( Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa IX – Kamis, 7 Juni 2012 )
Lalu seorang ahli
Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu
bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya
dan bertanya, “Perintah manakah yang paling utama?” Jawab Yesus, “Perintah yang
terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu
esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Perintah yang
kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada
perintah lain yang lebih utama daripada kedua perintah ini.” Lalu kata ahli
Taurat itu kepada Yesus, “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu bahwa Dia esa,
dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap
hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga
mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri jauh lebih utama daripada semua
kurban bakaran dan kurban lainnya.” Yesus melihat bagaimana orang itu menjawab
dengan bijaksana, dan Ia berkata kepadanya, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan
Allah!” Sesudah itu, seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada
Yesus. (Mrk 12:28-34)
Bacaan Pertama:
2Tim 2:8-15; Mazmur Tanggapan: Mzm 25:4-5,8-10,14
“Perintah manakah
yang terutama dalam hukum Taurat?” (Mrk 12:28). Kelihatannya ahli Taurat yang
melontarkan pertanyaan ini ingin mengetahui pendapat Yesus mengenai
kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan. Dari 613 perintah yang ada dalam
Perjanjian Lama, yang manakah yang pantas untuk ditaati secara paling ketat?
Perintah mana, kalau dilanggar, akan membuat sulit orang bersangkutan? Mungkin
saja si penanya mencari lubang dari mana dia dapat menjebak Yesus. Mungkin
sah-sah saja untuk mengajukan pertanyaan seperti ini dengan pengharapan akan
memperoleh jawaban terinci, langkah demi langkah dst. Namun Yesus mempunyai
cara yang lebih baik! Ia menjawab pertanyaan ahli Taurat dengan singkat-jelas:
“Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah Allah kita,
Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
Perintah yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Tidak ada perintah lain yang lebih utama daripada kedua perintah ini” (Mrk
12:29-31).
Ahli Taurat itu
lalu berkata kepada Yesus: “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu bahwa Dia
esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan
segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan
juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri jauh lebih utama daripada
semua kurban bakaran dan kurban lainnya” (Mrk 12:32-33). Yesus memuji ahli
Taurat itu untuk pemahamannya atas apa yang dikatakan-Nya, bahwa “mengasihi”
adalah perintah Allah yang paling penting. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama
kita – ini adalah perintah-perintah besar dan agung; dan ahli Taurat itu setuju
dengan sepenuh hatinya.
Mengasihi tidaklah
semudah diucapkan bibir atau semudah kedengarannya. Kasih yang sejati adalah
suatu tantangan besar bagi orang-orang yang sudah tergolong mapan, teristimewa
mereka yang hidup di kota-kota besar. Mereka telah mempunyai begitu banyak
kenikmatan materiil, dan hal itu cenderung membuat mereka menjadi serakah dan
tamak. Sebaliknyalah dengan orang-orang kecil yang di kota-kota kecil atau
pedesaan. Anak-anak harus bekerja membantu di sawah atau ladang untuk menunjang
kebutuhan keluarga; keluarga-keluarga juga harus memberi dengan penuh kemurahan-hati
tidak sedikit waktu, tenaga dan sumber daya lainnya guna membangun
gereja-gereja dan pusat-pusat komunitas. Memang tidak selalu berjalan lancar
dan cukup “memakan waktu”, namun hal seperti ini adalah pemberian-diri yang
asli, suatu tanggapan manusia, kerja-sama demi pemenuhan kebutuhan bersama. Hal
seperti itu juga mengembangkan suatu rasa tanggung-jawab.
Sekarang kita tidak
otomatis merasakan adanya kebutuhan satu sama lain. Namun sesungguhnya begitu
banyak orang yang mengalami kesendirian dan sangat merindukan kasih sejati.
Serbuan bertubi-tubi dalam rupa berbagai tulisan (termasuk lewat internet) yang
menyesatkan memberikan sebuah gambaran yang salah tentang apa cintakasih
manusiawi itu. Misalnya, apabila anda tidak memiliki gigi yang putih berkilau-kilauan
dan rambut yang lembut dan parfum tertentu, maka tidak ada seorang pun yang
akan mencintai anda. Kita memang suka tertawa dalam menanggapi iklan-iklan itu,
namun tak terasa semua itu memasuki dan malah merasuki pikiran kita.
Iklan-iklan seperti itu membuat kita ingin “memperoleh” sesuatu, bukan
“memberi”. Jika demikian halnya, maka cintakasih hanyalah suatu daya tarik di
permukaan saja yang tidak ada urusannya samasekali dengan kasih yang sejati.
Adalah suatu
tragedi apabila sebuah rumah yang indah dengan segala macam perlengkapannya,
misalnya dua buah mobil mewah, sebuah kolam renang, taman yang luas-indah,
beberapa televisi besar, kamar-kamar mandi yang mewah dlsb., namun bukan
merupakan rumah yang membahagiakan bagi para penghuninya, karena kasih yang
sejati tidak ada. Tidak ada cintakasih sejati yang tidak terbuka, tidak
dipenuhi kemurahan-hati, tidak memiliki unsur pengorbanan dan disiplin yang
baik. Allah adalah kasih (1Yoh 4:8,16), dan hanya mereka yang hidup dalam kasih
sejati dapat hidup dalam Allah. Cintakasih yang sejati mengalir ke luar dari
diri sendiri kepada orang-orang lain. Apabila cintakasih yang asli tidak secara
aktif bertumbuh dengan subur dalam keluarga, maka bagaimana hal itu dapat
mengalir ke luar kepada orang-orang lain? Di sinilah letak tanggung jawab
pertama dari para orangtua: untuk mengajar cintakasih yang sejati kepada
anak-anak mereka, agar mereka masing-masing memilikinya sendiri juga. Mereka
harus belajar mengasihi agar dapat belajar tentang Allah, karena Allah adalah
kasih.
DOA: Bapa surgawi,
Engkau adalah kasih. Ajarlah kami untuk mengasihi-Mu dan sesama kami manusia
dengan benar, seturut kehendak-Mu. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja,
OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan