Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Jumaat, Jun 22, 2012

BERTEMU DENGAN YESUS DALAM EKARISTI


Oleh karena itu, hendaklah para anggota Ordo Fransiskan Sekular mencari Diri Kristus, yang hidup dan berkarya di dalam Gereja dan di dalam perayaan-perayaan liturgis. Inspirasi mereka dan pedoman penghayatannya terhadap Ekaristi hendaknya iman kepercayaan Fransiskus yang pernah berkata “Dari Putera Allah yang mahatinggi sendiri tidak kulihat sesuatu pun secara badaniah di dunia selain Tubuh dan Darah-Nya yang mahakudus”. (Anggaran Dasar OFS, Pasal II Artikel 5)

Ekaristi adalah satu dari lima pilar penunjang spiritualitas Fransiskan, empat lainnya adalah Inkarnasi, Sengsara Yesus, Kitab Suci dan Maria. Ekaristi adalah karunia/anugerah Allah yang terbesar, dalam arti memperkenankan umat untuk ikut ambil bagian dalam perjamuan untuk makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya. Pendekatan terhadap Ekaristi yang saya usulkan adalah membayangkan diri kita seperti Simon Petrus yang berkata kepada Yesus beberapa saat setelah banyak dari murid Yesus pergi meninggalkan-Nya karena tidak sanggup mendengar ajaran-Nya yang keras: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu bahwa Engkaulah yang Kudus dari Allah” (Yoh 6:68-69).

MENIMBA DARI KITAB SUCI

Renungkanlah beberapa nas Kitab Suci berikut ini. Percayakah anda, bahwa “baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang., atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm 8:38-39)? Percayakah anda bahwa jalan menuju Allah selalu terbuka? Percayakah anda bahwa Roh Kudus “bergabung” dengan anda pada saat anda berdoa, selalu meyakinkan anda bahwa anda adalah seorang anak Allah yang sangat dikasihi-Nya (Rm 8:16)? Percayakah anda bahwa Roh Kudus ada dalam diri anda, menunjukkan kepada anda bagaimana mengasihi Yesus dan menyenangkan-Nya (Yoh 16:13)? Percayakah anda bahwa Allah ada dalam diri anda, menolong anda berpikir dan memilih dan bertindak secara benar (Flp 2:13)?

Nas-nas Kitab Suci di atas menunjukkan kepada kita betapa Allah mengasihi kita. Nas-nas itu menunjukkan bagaimana Allah secara tetap bekerja untuk kepentingan kita, setiap hari Dia mengirimkan begitu banyak pemikiran-pemikiran yang mendorong, menyemangati, memberi inspirasi kepada kita. Tidak ada satu hari pun berlalu tanpa kerja Allah demi kepentingan kita.

Menjelang akhir hidup pelayanan-Nya, Yesus berkata kepada para murid-Nya, “Apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada kepada-Ku” (Yoh 12:32). Dalam artian tertentu, janji ini dipenuhi setiap saat kita menerima Komuni Kudus (Ekaristi). Bilamana kita makan Roti Kehidupan, Allah Bapa kita menarik kita kepada Putera-Nya. Bagaimana Yesus menarik kita kepada diri-Nya? Dengan kasih tanpa syarat, belas kasih (kerahiman) tanpa batas, dan hikmat surgawi.

EMAUS

Perwahyuan (pewahyuan) adalah sepatah kata yang digunakan untuk menggambarkan karya Allah dalam memberi pencerahan pada pikiran kita dan memenuhi hati kita. Allah memiliki hasrat untuk memberi makan kepada kita dengan hikmat-Nya dan rahmat-Nya. Demikian pula hasrat-Nya untuk menyatakan/mewahyukan diri-Nya kepada kita dapat ditarik kembali ke awal-awal penciptaan. Peristiwa makan malam bersama di Emaus adalah sebuah contoh yang baik dalam hal ini.

Kisahnya adalah seperti berikut ini. Dalam perjalanan dari Yerusalem ke Emaus (berjarak 11 kilometer), Yesus berjalan bersama dua orang murid, namun mereka tidak sadar bahwa Dia adalah sang Guru karena mereka tidak mengenali Dia. Hanya setelah Ia melakukan pemecahan roti di sebuah rumah di Emaus, akhirnya Yesus menyatakan diri-Nya kepada mereka (Luk 24:30-31). Pada awalnya, Yesus berada bersama mereka, namun tetap tersembunyi: tak dapat dikenali. Seringkali, inilah kasusnya dengan kita. Kita mencari Yesus, namun kita tidak dapat melihat-Nya. Kita mencari Dia, namun kita tidak dapat menemukan-Nya. Kita mendengarkan sabda-Nya, namun kita tidak dapat mendengar Dia.

Kedua murid itu mempunyai keragu-raguan tentang kebangkitan dan Yesus mulai mengkonfrontir keragu-raguan itu. Yesus menggunakan Kitab Suci – mulai dari Musa – untuk menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ditulis tentang Kristus akan menjadi kenyataan. Selagi Dia mengajar mereka, Yesus menarik kedua murid itu kepada-Nya. Kedua murid melihat Yesus, mereka menyentuh-Nya, dan mereka mendengar Dia berbicara/mengajar. Bahkan hati mereka pun berkobar-kobar ketika Yesus berbicara dengan mereka dan menerangkan Kitab Suci kepada mereka (Luk 24:32). Namun demikian, mata dua orang murid itu baru terbuka ketika Yesus memberkati roti dan memecah-mecahkannya (Luk 24:31).

Yesus ingin mengajar kita semua. Ia ingin agar segalanya yang telah diajarkan-Nya kepada para rasul dan para murid-Nya yang awal, juga diajarkan kepada kita, melalui Roh Kudus. Yesus ingin memberikan kepada kita hikmat rahasia Allah, agar kita dapat memperoleh “pikiran Kristus” seperti dikatakan Paulus (1Kor 2:16). Kisah Emaus sungguh menakjubkan, namun tidak kurang menakjubkannya hari ini ketika mata kita dapat terbuka selagi roti biasa diubah menjadi tubuh Kristus dan dipecah-pecah untuk dibagikan kepada kita. Santo Fransiskus dari Assisi telah berjumpa dengan Kristus dalam Ekaristi sehingga dia dapat menulis dalam Wasiat-nya seperti dikutip dalam Anggaran Dasar OFS di atas (disahkan oleh Paus Paulus VI pada tahun 1978 dengan Bulla “Seraphicus Patriarca”): “Di dunia ini aku sekali-kali tidak melihat Putera Allah yang Mahatinggi itu secara jasmaniah, selain tubuh dan darah-Nya yang mahakudus” (Wasiat, 10).

BEKERJA UNTUK ALLAH

Setelah dikenali oleh kedua murid itu, Yesus menghilang: “Ia lenyap dari tengah-tengah mereka” (Luk 24:31). Kemudian, apa yang terjadi dengan kedua murid itu? Kita tahu bahwa mereka baru saja melakukan perjalanan jauh yang penuh dengan pembicaraan yang penuh dengan tantangan pula. Tentunya mereka letih-lelah. Namun setelah Yesus menyatakan diri-Nya, dua orang murid itu malah tidak pergi tidur untuk beristirahat. Mereka justru langsung pergi kembali ke Yerusalem …… di tengah malam buta dan tanpa jaminan keamanan. Mereka bertemu dengan Simon Petrus dan para rasul/murid yang lain, lalu menceritakan apa yang terjadi di tengah jalan ke Emaus dan bagaimana mereka mengenali Yesus pada waktu Dia memecah-mecahkan roti (Luk 24:33-35).

Perjalanan kembali kedua murid di tengah kegelapan malam itu mengilustrasikan salah satu karya besar dari Ekaristi, yaitu mendesak dan memberdayakan kita untuk melayani Yesus. Setelah pemecahan roti di Emaus, kedua murid itu sedemikian penuh dengan sukacita sehingga mereka merasakan dorongan dan desakan untuk langsung pergi ke Yerusalem dan menceritakan kepada saudari-saudara mereka apa yang telah mereka alami. Yesus ingin meyakinkan kita semua bahwa Dia adalah Tuhan yang bangkit – teristimewa ketika kita menerima Hosti Kudus (Ekaristi). Bilamana mata kita terbuka dan kita melihat Yesus sebagaimana apa adanya Dia, kita pun dapat merasakan adanya desakan untuk melayani Dia.

Bilamana kita menerima dan makan daging-Nya sendiri yang diberikan oleh Yesus (lihat Yoh 6:25-59), maka kita akan merasakan desakan untuk pergi ke luar dari “zona kenyamanan” kita untuk mensyeringkan Yesus itu kepada orang-orang lain seturut bimbingan-Nya sendiri. Yesus ingin agar kita menjumpai berbagai macam orang, tanpa membeda-bedakan – baik miskin maupun kaya, baik berpendidikan maupun buta huruf, baik muda maupun tua usia. Ia ingin agar kita membawa setiap orang kepada-Nya, dengan penuh keyakinan bahwa Dia selalu beserta kita, membimbing kita dan memberdayakan kita, bahkan sampai akhir zaman (Mat 28:19-20).

MENJADI PENDENGAR YANG BAIK

Marilah kita membayangkan kembali kedua murid yang sedang dalam perjalanan mereka menuju Emaus dan Yesus (yang telah bangkit) bergabung dengan mereka. Andaikan Yesus menjelaskan Kitab Suci, namun mereka tidak tertarik. Mungkin salah seorang dari mereka sangat ingin untuk sampai ke rumah secepatnya dan yang lainnya sedang memikirkan sebuah tugas pekerjaan yang belum terselesaikan. Kalau begitu, apakah yang akan terjadi? Peristiwa ini mungkin tidak akan tercatat dalam Injil Lukas, karena tidak ada sesuatu yang istimewa telah terjadi.

Apabila kita tidak mendengarkan dengan penuh perhatian, maka kita tidak akan melihat Allah. Kita tidak akan mampu mengenali Dia – bahkan setelah kita memakan Roti Kehidupan itu. Jika kita tidak menghindarkan diri dari distraksi-distraksi (pelanturan-pelanturan), maka kita mengisi pikiran kita dengan urusan-urusan duniawi, bahkan dengan berbagai godaan yang datang menyerang. Dengan demikian kita membatasi apa yang ingin Yesus lakukan melalui diri kita, karena kita tidak menaruh perhatian atas bagaimana cara tubuh dan darah-Nya dapat mentransformir kita.

Hal negatif ini tidak terjadi pada dua orang murid yang sedang dalam perjalanan menuju Emaus. Mengapa? Mereka menaruh perhatian dengan benar, mereka mendengarkan dengan serius dan mereka taat. Yesus ingin melakukan hal yang sama pada diri kita semua. Ia ingin menyatakan diri-Nya selagi kita makan Roti Kehidupan, dan Ia ingin melihat kita memberikan segalanya kepada orang-orang lain yang telah diberikan oleh-Nya kepada kita.

SANTO THOMAS MORE SANG PENCINTA YESUS DALAM EKARISTI

Santo Thomas More [1480-1535] yang kita peringati pada tanggal 22 Juni hari ini bersama Santo [Uskup] John Fisher adalah martir Inggris pada zaman pemerintahan raja Henry VIII, dan ia adalah Lord High Chancellor (semacam Perdana Menteri) dalam pemerintahan Inggris. Devosinya kepada Ekaristi dikenal banyak orang dan karya-karya karitatifnya pun luar biasa. Kecintaannya kepada Yesus dalam Ekaristi memang dapat dimaklumi karena petinggi pemerintahan ini adalah seorang anggota Ordo Ketiga Sekular dari Santo Fransiskus dari Assisi. Thomas More sangat senang apabila dia berkesempatan membantu dalam perayaan Misa Kudus sebagai seorang pelayan Misa, walaupun nota bene dia adalah seorang pejabat tinggi negara.

Kritik-kritik tajam dilontarkan oleh orang-orang yang mengatakan, bahwa sebagai seorang awam tidak mungkinlah bagi dirinya melaksanakan tugas-tugas dunia yang sedemikian banyak dan kompleksnya, dan pada saat yang sama menekuni hidup rohani guna mencapai kesucian. Menanggapi kritik-kritik itu, Thomas More mengatakan bahwa Komuni Kudus-lah yang membuat dirinya tetap fokus dan untuk meringankan beban-beban pekerjaannya, dia akan mendekat kepada sang Juruselamat, meminta nasihat dan pencerahan dari-Nya. Yesus Kristua adalah tempat pelarian sang Perdana Menteri.

Pada suatu hari, ketika Thomas More sedang menghadiri Misa Kudus, seorang petugas istana raja mendekati dirinya dan berbisik kepadanya: “Tuanku, Sri Paduka Raja menginginkan agar Tuanku menghadapnya dengan segera.” Thomas More menjawab: “Aku tidak dapat menghadap sekarang. Katakanlah kepada Sri Baginda, bahwa aku sedang menghadap seorang Raja yang lebih besar dari beliau. Begitu tugas-kewajibanku kepada Raja yang lebih besar ini selesai, aku akan segera menghadap Sri Baginda.” Petugas istana itu pun pergi dan Thomas More, sang Lord High Chancellor, melanjutkan doa-doanya dengan khusyuk sampai Misa Kudus berakhir.

Santo Thomas More tetap setia kepada Kristus dengan cara hidupnya, bukan sekadar lewat kata-katanya. Ia bertindak seperti apa yang dikerjakan dan diajarkan Yesus (lihat Kis 1:1). Keseluruhan pribadinya, sikap dan perilakunya menunjukkan bahwa dia adalah milik Kristus. Dia mengatakan: “Ada banyak orang yang membeli neraka dengan upaya yang begitu banyak, padahal dengan upaya yang separuh banyaknya sudah bagi mereka untuk memperoleh surga.” Seperti dikatakan di atas, Thomas More juga mengasihi Kristus lewat devosinya kepada Sakramen Mahakudus, menghadiri Misa Kudus secara harian dan melayani imam dalam Perayaan Ekaristi, dan tentunya dengan menerima Komuni Kudus secara teratur. Santo Thomas More berjumpa dengan Yesus dalam Ekaristi dan dia setia kepada Yesus Kristus lewat kesetiaannya kepada Gereja (lihat Ef 5:25 dsj.). Thomas More tidak mau mundur sedikit pun dalam kesetiaannya kepada Kristus, sikap dan perilaku ini membawanya ke dalam kegelapan ruang penjara dan akhirnya kematian sebagai martir Kristus. Inilah “biaya kemuridan” (cost of discipleship) dalam arti sesungguh-sungguhnya.

CATATAN PENUTUP

Kita sudah mencari Yesus Kristus, dan kita sudah bertemu dengan Dia dalam Ekaristi. Sebagai catatan penutup, marilah kita menyinggung sedikit pernyataan bahwa kita semua harus menjadi Ekaristi!

Setiap anggota Gereja adalah imam dan pada saat yang sama juga kurban. Hal ini disebabkan karena Yesus kepada siapa kita mempersatukan diri kita adalah imam dan sekaligus juga kurban. Persembahan diri kita dan Gereja tidak ada artinya tanpa Kristus; tidak kudus dan tidak pula dapat diterima oleh Allah. Akan tetapi persembahan Yesus tanpa persembahan Gereja, Tubuh-Nya, tidak akan mencukupi. Kebenaran pernyataan ini dikukuhkan dengan kata-kata Santo Paulus, “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam tubuhku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol 1:24).

Ekaristi membentuk Gereja. Ekaristi bukan hanya merupakan sumber dan penyebab dari kekudusan Gereja, namun juga merupakan model-nya. Umat Kristiani tidak dapat membatasi diri mereka sekadar untuk merayakan Ekaristi dan menjadi suci-suci sendiri, mereka juga harus menjadi Ekaristi bersama Yesus. Menjadi Ekaristi berarti siap memecah-mecahkan diri kita dan memberikannya kepada setiap orang yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari kita. Kita ada di tengah dunia untuk alasan yang indah, yaitu menjadi kurban yang hidup, menjadi Ekaristi bersama Yesus Kristus. Itulah yang ditunjukkan dalam kehidupan dan kematian Santo Thomas More dan banyak lagi saksi Kristus sepanjang masa: masuk gereja/kapel bertemu dengan Kristus dalam Ekaristi, kemudian ke luar gereja menjadi Ekaristi bersama Kristus!

Jakarta, 22 Juni 2012

Sdr. F.X. Indrapradja. OFS

Tiada ulasan:

Catat Ulasan