( Bacaan Pertama
Misa Kudus, Peringatan S. Andreas Kim Taegon, Imam dan Paulus Chong Hasang,
dkk., Martir-martir Korea – Kamis, 20 September 2012 )
Seorang Farisi
mengundang Yesus untuk datang makan dengannya. Yesus datang ke rumah orang
Farisi itu, lalu duduk makan. Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal
sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar bahwa Yesus sedang
makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah botol pualam
berisi minyak wangi. Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat
kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan airmatanya dan menyekanya dengan
rambutnya, kemudian mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu.
Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam
hatinya, “Jika Ia ini nabi, tentu ia tahu bahwa perempuan itu seorang berdosa.”
Lalu Yesus berkata kepadanya, “Simon, ada yang hendak Kukatakan kepadamu.”
Sahut Simon, “Katakanlah, Guru.”
“Ada dua orang yang
berhutang kepada seorang yang membungakan uang. Yang seorang berhutang lima
ratus dinar, yang lain lima puluh. Karena mereka tidak sanggup membayar, maka
ia menghapuskan hutang kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan
lebih mengasihi dia?” Jawab Simon, “Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan
hutangnya.” Kata Yesus kepadanya, “Betul pendapatmu itu.” Sambil berpaling
kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon, “Engkau lihat perempuan ini? Aku
masuk ke rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku,
tetapi dia membasuhi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya.
Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tidak henti-hentinya mencium
kaki-Ku. Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki
kaki-Ku dengan minyak wangi. Karena itu, Aku berkata kepadamu: Dosanya yang
banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak mengasihi. Tetapi orang yang
sedikit diampuni, sedikit juga ia mengasihi.” Lalu Ia berkata kepada perempuan
itu, “Dosamu telah diampuni.” Orang-orang yang duduk makan bersama Dia,
berpikir dalam hati mereka, “Siapakah Ia ini, sehingga Ia dapat mengampuni
dosa-dosa?” Tetapi Yesus berkata kepada perempuan itu, “Imanmu telah
menyelamatkan engkau, pergilah dengan damai!” (Luk 7:36-50)
Bacaan Pertama:
1Kor 15:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 118:1-2,16-17,28
Ketika orang Farisi
yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya, “Jika Ia ini
nabi, tentu Ia tahu bahwa perempuan itu seorang berdosa” (Luk 7:39). Pertanyaan
saya sehubungan dengan pikiran Simon orang Farisi seperti diungkapkan dalam
ayat di atas adalah, “Koq Simon tahu ya, bahwa perempuan itu seorang pendosa,
seorang WTS?” Namun marilah kita tinggalkan pertanyaan saya itu.
Kita memang tidak
dapat menyangkal bahwa cerita tentang seorang perempuan berdosa ini adalah
salah satu cerita yang paling populer dari cerita-cerita yang terdapat dalam
keempat kitab Injil. Bayangkan sebuah botol pualam yang tidak murah dan dari
dalamnya mengalirlah minyak narwastu yang sangat mahal yang digunakan untuk
meminyaki kaki Yesus. Sebelum itu kaki Yesus dibasahi dengan airmata seorang
perempuan yang mestinya cantik-menawan dan diseka dengan rambutnya sendiri. Sebuah
pemandangan yang sungguh luar biasa, sebuah adegan yang menyentuh hati siapa
saja yang telah melakukan pertobatan dan mengalami pengampunan-Nya, namun
merupakan sebuah adegan yang menjijikan bagi mereka yang masih hidup dalam
kemunafikan. Ide tentang seorang WTS yang berderai air mata pertobatan,
sukacita, dan kasih karena telah mengalami perjumpaan dengan Yesus terasa
begitu “abadi” karena masih memiliki kuat-kuasa untuk menggerakkan hati kita,
bahkan pada hari ini, dua ribu tahun setelah untuk pertama kalinya cerita ini
dicatat.
Tindakan-tindakan
perempuan ini begitu memaksa kita untuk merenungkan pengungkapan cintakasih
yang luarbiasa, berani, bahkan kelihatan tolol, sehingga kita pun mulai
berpikir apakah kita dapat menemukan satu contoh lain yang serupa. Pada titik
inilah kita merasa seakan tidak ada apapun yang dapat dibandingkan, ketika kita
memperoleh kasih Yesus sendiri bagi kita masing-masing. Apa yang dilakukan oleh
perempuan ini begitu dramatis, namun tidak dapat dibandingkan dengan kasih Yesus
bagi kita yang begitu berlimpah. Yesus begitu mengasihi kita sehingga Dia
bersedia secara sukarela memberikan nyawa-Nya sendiri, keseluruhan diri-Nya,
tidak hanya bagi orang-orang yang banyak mengasihi – seperti perempuan berdosa
dalam cerita Injil hari ini – melainkan juga bagi mereka yang memiliki hati dan
pikiran sempit seperti Pak Simon orang Farisi itu.
Bagaimana kita
dapat mencirikan cinta kasih sebagaimana yang diperagakan oleh perempuan
berdosa tersebut? Bagaimana kita dapat menemukan kata-kata yang “pas” untuk
mengungkapkan hasrat menggairahkan dari Yesus bagi kita masing-masing? Santo
Alfonsus Liguori pernah menulis seperti berikut: “Allah mengasihi kita sejak
kita belum eksis. Ia mengasihi kita lebih dahulu. Allah tidak menyelamatkan
Putera-Nya yang tunggal justru agar dengan demikian Ia dapat menyelamatkan
kita. Bagaimana Dia dapat gagal memberikan kepada kita dan Putera-Nya semua hal
yang baik?”
Bukankah kita semua
ingin mendengar Yesus berkata kepada kita bahwa dosa-dosa kita telah diampuni?
Bukankah kita semua ingin Ia mengatakan kepada kita, “Imanmu telah
menyelamatkan engkau, pergilah dengan damai”? Sekarang, marilah kita
membayangkan Yesus sedang memandangi kita. Bayangkan kasih dan bela-rasa yang
di wajah-Nya. Siapakah Yesus ini? Dialah Pribadi satu-satunya yang mengetahui
dan mengenal kita luar-dalam. Dialah satu-satunya Pribadi yang mengetahui
secara menyeluruh segala perjuangan kita, dosa-dosa dan kelemahan-kelemahan
kita. Dia turut ambil bagian dalam pengharapan dan sukacita kita, kerinduan
kita dan mimpi kita. Dia mengampuni semua dosa kita. Kasih-Nya – personal dan
intim – secara berkesinambungan mengalir ke luar dari hati-Nya ke dalam hati
kita masing-masing. Seandainya kita tega meninggalkan ‘seorang’ Allah seperti
ini, …… apa kata dunia?
DOA: Tuhan Yesus,
Engkau mengasihi jiwaku dan memberikan “hidup baru” kepadaku. Aku sungguh
mengasihi Engkau, ya Tuhan! Oleh Roh Kudus-Mu, aku menjadi bebas untuk hidup
dalam damai-sejahtera dan kasih yang dipenuhi dengan sukacita. Terima kasih,
Tuhan Yesus. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja,OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan