(Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah – Rabu, 20 Maret 2013)
Lalu kata-Nya
kepada orang-orang Yahudi yang telah percaya kepada-Nya, “Jikalau kamu tetap
dalam firman-Ku, kamu benar-benar murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran,
dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Jawab mereka, “Kami adalah keturunan
Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapa pun. Bagaimana Engkau dapat
berkata: Kamu akan merdeka?” Kata Yesus kepada mereka, “Sesungguhnya Aku
berkata kepadamu, setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Hamba
tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tinggal dalam rumah
selama-lamanya. Jadi, apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar
merdeka.”
“Aku tahu bahwa
kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha membunuh Aku karena
firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu. Apa yang Kulihat pada Bapa,
itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu
dengar dari bapakmu.” Jawab mereka kepada-Nya, “Bapak kami ialah Abraham.” Kata
Yesus kepada mereka, “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan
pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi sekarang kamu berusaha membunuh
Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar
dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu
mengerjakan pekerjaan bapakmu sendiri.” Jawab mereka, “Kami tidak dilahirkan
dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah.” Kata Yesus kepada mereka, “Jikalau
Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku datang dari Allah dan
sekarang Aku ada di sini. Lagi pula Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri,
melainkan Dialah yang mengutus Aku. (Yoh 8:31-42)
Bacaan Pertama: Dan
3:14-20,24-25,28; Mazmur Tanggapan: Dan 3:52-56
Orang-orang Yahudi
selalu melihat diri mereka sebagai keturunan terhormat dari Abraham, Musa dan Daud.
Dengan demikian, mengapa mereka harus memandang diri mereka sebagai para budak
yang membutuhkan kemerdekaan, teristimewa oleh seorang biasa seperti Yesus?
Kebenarannya adalah bahwa setiap dan masing-masing kita – siapa pun leluhur
atau nenek-moyang (karuhun) kita – mengalami keterikatan pada dosa atau
keterlekatan-keterlekatan pada hal-hal duniawi.
Secara terus-terang
Yesus mengatakan kepada orang-orang Yahudi ini bahwa dosa itu memperbudak:
“Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, setiap orang yang berbuat dosa, adalah
hamba dosa” (Yoh 8:34). Dengan bersikap dan berperilaku “seenak perut” dan
mencoba untuk “memerdekakan” diri kita dari Allah, sebenarnya kita menjadi
terikat pada dosa. Dan dalam keterikatan ini, dosa akan membutakan kita
sehingga tidak dapat melihat alternatif-alternatif yang sehat dan memberi
kehidupan; dengan demikian melumpuhkan kebebasan kita untuk memilih. Untuk
terjebak dalam suatu lingkaran tak berkesudahan dari ketidaktaatan dengan
mengikuti kecenderungan-kecenderungan kita untuk bersikap dan berperilaku
mementingkan diri sendiri dan mengabaikan “kerusakan” yang kita lakukan
terhadap diri kita sendiri dan juga orang-orang lain selagi proses itu
berlangsung, sesungguhnya hal ini lebih mudah daripada yang sering kita
pikirkan!
Untunglah bagi
kita, kebebasan yang dimenangkan oleh Yesus di kayu salib telah memulihkan
kemampuan kita untuk mengasihi dan memilih Allah di atas segalanya. Sekarang
tergantung kepada kita untuk belajar bagaimana merangkul kebebasan itu dan
memperkenankannya mentransformasikan diri kita. Inilah sebabnya mengapa
Sakramen Rekonsiliasi merupakan karunia/anugerah yang begitu menakjubkan.
Ketika kita mengakukan dosa-dosa kita, Yesus melakukan lebih daripada sekadar
mengampuni kita. Pada setiap pengakuan dosa, Yesus memberikan rahmat-Nya secara
berlimpah, memberdayakan kita untuk lebih dimerdekakan lagi dari dosa dan
efek-efeknya yang buruk.
Kita semua tahu
betapa godaan dari Iblis dan/atau roh-roh jahat pengikutnya itu dapat menjadi
sedemikian kuat. Namun, betapa pun kuatnya dosa itu, Yesus itu senantiasa lebih
kuat secara tak terbatas. Belas kasih-Nya adalah baru setiap pagi. Nah, Hari
Raya Paskah – hari kebangkitan Tuhan Yesus Kristus – sudah semakin dekat! Oleh
karena itu mengapa kita tidak meringankan beban atas diri kita dengan menerima
sakramen rekonsiliasi dan memperkenankan rahmat-Nya mengalir dalam hidup kita?
Seorang survivor
dari kekejaman holocaust yang dilakukan oleh Nazi Jerman – Corrie ten Boom –
sekali mengatakan kepada sekelompok orang: “Apabila kita mengakukan dosa-dosa
kita, maka Allah akan melemparkan dosa-dosa itu ke dalam lautan yang paling
dalam. Dan meskipun aku tidak dapat menemukan ayat dalam Kitab Suci untuk yang
berikut ini, aku percaya bahwa Allah memasang sebuah tanda di sana dengan tulisan:
‘DILARANG MEMANCING.’” Walaupun dapat memakan waktu, perkenankanlah pengampunan
Yesus membebaskan kita dari perbudakan dosa, dengan demikian kita dapat bebas
untuk memilih kehendak Allah dalam setiap situasi!
DOA: Tuhan Yesus,
Engkau adalah obat mujarab untuk dosa. Bebaskanlah diriku dari perbudakan dosa
dan hal-hal duniawi, dengan demikian aku dapat mengasihi Engkau di atas
segalanya dan mengasihi orang-orang di sekelilingku dengan penuh kemurahan-
hati dan tanpa pamrih. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan