Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Selasa, Julai 09, 2013

KUAT-KUASA UNTUK MENGAMPUNI

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIV – Rabu, 10 Juli 2013)
Keluarga Fransiskan: Peringatan S. Nikolaus Pick dkk.-Martir; khusus OFS dan OSCCap.: Peringatan/Pesta: S. Veronika Yuliani, Perawan

Ketika seluruh negeri Mesir menderita kelaparan, dan rakyat berteriak meminta roti kepada Firaun, berkatalah Firaun kepada semua orang Mesir: “Pergilah kepada Yusuf, perbuatlah apa yang akan dikatakannya kepadamu.” Kelaparan itu merajalela di seluruh bumi. Maka Yusuf membuka segala lumbung dan menjual gandum kepada orang Mesir, sebab makin hebat kelaparan itu di tanah Mesir. Juga dari seluruh bumi datanglah orang ke Mesir untuk membeli gandum dari Yusuf, sebab hebat kelaparan itu di seluruh bumi.
Jadi di antara orang yang datang membeli gandum terdapatlah juga anak-anak Israel, sebab ada kelaparan di tanah Kanaan.
Sementara itu Yusuf telah menjadi mangkubumi di negeri itu; dialah yang menjual gandum kepada seluruh rakyat negeri itu. Jadi ketika saudara-saudara Yusuf datang, kepadanyalah mereka menghadap dan sujud dengan mukanya sampai ke tanah. Ketika Yusuf melihat saudara-saudaranya, segeralah mereka dikenalnya, tetapi ia berlaku seolah-olah ia seorang asing kepada mereka; ia menegur mereka dengan membentak, katanya: “Dari mana kamu?” Jawab mereka: “Dari tanah Kanaan untuk membeli bahan makanan.”
Dan dimasukkannyalah mereka bersama-sama ke dalam tahanan tiga hari lamanya.
Pada hari yang ketiga berkatalah Yusuf kepada mereka: “Buatlah begini, maka kamu akan tetap hidup, aku takut akan Allah. Jika kamu orang jujur, biarkanlah dari kamu bersaudara tinggal seorang terkurung dalam rumah tahanan, tetapi pergilah kamu, bawalah gandum untuk meredakan lapar seisi rumahmu. Tetapi saudaramu yang bungsu itu haruslah kamu bawa kepadaku, supaya perkataanmu itu ternyata benar dan kamu jangan mati.” Demikianlah diperbuat mereka. Mereka berkata seorang kepada yang lain: “Betul-betullah kita menanggung akibat dosa kita terhadap adik kita itu: bukankah kita melihat bagaimana sesak hatinya, ketika ia memohon belas kasihan kepada kita, tetapi kita tidak mendengarkan permohonannya. Itulah sebabnya kesesakan ini menimpa kita.” Lalu Ruben menjawab mereka: “Bukankah dahulu kukatakan kepadamu: Janganlah kamu berbuat dosa terhadap anak itu! Tetapi kamu tidak mendengarkan perkataanku. Sekarang darahnya dituntut dari pada kita.” Tetapi mereka tidak tahu, bahwa Yusuf mengerti perkataan mereka, sebab mereka memakai seorang juru bahasa. Maka Yusuf mengundurkan diri dari mereka, lalu menangis. (Kej 41:55-57; 42:5-7a,17-24a)

Mazmur Tanggapan: Mzm 33:2-3,10-11,18-19; Bacaan Injil: 10:1-7

Ketika Yusuf (anak kesayangan Yakub/Israel dari istrinya yang bernama Rahel) memangku jabatan mangkubumi di Mesir, saudara-saudaranya datang kepadanya untuk membeli bahan makanan karena pada masa itu memang terjadi kelaparan yang merajalela di seluruh bumi. Pada saat mereka bertemu dengan Yusuf di Mesir itu, tidak satu pun dari saudara-saudaranya itu mengenalinya, dan Kitab Suci mencatat bahwa Yusuf “berlaku seolah-olah ia seorang asing kepada mereka” (Kej 42:7). Tentunya hal sedemikian tidak mengherankan. Bertahun-tahun sebelumnya, Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya kepada orang Ismael (Arab) senilai dua puluh syikal perak dan kemudian dijual oleh orang-orang Arab itu sebagai budak di Mesir (bacalah: Kej 37:12-36). Bayangkanlah sakit hati dan kemarahan yang dirasakan oleh Yusuf pada saat-saat penderitaannya itu: dikhianati oleh saudara-saudaranya sendiri ketika berumur 17 tahun, dipisahkan dari ayahnya yang sudah tua dan sangat mengasihinya, dan dipaksa masuk ke dalam perbudakan di sebuah negeri asing.

Seakan-akan belum cukup penderitaan yang harus ditanggungnya, selagi Yusuf menjadi budak di rumah Potifar, ia difitnah dan dijebloskan ke dalam penjara karena “katanya” mencoba menggauli (melakukan pelecehan seksual) istri majikannya (bacalah: Kej 39:1-23). Namun Kitab Kejadian mencatat dan meyakinkan para pembacanya bahwa “TUHAN (YHWH) menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu …… dan apa yang dikerjakannya dibuat YHWH berhasil” (Kej 39:21-23). Pada akhirnya Yusuf dibebaskan dari penjara dan kemudian menjadi pejabat nomor dua di negeri Mesir, satu tingkat saja di bawah Firaun.

Seandainya kita (anda dan saya) adalah Yusuf yang sedang berhadap-hadapan dengan saudara-saudaranya, bagaimana kiranya perasaan kita? Marah? Terluka? Ingin membalas dendam? Tentunya dalam hal ini Yusuf mengalami pergumulan dalam dirinya (suatu intra-personal conflict) sehubungan dengan pikiran-pikiran seperti itu dlsb. Pertama-tama, dia memang memperlakukan para saudaranya dengan keras, karena apa yang telah mereka lakukan atas dirinya bukanlah sesuatu yang mudah untuk diampuni. Yusuf sesungguhnya bergumul guna memilih antara panggilan surgawi untuk mengampuni dan rasa sakit hatinya dan hasrat untuk membalas dendam. Namun, Allah senantiasa menyertai Yusuf selagi dia mengalami pergumulan batin itu. Allah tetap setia kepada Yusuf dan menganugerahkan kepadanya kuat-kuasa untuk mengampuni saudara-saudaranya dan memperhatikan serta menanggapi kebutuhan-kebutuhan mereka secara positif.

Saudari dan Saudaraku yang dikasihi Kristus, cerita yang indah-memikat hati dari Kitab Suci Perjanjian Lama ini tentunya sudah kita kenal sejak masa sekolah rakyat dahulu. Akan tetapi, apakah yang dapat kita pelajari dari cerita ini? Yang jelas kita membutuhkan rahmat dari Allah. Hanya dengan pertolongan-Nya saja kita dapat mengampuni apa dan siapa saja. Kadang-kadang pengampunan dapat terjadi secara instan, namun lebih sering pengampunan ini berupa proses yang berkembang secara bertahap dengan berjalannya waktu seturut mengurangnya rasa marah dan sakit hati kita.

Sekarang, bagaimana kita (anda dan saya) berurusan dengan sakit hati dalam hidup kita? Dapatkah kita mengatakan – dalam doa – kepada Allah bahwa kita ingin mengampuni orang-orang yang telah bersalah kepada kita, yang telah sangat menyakiti hati kita dlsb.? Hanya mengatakan dengan tulus hati, “Tuhanku dan Allahku, aku sungguh ingin mengampuni”, maka kita akan mengalami awal dari suatu proses penyembuhan yang penuh kuat-kuasa ilahi. Apabila kita bertekun di hadapan Allah, maka dunia pun akan menjadi sedikit lebih cerah bagi kita, dan Allah akan melimpahkan lebih banyak lagi rahmat dan berkat-Nya bagi kita. Yang diperlukan hanyalah sedikit kejujuran dari pihak kita masing-masing dan hati terbuka di hadapan hadirat-Nya.

DOA: Tuhanku dan Allahku, bawalah damai-sejahtera-Mu ke dalam setiap relasi-Mu dengan diriku dan anak-anak-Mu yang lain juga. Tunjukkanlah kepadaku bagaimana membawa belaskasih-Mu dan cintakasih-Mu ke dunia di sekelilingku, teristimewa kepada mereka yang sedang menderita karena memendam akar kepahitan. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Tiada ulasan:

Catat Ulasan