Paulus memberikan sebuah petunjuk penting. Ia menyebut dirinya sendiri sebagai seorang “rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah” (1Tim 1:1), namun kualifikasi dirinya yang ditulisnya untuk pelayanannya sebagai rasul mengejutkan juga. Bukannya suatu “litani” dari berbagai gelar akademis yang berhasil diraihnya dan juga berbagai capaian lainnya selama hidupnya, Paulus memberi gelar kepada dirinya sebagai seorang penghujat, penganiaya dan ganas yang telah menerima belas kasih dan rahmat dari Tuhan (1Tim 1:13-14). Sebagaimana Paulus melihatnya, satu-satunya orang yang qualified sebagai seorang pengurus (steward) dari belas kasih Allah adalah orang yang telah mengalami belas kasih itu. Pengalaman akan Allah/Yesus (experience of God/Jesus) memang merupakan suatu hal yang bersifat hakiki dalam hidup Kekristenan yang sejati. Lihatlah riwayat hidup para kudus seperti S. Augustinus dari Hippo [354-430], S. Fransiskus dari Assisi [1181-1226], S. Bonaventura [1221-1274], S. Thomas More [1478-1535], S. Ignatius dari Loyola [1491-1556], S. Teresa dari Lisieux [1873-1897] dan begitu banyak lagi para kudus lainnya.

Hal-hal yang membuat orang banyak merasa tertarik kepada Paulus adalah dedikasinya, kejujurannya, integritasnya, dan kemampuannya untuk menjadi segalanya bagi semua orang. Bukankah pembimbing spiritual seperti ini yang menarik dan sungguh kita butuhkan? Bukannya mereka yang pergi ke sana ke mari hanya untuk tebar pesona dan membingungkan kita dengan rupa-rupa gelar akademis serta janji-janji yang tidak realistis, atau menyerang orang-orang lain dengan kata-kata tajam yang tidak membangun. Kita ditarik untuk mendekat kepada mereka yang berjalan bersama-sama dalam perjalanan kita, mereka yang menyemangati dan mendorong kita untuk bertekun, dan mengatakan kepada kita bagaimana sang Gembala Baik telah mendampingi mereka melalui “lembah-lembah kekelaman” (lihat Mzm 23). Pemberian semangat dan dorongan positif ini lebih meyakinkan lagi, teristimewa jika Allah juga belum selesai dengan perkara mereka sendiri, namun mereka sangat menyadari bahwa Allah belum menyerah dalam perkara mereka dan terus menyembuhkan, mengampuni dan mentransformasikan mereka dalam Kristus. Inilah orang-orang yang dinamakan oleh P. Henri Nouwen sebagai wounded healer, “penyembuh yang terluka”.

Orang-orang seperti ini tidak akan banyak berbicara mengenai kelemahan-kelemahan kita (“serpihan kayu”; Luk 6:41-42). Sebaliknya, mereka akan banyak syering tentang bagaimana Allah sedang bekerja mengampuni dan mengatasi “balok-balok” dalam hidup mereka. Mereka tidak menunjuk-nunjuk dosa kita, melainkan dengan lemah lembut berbicara berkaitan dengan hal-hal yang berada di bawah permukaan, yaitu rasa haus dan lapar kita akan Allah, kerinduan kita akan kasih-Nya yang tanpa syarat, pengampunan-Nya, serta suatu awal yang baru dan menyegarkan. Orang-orang itu adalah pemimpin-pemimpin sejati dalam Tubuh Kristus, dan pemimpin-pemimpin seperti itulah yang menjadi murid-murid Kristus “yang sama dengan Gurunya” (lihat Luk 6:40).

DOA: Bapa surgawi, Engkau adalah Allah yang berbelas kasih. Kami telah menerima bela-rasa dan pengampunan dari-Mu. Buatlah kami kembali menjadi seturut citra-Mu. Apabila kami tergoda untuk mengkritisi atau menghakimi orang-orang lain, bukalah mata kami agar mampu melihat kedalaman cintakasih-Mu – bagi mereka dan bagi kami. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, September 06, 2013

KETEKUNAN

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXII – Sabtu, 7 September 2013)

Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan menjadi musuh-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya. Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak berguncang dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya. (Kol 1:21-23)

Mazmur Tanggapan: Mzm 54:3-4,6,8; Bacaan Injil: Luk 6:1-5

“Kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak berguncang dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil” (Kol 1:23).

Ketekunan praktis harus dimiliki oleh setiap orang, apakah dia seorang inventor, seorang mahasiswa atau akademisi, seorang usahawan, seorang rohaniwan, seorang biarawati atau biarawan, seorang ayah, seorang ibu, dlsb. Untuk berhasil mencapai tujuan kita – walaupun menghadapi banyak rintangan – ketekunan sangat dibutuhkan.

Melalui pengorbanan Yesus di kayu salib, semua dosa kita telah diampuni, dan persahabatan penuh dengan Allah telah dipulihkan pula. Sekarang, Yesus berjanji bahwa Dia akan mempersatukan kita dengan diri-Nya sendiri di surga. Yang diminta-Nya hanyalah bahwa kita “bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak berguncang dan tidak mau digeser dari pengharapan Injil” (Kol 1:23). Dengan perkataan lain, Yesus ingin agar kita bertekun. Ia ingin agar kita tidak pernah menyerah dan membuang Dia.

Ketekunan dapat merupakan keutamaan yang paling menantang. Namun ketekunan itulah yang membuat perbedaan! Lihatlah misalnya peran orangtua dalam keluarga. Membangun suatu lingkungan rumah tangga yang memberikan rasa aman-nyaman dan penuh kasih bagi anak-anak mereka menyangkut kerja keras dan banyak pengorbanan. Sayangnya ada orangtua yang tidak bertekun. Mereka kemudian meninggalkan tanggungjawab mereka dan hal sedemikian berakibat negatif pada diri mereka sendiri dan anak-anak mereka. Pada zaman modern – teristimewa di dunia barat – kelihatan adanya peningkatan dalam angka perceraian yang terjadi dalam masa ekonomi sulit. Dalam situasi sulit seperti itu, kesaksian para pasutri yang tetap hidup bersama dengan setia dan menikmati ganjaran dari komitmen mereka sungguh menyentuh hati.

Kristus yang berdiam dalam diri kitalah yang memberdayakan kita untuk melanjutkan hidup iman kita dan bertekun dalam melakukan tugas-tugas kita. Jika kita pernah berhenti menggantungkan diri pada-Nya, maka banyak tujuan kita akan menjadi beban yang sangat berat dan tidak mungkin lagi sanggup terpikul. Akan tetapi apabila kita menempatkan pengharapan kita dalam kasih Allah bagi kita dalam Kristus, maka tidak hanya kegigihan atau keuletan kita saja yang mendukung kita, melainkan juga kuasa kehidupan yang tak dapat dihancurkan dari Yesus sendiri. Kita harus senantiasa mengingat bahwa Allah tidak sekadar memberi ganjaran atas ketekunan kita dengan memberikan kita Roh Kudus-Nya. Dia juga memberikan kepadakita Roh Kudus-Nya agar kita dapat bertekun. Dan dengan Roh-Nya di dalam hati kita, bagaimana mungkin kita gagal?

DOA: Tuhan Yesus, aku ingin tetap teguh berdiri di atas pengharapan Injil. Tolonglah aku agar dapat mengerjakan sampai tuntas segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku untuk kulakukan dalam hidup ini, sehingga dengan demikian aku dapat mengenal dan mengalami berkat-berkat secara penuh dari penebusan yang telah Engkau menangkan bagi diriku. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

SETIAP HARI ALLAH MENAWARKAN ANGGUR BARU KEPADA KITA

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXII – Jumat, 6 September 2012)

Orang-orang Farisi itu berkata lagi kepada Yesus, “Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum.” Jawab Yesus kepada mereka, “Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa pada waktu mempelai itu bersama mereka? Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”
Ia menyampaikan juga suatu perumpamaan kepada mereka, “Tidak seorang pun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada baju yang tua. Jika demikian, yang baru itu juga akan koyak dan pada yang tua itu tidak akan cocok kain penambal yang dikoyakkan dari yang baru itu. Demikian juga tidak seorang pun menuang anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula. Tidak seorang pun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik.” (Luk 5:33-39)

Bacaan Pertama: Kol 1:15-20; Mazmur Tanggapan: Mzm 100:2-5

Lewi, seorang pemungut cukai sedang duduk di “kantor”-nya (tempat pemungutan cukai) ketika Yesus memanggilnya (Luk 5:27-28). Lewi langsung bangkit dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia sebagai murid-Nya. Entusiasme Lewi begitu besar sehingga dia mengadakan suatu perjamuan besar untuk Yesus di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain diundangnya juga agar dapat berjumpa dengan Dia serta turut makan bersama-sama dengan-Nya (lihat Luk 5:29). Ini adalah setting dari perjumpaan Yesus dengan orang-orang Farisi yang kita baca dalam Injil hari ini

Yesus makan bersama dengan para pemungut pajak dan “orang-orang berdosa” lainnya, jenis-jenis orang yang justru dihindari oleh orang-orang Farisi. Mereka mencoba menjebak Yesus dengan melontarkan pertanyaan kepada para murid-Nya sambil bersungut-sungut: “Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” (Luk 5:30). Yesus langsung menjawab mereka, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat” (Luk 5:31-32).

Lalu orang-orang Farisi itu melontarkan lagi pertanyaan-jebakan yang berkaitan dengan puasa dan doa, bahkan dengan membanding-bandingkan para murid-Nya dengan murid-murid Yohanes Pembaptis dan murid-murid orang Farisi sendiri: “Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum” (Luk 5:33). Yesus menjawab bahwa waktu ini adalah waktu untuk bergembira karena Allah baru saja mendatangkan suatu kunjungan baru kuasa-Nya, rahmat-Nya, dan kasih-pemeliharaan-Nya bagi Lewi dan kawan-kawannya. Yesus tidak datang untuk menghancurkan hukum-hukum dan tradisi-tradisi yang berlaku. Berpuasa dan berdoa memang suatu keharusan, namun Yesus – sang mempelai laki-laki – sedang berada bersama mereka. Ini adalah waktu untuk bergembira penuh sukacita dalam kehadiran-Nya dan merangkul segala berkat yang diberikan oleh-Nya.

Kenyataan bahwa Lewi menerima Yesus menunjukkan bahwa untuk minum anggur baru yang ditawarkan Yesus, kita perlu memiliki hati yang baru. Kita perlu berjalan melalui suatu perubahan dalam pemikiran dan tindakan kita. Mengapa bagi orang-orang Farisi kelihatannya begitu sulit untuk mengalami perubahan seperti yang dialami Lewi? Memang sulit, karena kita dapat dengan mudah merasa nyaman dalam cara-cara kita melakukan segala sesuatu, bahkan dalam cara kita mengikuti Yesus. Memang sedih kalau kita memikirkan bahwa ada banyak orang yang bahkan mencicipi anggur baru saja mereka tidak mau, karena mereka mengatakan “anggur yang lama” sudah cukup baik.

Setiap hari Allah menawarkan “anggur baru” kepada kita melalui kehadiran Roh Kudus-Nya dalam hati kita masing-masing. Setiap hari Roh Kudus memberikan kepada kita kesempatan-kesempatan atau peluang-peluang yang segar kepada kita agar kita dapat bertumbuh dalam pemahaman dan devosi kita kepada Allah. Pada hari ini, marilah kita mencari Yesus dengan segenap hati kita dan percaya pada kehadiran Roh Kudus dalam diri kita. Selagi kita melakukannya, maka pernyataan kasih Allah bagi kita akan menjadi suatu realitas yang hidup. Kita akan menjadi seperti kantong anggur baru yang diisi dengan anggur baru, yang dapat semakin matang menjadi anggur yang istimewa dan sungguh menyenangkan hati-Nya.

DOA: Bapa surgawi, aku masuk melalui pintu gerbang-Mu dengan nyanyian syukur (Mzm 100:4)! Penuhi diriku dengan anggur baru dari kuasa-Mu dan kehadiran-Mu sehingga dengan demikian aku dapat mengikuti jejak Yesus Kristus, Putera-Mu terkasih, dengan lebih setia lagi. Terima kasih untuk kasih-Mu dan berkat-berkat-Mu dalam kehidupanku. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS