( Bacaan Injil Misa
Kudus, Peringatan S. Ireneus, Uskup-Martir – Kamis, 28 Juni 2012 )
Bukan setiap orang
yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga,
melainkan orang yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga. Pada hari
terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami
bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak
mukjizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada
mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku,
kamu sekalian yang melakukan kejahatan!
Jadi, setiap orang
yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang
bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan
datanglah banjir, lalu bertiuplah angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu
tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar
perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang
mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah
banjir, lalu bertiuplah angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu
dan hebatlah kerusakannya.
Setelah Yesus
mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya,
sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli
Taurat mereka. (Mat 7:21-29)
Bacaan Pertama:
2Raj 24:8-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 37:3-6,30-31
Yesus mengakhiri
“Khotbah di Bukit”-Nya dengan memberi petuah-petuah kepada para pendengar-Nya
agar mereka mencari fondasi yang layak untuk membangun kehidupan mereka. Yesus mengilustrasikan
konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan baik atau buruk dengan
menceritakan sebuah perumpamaan tentang dua orang yang masing-masing mendirikan
rumah. Orang yang bodoh membangun rumahnya di atas pasir, sedangkan yang
bijaksana mendirikan rumahnya di atas batu. Pada waktu hujan lebat turun dan
datang lah banjir, dengan mudah kita dapat mengira-ngira rumah mana yang
survive, yang mampu tetap berdiri, dan rumah mana yang runtuh berkeping-keping.
Pesan Yesus jelas: Apabila kamu mendirikan kehidupanmu di atas suatu fondasi
berupa asap atau udara, maka bangunanmu akan runtuh.
Yesus sendiri
adalah kekal, Sabda Allah yang hidup (Yoh 1:1). Ia adalah sang Sabda yang telah
diucapkan oleh Allah sejak awal waktu. Dia adalah “gunung batu yang kekal” (Yes
26:4). Santo Paulus menulis kepada jemaat di Korintus: “Sesuai dengan
anugerah Allah, yang diberikan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang
terampil telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya.
Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di
atasnya. Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada
dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus” (1Kor 3:10-11).
Setiap hal yang ilahi, dan setiap hal yang dihasrati Allah, menjadi masuk akal
dalam terang Yesus dan kasih-Nya. Oleh karena itu, apabila kita ingin
mengetahui bagaimana caranya membangun kehidupan kita, maka kita tidak dapat
melakukannya secara lebih baik selain mengambil waktu bersama Yesus dan menjadi
mengenal Dia secara intim.
Itulah sebabnya
sangat penting bagi kita untuk menyediakan waktu yang teratur setiap hari untuk
membaca dan merenungkan sabda Allah di dalam Kitab Suci – teristimewa
kitab-kitab Injil yang adalah “jantung hati” segenap Kitab Suci (lihat “Katekismus
Gereja Katolik, 125). Di dalam kitab-kitab Injil ini kita berjumpa dengan
Yesus, “sang Sabda yang menjadi daging” (Yoh 1:14). Dalam kitab-kitab Injil
inilah Yesus dapat berbicara secara paling langsung kepada hati kita. Dibimbing
oleh Roh Kudus selagi kita membaca Kitab Suci, teristimewa kitab-kitab Injil,
kurun waktu berabad-abad yang memisahkan kita dengan Yesus dari Nazaret seakan
dikompres sampai kita bertemu dengan-Nya secara muka ketemu muka dalam suasana
doa.
Kitab Suci jauh
lebih luas daripada sekadar kumpulan potongan-potongan informasi. Kitab Suci
tidak hanya mengajar kehendak Allah, melainkan juga memberdayakan kita untuk
mengikuti jejak Yesus Kristus. Dalam mengikuti jejak-Nya kita akan mengenal dan
mengalami kebahagiaan sejati dan pemenuhan hasrat-hasrat kita yang terdalam.
Dengan mengenal Yesus secara pribadi dan menyerupakan kehidupan kita dengan
kehendak-Nya, kita menjadi seperti orang yang bijaksana yang membangun suatu
fondasi yang kokoh. Apapun yang menghalangi jalan kita kita, fondasi ini cukup
kuat untuk menangani segala halangan yang menghadang kita. Marilah kita menaruh
kepercayaan kepada Yesus, tanpa reserve.
Santo Ireneus
[130-202] yang kita peringati pada hari ini termasuk bilangan para Bapa Gereja
dan teolog terpenting pada abad ke-2. Ketika masih muda, S. Ireneus adalah anak
didik dari S. Polikarpus [+ 156] dan pengaruh S. Polikarpus terlihat dalam
ajaran-ajarannya. Buah penanya yang terpenting adalah bantahan terhadap ajaran
bid’ah Gnostik yang berjudul Adversus Haereses. Ia diangkat menjadi uskup Lyon,
menggantikan Uskup Pothinus yang mati sebagai martir Kristus. Ada tradisi yang
mengisahkan, bahwa S. Ireneus meninggal dunia sebagai martir pula, tetapi hal
ini kurang didukung dengan bukti yang lengkap. Yang penting adalah, bahwa
sebagai murid Yesus Kristus yang baik, S. Ireneus bukanlah seorang Kristiani
yang hidup kesehariannya dibebani dengan rasa takut yang kecil-kecil dan tolol.
Ia hidup dalam masa pengejaran dan penganiayaan oleh musuh-musuh Gereja;
sebagai gembala umat dan teolog hebat, dengan berani dia berdiri tegak membela
Gereja Kristus, tidak plintat-plintut dalam mendengarkan suara hati, dalam sikap
dan perilaku.
DOA: Tuhan
Yesus, nyatakanlah diri-Mu kepadaku melalui sabda-Mu. Aku ingin mengenal-Mu
mengasihi-Mu lebih lagi agar dengan demikian aku dapat membangun kehidupanku di
atas fondasi kokoh, yang adalah Engkau sendiri. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja,
OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan