(Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah – Jumat, 22 Maret 2013)
Sekali lagi
orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada
mereka, “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan
kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari
Aku?” Jawab orang-orang Yahudi itu, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka
kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena
Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menjadikan diri-Mu Allah. Kata
Yesus kepada mereka, “Bukankah ada tertulis dalam kitab Tauratmu: Aku telah
berfirman: Kamu adalah ilah? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu
disampaikan, disebut ilah – sedangkan Kitab Suci tidak dapat dibatalkan –
masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya
ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak
Allah? Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah
percaya kepada-Ku, tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya
kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh
mengetahui dan mengerti bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.”
Sekali-kali mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka.
Kemudian Yesus
pergi lagi ke seberang Yordan, ke tempat Yohanes membaptis dahulu, lalu Ia
tinggal di situ. Banyak orang datang kepada-Nya dan berkata, “Yohanes memang
tidak membuat satu tanda mukjizat pun, tetapi semua yang pernah dikatakan
Yohanes tentang orang ini memang benar.” Lalu banyak orang di situ percaya
kepada-Nya. (Yoh 10:31-42)
Bacaan Pertama: Yer
20:10-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 18:2-7
Dalam banyak bacaan
di pekan V Prapaskah ini, kita telah melihat bagaimana klaim Yesus sebagai
Putera Allah membuat marah banyak pemimpin/pemuka agama Yahudi – sampai-sampai
sebagian dari mereka berniat untuk membunuh-Nya. Bagi mereka itu Yesus telah
menghujat Allah. Dalam pembelaan-Nya, Yesus menunjuk Bapa-Nya sebagai Pribadi
yang mengutus diri-Nya ke tengah dunia. Yesus menantang para lawan-Nya agar
paling sedikit menerima pekerjaan baik yang dilakukan-Nya walau pun mereka
tidak dapat menerima kata-kata yang diucapkan-Nya.
Yohanes seringkali
menggambarkan para lawan Yesus sebagai “orang-orang Yahudi”. Tentu saja memang
sebagian besar dari tokoh-tokoh dalam Injil adalah orang-orang (yang
berkebangsaan dan beragama) Yahudi – Yesus sendiri, ibunda-Nya, Yusuf ayah-Nya,
para murid-Nya, banyak dari orang-orang yang menerima-Nya dan juga mereka yang
menolak diri-Nya. Akan tetapi, Yohanes menggunakan istilah “orang-orang Yahudi”
untuk mengacu secara spesifik kepada para pemuka/pemimpin agama yang melawan
Yesus. Sayang sekali, pernyataan-pernyataan Yohanes tentang perlawanan/oposisi
keras “orang-orang Yahudi” terhadap Yesus kadang-kadang diambil sebagai suatu
gambaran negatif keseluruhan orang Yahudi. Dari abad ke abad penggambaran yang
terdistorsi ini telah dipakai sebagai pembenaran sikap dan tindakan
anti-semitisme – kadang-kadang malah dengan akibat-akibat yang bersifat
katastropis – lihatlah misalnya pembunuhan massal yang dilakukan oleh Nazi
Jerman atas orang-orang Yahudi dalam Perang Dunia II (holocaust).
Konsili Vatikan II
dan para Paus telah bekerja keras untuk mengoreksi kesalahpahaman ini dan
mempromosikan rasa hormat kepada orang-orang Yahudi, baik secara individual maupun
koletif. Pada tahun 2000, ketika berada di Yerusalem, almarhum Paus Yohanes
Paulus II mendeklarasikan: “Saya meyakinkan umat Yahudi bahwa Gereja Katolik ……
merasa sedih secara mendalam disebabkan oleh kebencian, tindakan-tindakan
penganiayaan, dan peragaan anti Semitisme yang ditujukan terhadap orang-orang
Yahudi oleh orang-orang Kristiani kapan dan di mana saja.
Pada tahun yang
sama, Sri Paus juga memimpin “Kebaktian Permohonan Ampun” di Vatikan. Pada
kesempatan itu Sri Paus mengakui peranan Abraham sebagai Bapak iman bagi semua
orang Kristiani, dan kenyataan adanya banyak orang Kristiani yang membawa
/menyebabkan penderitaan atas diri anak-anak Abraham. Dalam doanya Sri Paus
mohon pengampunan dari Allah dan mengatakan: “kami mau mengkomit diri kami
sendiri guna tercapainya persaudaraan sejati dengan umat perjanjian”
Umat Yahudi akan
senantiasa menjadi umat pilihan Allah, no matter what! Allah tidak pernah
menarik perjanjian-Nya dengan umat Yahudi dan juga tidak pernah menarik
berkat-Nya bagi umat pilihan-Nya itu. “Sebab Allah tidak menyesali
karunia-karunia dan panggilan-Nya” (Rm 11:29). Marilah kita tidak
letih-letihnya berdoa mohon kepada Allah agar mempersatukan hati umat Kristiani
dan umat Yahudi di mana-mana dalam persaudaraan sejati.
DOA: Bapa surgawi,
ampunilah kami untuk cara-cara kami yang telah membiarkan bertumbuhnya
prasangka dalam hati kami. Perkenankanlah kami menabur cintakasih di mana ada
kebencian, dan persaudaraan sejati di mana ada perpecahan antar semua orang
Yahudi dan orang Kristiani. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan