( Bacaan Injil
Misa, Hari Biasa Pekan Biasa IX, Rabu 6 Juni 2012 )
Peringatan Santo
Norbertus [1082-1134], Uskup dan pendiri Ordo Premonstratens
Kemudian datanglah
kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat bahwa tidak ada
kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya, “Guru, Musa menuliskan hal ini untuk
kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan
seorang istri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan
istrinya itju dan memberi keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang
bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak
meninggalkan keturunan. Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati tanpa
meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. Begitulah seterusnya,
ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Akhirnya, sesudah mereka semua,
perempuan itu pun mati. Pada hari kebangkitan, ketika mereka bangkit, siapakah
yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya telah beristrikan dia.”
Jawab Yesus kepada mereka, “Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab
Suci maupun kuasa Allah. Sebab bilamana mereka bangkit dari antara orang mati,
mereka tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di
surga. Juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab
Musa, dalam cerita tentang semak duri, bagaimana Allah berfirman kepadanya:
Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang
mati, melainkan Allah orang hidup. Kamu benar-benar sesat!” (Mrk 12:18-27)
Bacaan Pertama:
1Tim 1:1-3,6-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 123:1-2
Orang-orang Saduki
adalah sekelompok pemimpin agama yang – seperti orang-orang Farisi – menentang
Yesus. Tidak seperti orang-orang Farisi, kaum Saduki tidak percaya akan
kebangkitan setelah kematian. Mereka berpegang pada hukum Musa yang tertulis
sebagai satu-satunya sumber otoritas. Mereka lebih ketat daripada orang-orang
Farisi dalam kepercayaan dan praxis hidup kerohanian. Mereka ‘sungguh
tersinggung’ oleh tafsir Yesus atas Kitab Suci yang kelihatan radikal di satu
sisi, dan di sisi lain diterimanya Yesus oleh khalayak ramai.
Ketika Yesus mulai
mengajar di pelataran Bait Allah, orang-orang Saduki mengutus beberapa orang
anggotanya untuk mencoba menjebak-Nya dan dengan demikian dapat mendiskreditkan
Dia dan ajaran/pesan-Nya. Yang mereka ajukan adalah persoalan hipotetis
berkaitan dengan hukum Levirat (lihat Ul 25:5). Masalah hipotetis ini hanyalah
semacam umpan agar Yesus terjebak. Apakah ada kebangkitan dari kematian? Kalau
begitu, bagaimana ajaran Musa bisa-bisanya memberi ruang untuk adanya suatu
situasi yang penuh teka-teki ini?
Yesus mengetahui
apa yang ada di benak orang-orang Saduki itu. Yesus menjawab pertanyaan mereka
seturut pengertian mereka sendiri, namun pada saat yang bersamaan Ia berupaya
mengangkat pikiran mereka kepada kebenaran-kebenaran surgawi. Oleh karena itu,
seperti yang biasa dilakukan oleh para rabi, Yesus mempresentasikan sebuah
pernyataan yang berisikan ikhtisar dari ajaran-Nya. Guna mendukung
pernyataan-Nya Yesus memetik ayat dari Taurat sendiri (Kel 3:6; Mrk 12:26),
karena itulah satu-satunya sumber yang diterima oleh kaum Saduki.
Bukanlah Yesus kalau
Dia berhenti di situ, karena tidak cukuplah bagi-Nya untuk menunjukkan bahwa
diri-Nya benar. Memang forma tanggapan Yesus itu sejalan dengan tradisi mereka,
namun isinya atau substansinya adalah suatu perpisahan radikal dari tradisi
tersebut. Yesus mengatakan bahwa orang-orang benar tidak hanya diangkat ke
dalam suatu kehidupan baru, melainkan juga diangkat menjadi “anak-anak Allah,
karena mereka telah dibangkitkan” (Mrk 12:25). Allah Bapa tidak hanya
memberikan kehidupan kepada bumi, melainkan Dia juga menopang dan bahkan
mentransformasikan kehidupan sesudah kubur. Karena kematian telah dikalahkan,
maka anak-anak kebangkitan “tidak dapat mati lagi”; dihadapan Allah mereka
hidup (Mrk 12:25,27) dalam suatu kehidupan baru yang mentransenden kehidupan
yang mereka alami di atas bumi. Dengan demikian jawaban Yesus melampaui
pertanyaan-pertanyaan orang Saduki, dengan maksud untuk mengungkapkan kasih dan
rahmat Bapa surgawi. Sebagai anak-anak kebangkitan, kita dapat mengalami
kehidupan Yesus sendiri, bebas dari kematian dan hidup bagi Allah (lihat Rm
6:5-11). Dengan dibersatukannya kita dengan Yesus dalam iman dan dibaptis ke
dalam kematian-Nya, maka kita dapat mengalami kebebasan dari dosa dan kematian,
buah pertama dari kehidupan surgawi yang menantikan kita.
DOA: Bapa surgawi,
Engkaulah pengarang dan penopang semua kehidupan. Oleh kematian dan kebangkitan
Putera-Mu, Engkau telah menjanjikan kepada kami suatu kehidupan yang telah
ditransformasikan dalam kehadiran-Mu. Melalui Roh-Mu, tolonglah kami untuk
tetap setia sementara kami mengantisipasi sukacita kehidupan abadi. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan