(Bacaan Pertama
Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIV – Rabu, 10 Juli 2013)
Keluarga
Fransiskan: Peringatan S. Nikolaus Pick dkk.-Martir; khusus OFS dan OSCCap.:
Peringatan/Pesta: S. Veronika Yuliani, Perawan
Ketika seluruh
negeri Mesir menderita kelaparan, dan rakyat berteriak meminta roti kepada
Firaun, berkatalah Firaun kepada semua orang Mesir: “Pergilah kepada Yusuf,
perbuatlah apa yang akan dikatakannya kepadamu.” Kelaparan itu merajalela di
seluruh bumi. Maka Yusuf membuka segala lumbung dan menjual gandum kepada orang
Mesir, sebab makin hebat kelaparan itu di tanah Mesir. Juga dari seluruh bumi
datanglah orang ke Mesir untuk membeli gandum dari Yusuf, sebab hebat kelaparan
itu di seluruh bumi.
Jadi di antara
orang yang datang membeli gandum terdapatlah juga anak-anak Israel, sebab ada
kelaparan di tanah Kanaan.
Sementara itu Yusuf
telah menjadi mangkubumi di negeri itu; dialah yang menjual gandum kepada
seluruh rakyat negeri itu. Jadi ketika saudara-saudara Yusuf datang,
kepadanyalah mereka menghadap dan sujud dengan mukanya sampai ke tanah. Ketika
Yusuf melihat saudara-saudaranya, segeralah mereka dikenalnya, tetapi ia
berlaku seolah-olah ia seorang asing kepada mereka; ia menegur mereka dengan
membentak, katanya: “Dari mana kamu?” Jawab mereka: “Dari tanah Kanaan untuk
membeli bahan makanan.”
Dan
dimasukkannyalah mereka bersama-sama ke dalam tahanan tiga hari lamanya.
Pada hari yang
ketiga berkatalah Yusuf kepada mereka: “Buatlah begini, maka kamu akan tetap
hidup, aku takut akan Allah. Jika kamu orang jujur, biarkanlah dari kamu
bersaudara tinggal seorang terkurung dalam rumah tahanan, tetapi pergilah kamu,
bawalah gandum untuk meredakan lapar seisi rumahmu. Tetapi saudaramu yang
bungsu itu haruslah kamu bawa kepadaku, supaya perkataanmu itu ternyata benar
dan kamu jangan mati.” Demikianlah diperbuat mereka. Mereka berkata seorang
kepada yang lain: “Betul-betullah kita menanggung akibat dosa kita terhadap
adik kita itu: bukankah kita melihat bagaimana sesak hatinya, ketika ia memohon
belas kasihan kepada kita, tetapi kita tidak mendengarkan permohonannya. Itulah
sebabnya kesesakan ini menimpa kita.” Lalu Ruben menjawab mereka: “Bukankah
dahulu kukatakan kepadamu: Janganlah kamu berbuat dosa terhadap anak itu!
Tetapi kamu tidak mendengarkan perkataanku. Sekarang darahnya dituntut dari
pada kita.” Tetapi mereka tidak tahu, bahwa Yusuf mengerti perkataan mereka,
sebab mereka memakai seorang juru bahasa. Maka Yusuf mengundurkan diri dari
mereka, lalu menangis. (Kej 41:55-57; 42:5-7a,17-24a)
Mazmur Tanggapan:
Mzm 33:2-3,10-11,18-19; Bacaan Injil: 10:1-7
Ketika Yusuf (anak
kesayangan Yakub/Israel dari istrinya yang bernama Rahel) memangku jabatan
mangkubumi di Mesir, saudara-saudaranya datang kepadanya untuk membeli bahan
makanan karena pada masa itu memang terjadi kelaparan yang merajalela di
seluruh bumi. Pada saat mereka bertemu dengan Yusuf di Mesir itu, tidak satu
pun dari saudara-saudaranya itu mengenalinya, dan Kitab Suci mencatat bahwa
Yusuf “berlaku seolah-olah ia seorang asing kepada mereka” (Kej 42:7). Tentunya
hal sedemikian tidak mengherankan. Bertahun-tahun sebelumnya, Yusuf dijual oleh
saudara-saudaranya kepada orang Ismael (Arab) senilai dua puluh syikal perak
dan kemudian dijual oleh orang-orang Arab itu sebagai budak di Mesir (bacalah:
Kej 37:12-36). Bayangkanlah sakit hati dan kemarahan yang dirasakan oleh Yusuf
pada saat-saat penderitaannya itu: dikhianati oleh saudara-saudaranya sendiri
ketika berumur 17 tahun, dipisahkan dari ayahnya yang sudah tua dan sangat
mengasihinya, dan dipaksa masuk ke dalam perbudakan di sebuah negeri asing.
Seakan-akan belum
cukup penderitaan yang harus ditanggungnya, selagi Yusuf menjadi budak di rumah
Potifar, ia difitnah dan dijebloskan ke dalam penjara karena “katanya” mencoba
menggauli (melakukan pelecehan seksual) istri majikannya (bacalah: Kej
39:1-23). Namun Kitab Kejadian mencatat dan meyakinkan para pembacanya bahwa
“TUHAN (YHWH) menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan
membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu …… dan apa yang dikerjakannya
dibuat YHWH berhasil” (Kej 39:21-23). Pada akhirnya Yusuf dibebaskan dari
penjara dan kemudian menjadi pejabat nomor dua di negeri Mesir, satu tingkat
saja di bawah Firaun.
Seandainya kita
(anda dan saya) adalah Yusuf yang sedang berhadap-hadapan dengan
saudara-saudaranya, bagaimana kiranya perasaan kita? Marah? Terluka? Ingin
membalas dendam? Tentunya dalam hal ini Yusuf mengalami pergumulan dalam
dirinya (suatu intra-personal conflict) sehubungan dengan pikiran-pikiran
seperti itu dlsb. Pertama-tama, dia memang memperlakukan para saudaranya dengan
keras, karena apa yang telah mereka lakukan atas dirinya bukanlah sesuatu yang
mudah untuk diampuni. Yusuf sesungguhnya bergumul guna memilih antara panggilan
surgawi untuk mengampuni dan rasa sakit hatinya dan hasrat untuk membalas
dendam. Namun, Allah senantiasa menyertai Yusuf selagi dia mengalami pergumulan
batin itu. Allah tetap setia kepada Yusuf dan menganugerahkan kepadanya
kuat-kuasa untuk mengampuni saudara-saudaranya dan memperhatikan serta
menanggapi kebutuhan-kebutuhan mereka secara positif.
Saudari dan
Saudaraku yang dikasihi Kristus, cerita yang indah-memikat hati dari Kitab Suci
Perjanjian Lama ini tentunya sudah kita kenal sejak masa sekolah rakyat dahulu.
Akan tetapi, apakah yang dapat kita pelajari dari cerita ini? Yang jelas kita
membutuhkan rahmat dari Allah. Hanya dengan pertolongan-Nya saja kita dapat
mengampuni apa dan siapa saja. Kadang-kadang pengampunan dapat terjadi secara
instan, namun lebih sering pengampunan ini berupa proses yang berkembang secara
bertahap dengan berjalannya waktu seturut mengurangnya rasa marah dan sakit
hati kita.
Sekarang, bagaimana
kita (anda dan saya) berurusan dengan sakit hati dalam hidup kita? Dapatkah
kita mengatakan – dalam doa – kepada Allah bahwa kita ingin mengampuni
orang-orang yang telah bersalah kepada kita, yang telah sangat menyakiti hati
kita dlsb.? Hanya mengatakan dengan tulus hati, “Tuhanku dan Allahku, aku
sungguh ingin mengampuni”, maka kita akan mengalami awal dari suatu proses
penyembuhan yang penuh kuat-kuasa ilahi. Apabila kita bertekun di hadapan
Allah, maka dunia pun akan menjadi sedikit lebih cerah bagi kita, dan Allah
akan melimpahkan lebih banyak lagi rahmat dan berkat-Nya bagi kita. Yang
diperlukan hanyalah sedikit kejujuran dari pihak kita masing-masing dan hati
terbuka di hadapan hadirat-Nya.
DOA: Tuhanku dan
Allahku, bawalah damai-sejahtera-Mu ke dalam setiap relasi-Mu dengan diriku dan
anak-anak-Mu yang lain juga. Tunjukkanlah kepadaku bagaimana membawa
belaskasih-Mu dan cintakasih-Mu ke dunia di sekelilingku, teristimewa kepada
mereka yang sedang menderita karena memendam akar kepahitan. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan