Kepada beberapa
orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain,
Yesus menyampaikan perumpamaan ini. “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk
berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi
itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur
kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok,
bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku
berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala
penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak
berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul dirinya dan berkata: Ya
Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang
ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah sedangkan orang lain itu tidak.
Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang
merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Luk 18:9-14)
Bacaan Pertama: Hos
6:6:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-4,18-21
Sangat pentinglah
bagi kita semua untuk memahami bahwa kita diselamatkan oleh rahmat melalui
iman. Hal ini adalah perbedaan fundamental antara orang Farisi dan si pemungut
cukai dalam perumpamaan Yesus ini. Orang Farisi itu percaya bahwa dirinya akan
dibenarkan oleh hasil kerjanya sendiri, sementara si pemungut cukai menyadari
bahwa dirinya adalah seorang pendosa dan bahwa pengharapan satu-satunya bagi
dirinya adalah belas kasih Allah. Dua sikap yang saling berbeda ini sungguh dapat
membawa dampak atas cara hidup kita.
Apabila kita
mengikuti jalan pemikiran orang Farisi itu, kita akan secara konstan
mengingatkan Allah betapa keras kita telah bekerja untuk menyenangkan hati-Nya;
dengan demikian kita akan mengharapkan Dia untuk memberikan ganjaran kepada
kita untuk segala jerih payah kita itu. Perhatikanlah dari bacaan Injil di
atas, bahwa orang Farisi itu samasekali tidak mohon belas kasih (kerahiman)
Allah bagi dirinya. Di lain pihak kita, jika kita mengikuti teladan yang diberikan
oleh si pemungut cukai, maka kita akan menyadari bahwa kita tidak dapat
memperoleh kebenaran berdasarkan kekuatan kita sendiri. Kita hanya dibenarkan
oleh rahmat Allah melalui kebaikan-kebaikan Yesus. Fondasi kita akan terjamin
karena Yesus telah membayar harga dosa kita, dan kita tidak akan merasakan
seakan kita harus membuat deals ini-itu dengan Allah.
Apabila kita dapat
memperoleh kebenaran berdasarkan kebaikan kita sendiri, maka Yesus tidak perlu
mati di kayu salib. Akan tetapi, karena kita sudah hidup terpisah dari Allah
gara-gara dosa dan tidak mempu menyelamatkan diri sendiri, maka Allah
mengaruniakan Putera-Nya yang tunggal guna membayar denda-denda atas dosa kita.
Hanya melalui penderitaan sengsara-Nya yang sempurna, maka kita dapat diampuni
dan dibawa kembali ke hadapan hadirat Allah.
Bagaimana kiranya
kebenaran-kebenaran sedemikian membawa dampak atas tindak-tanduk kita dalam
kehidupan kita? Pengetahuan bahwa Yesus telah memenangkan keselamatan kita
dapat meringkan kita dari banyak beban. Kita telah diterima oleh Bapa surgawi
apabila kita berpaling kepada-Nya dan menggantungkan diri pada rahmat-Nya guna
membebaskan kita dari dosa. Hal ini sangatlah berbeda dengan upaya keras kita
untuk memenangkan surga dengan menggunakan segala kekuatan kita sendiri, di
mana setiap kegagalan berakibat pada rasa takut dihukum, dan setiap
keberhasilan mengakibatkan kesombongan dan pembenaran diri sendiri. Terpujilah
Allah bahwa setiap kali kita mempraktekkan iman kita berkaitan dengan
keselamatan kita, maka kita kian bertumbuh dalam rasa percaya dan lebih
mentaati Allah lagi, dan kita pun menjadi lebih penuh semangat untuk
mensyeringkan Kabar Baik dengan setiap orang yang kita jumpai. Oleh karena itu
marilah kita meneladan si pemungut cukai dan terus membuat belas kasih
(kerahiman) Allah dan kasih-Nya sebagai fondasi hidup kita.
DOA: Tuhan Yesus
Kristus, melalui kematian dan kebangkitan-Mu Engkau telah menebus kami bagi
Allah. Kasih-Mu yang tanpa batas bagi kami memang melampaui segala ukuran.
Tolonglah kami agar dapat hidup dalam iman pada hari dan selama-lamanya. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan