(Bacaan Kedua Misa
Kudus, HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGSARA TUHAN – 24 Maret 2013)
Kristus Yesus, yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan
sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan
mengaruniakan kepada-nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus
bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada
di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi
kemuliaan Allah, Bapa! (Flp 2:6-11)
Bacaan Perarakan:
Luk 19:28-40; Bacaan Pertama: Yes 50:4-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 22:8-9,17-20,23-24;
Bacaan Injil: Luk 22:14-23:56 (Luk 23:1-49)
Seandainya kita
berada di ruang atas pada waktu berlangsungnya Perjamuan Terakhir, kita dapat
melihat bahwa Yesus mengetahui. Ia mengetahui siapa yang akan mengkhianati
diri-Nya. Dia mengetahui bahwa Dia tidak akan minum anggur lagi. Ia mengetahui
bahwa Simon Petrus akan menyangkal diri-Nya. Namun demikian, manakala kita
membaca kisah sengsara, ada sesuatu dalam diri kita yang selalu menginginkan
bahwa semua itu tidak pernah terjadi. Kita berpikir: Andaikan saja Pilatus
mengetahui siapa Yesus itu sesungguhnya! Andaikan saja orang-orang Farisi lebih
membuka diri!
Apakah kita dapat
mencoba menyelamatkan Yesus dari “nasib”-Nya? Walaupun seluruh kebutaan umat
manusia dapat dihilangkan, dan kita semua sadar akan kedosaan kita di hadapan
Allah, kita akan tetap membutuhkan pengorbanan sempurna dari Yesus demi
keselamatan kita. Tanpa anugerah salib, kita akan dihukum. Pembacaan kisah
sengsara Yesus Kristus dapat menolong kita untuk mampu melihat betapa menyedihkan
kondisi umat manusia pada waktu itu, dan masih begitu juga pada hari ini.
Yesus begitu dekat
dengan Bapa-Nya, sehingga sekalipun dihukum berdasarkan tuduhan palsu/tidak
benar dan disalibkan, Ia tetap mengampuni orang yang menghukum diri-Nya (Luk
23:34) dan Ia mohon agar orang-orang tidak menangisi diri-Nya (Luk 23:27-28).
Kita dapat menolak untuk membayangkan Yesus yang berpeluh seperti titik-titik
darah yang bertetesan ke tanah ketika mengalami sakratul maut di taman
Getsemani (Luk 22:44). Namun pada saat yang sama, kita dapat dipenuhi dengan
rasa syukur selagi kita mengingat bahwa Dia mengalami serta menanggung semua
penderitaan itu demi dan untuk kita. Selagi Roh Kudus membuka mata (-hati) kita
agar dapat menyaksikan penderitaan sengsara Yesus, maka kita pun akan mengalami
perubahan dan beralih memusatkan perhatian pada dosa-dosa kita sendiri,
mengetahui bahwa karena kegelapan dalam diri kita-lah Yesus menderita sengsara
dengan cara yang begitu hebat.
Pada hari ini,
marilah kita mengambil waktu untuk membaca kisah sengsara Yesus Kristus,
merenungkannya dan memohon kepada Tuhan untuk menunjukkan kasih-Nya kepada
kita. Marilah kita menempatkan diri kita di ruang atas, atau di Getsemani, atau
di bukit Kalvari. Dalam iman, marilah kita memandang(i) Sang Tersalib yang
memberikan hidup-Nya sendiri untuk menyelamatkan kita – manusia berdosa. Dengan
menempatkan diri kita bersama Yesus di tengah peristiwa-persitiwa ini, maka
kita dapat mengalami penebusan kita secara penuh kuat-kuasa dan mampu mengubah
hidup kita.
DOA: Tuhan Yesus,
bukalah bagi kami misteri salib-Mu. Tolonglah kami agar dapat mengosongkan diri
kami sendiri dengan rasa percaya bahwa pada suatu hari kelak kami akan
ditinggikan bersama-Mu untuk ikut serta dalam kemuliaan-Mu yang tidak akan berakhir.
Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan