( Bacaan Injil
Misa, PERINGATAN S. ANTONIUS DARI PADUA – Rabu, 13 Juni 2012 )
Keluarga Besar
Fransiskan: Pesta S. Antonius dari Padua, Imam & Pujangga Gereja
“Janganlah kamu
menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi.
Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena
sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Selama belum lenyap langit dan bumi ini,
satu huruf kecil atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat,
sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah
hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada
orang lain, ia dkan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan
Surga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkannya, ia akan menduduki tempat
yang tinggi di dalam Kerajaan Surga. (Mat 5:17-19)
Bacaan Pertama:
1Raj 18:20-39; Mazmur Tanggapan: Mzm 16:1-2,4-5,8,11
Kita, orang-orang
Kristiani zaman modern, sering mengatakan bahwa mematuhi perintah-perintah
Allah sampai ke detil-detilnya itu merupakan sesuatu yang membosankan. Namun
seringkali rasa takut akan kebosanan ini hanyalah sekadar “jas penutup” saja.
Rasa takut kita sebenarnya bukanlah takut pada kebosanan atau rutinitas.
Sebenarnya kita merasa takut menghadapi tuntutan-tuntutan Allah yang tidak
mengenal kompromi, kesusahan setiap hari melakukan pertempuran rohani tanpa
henti, betapa melelahkannya mengembangkan hikmat dan kehendak yang serupa
dengan yang dimiliki Kristus. Orang Kristiani modern yang merasa “bosan” adalah
seperti seorang anak laki-laki yang berkata bahwa dia tidak menyukai sepak bola
karena bermain sepak bola itu “membosankan” atau tidak membutuhkan keterampilan
seperti jenis-jenis olah-raga lainnya, padahal sebenarnya karena dia takut
terluka atau dipermalukan oleh pemain bola yang lebih baik. Sesungguhnya,
banyak alasan kita adalah sekadar “dalih”!
Yesus bersabda: “…
ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu” (Mat 7:2;
bdk.Mrk 4:24; Luk 6:38). Terlalu banyak dari kita yang berpura-pura takut akan
“kebosanan” agama dan begitu “monoton”-nya dalam memuji-muji Allah – padahal
terlalu banyak dari kita sebenarnya tidak ingin melakukan apa-apa. Secara salah
kita memberi cap “membosankan” pada hal-hal yang sesungguhnya dapat membebaskan
kita dari kebosanan lebih besar yang kita pilih sendiri. Kita takut terhadap
segala hal yang mungkin memaksa kita melakukan sesuatu yang berharga, karena
karya-karya besar ini menuntut pengorbanan dari pihak kita.
Kita sebenarnya
berada dalam bahaya besar. Tidak melakukan apa-apa, menikmati kehidupan kita
yang sudah nyaman, maka menjaga kenyamanan kita merupakan bentuk mementingkan
diri sendiri yang utama. Mementingkan diri sendiri, keserakahan, ketamakan
merupakan unsur dosa yang mendasar. Bosan dengan diri kita sendiri dan rasa
takut akan upaya yang dibutuhkan untuk bangkit dari lethargy (rasa lesu-malas)
kita, maka kita pun akan berpaling kepada salah bentuk dosa sebagai suatu cara
menyelesaikan sesuatu. Kita mengenal ungkapan dalam bahasa Inggris, “getting
the fun out of life” dan “living only once”, …… bukankah kita hidup hanya
sekali? Oleh karena itu enjoy aja! Dengan kata lain, kita begitu mementingkan diri
sendiri, sehingga begitu bangun tidur, kita pun akan bertindak-tanduk secara
ego-sentris.
Orang-orang yang
besar di mata Allah dan manusia lainnya akan menghadapi pekerjaan yang harus
dilakukan tanpa henti guna memuji dan memuliakan Allah; semua makhluk akan
memimpin mereka kepada Allah; setiap talenta akan dipakai untuk memuliakan Dia;
bahkan saat-saat istirahat dan kesantaian mereka dijalani dalam kehadiran-Nya
yang penuh kasih. Mereka tidak mengenal “kebosanan” dalam relasi mereka dengan
Allah Tritunggal Mahakudus.
Santo Antonius dari
Padua [1195-1231]. Pada hari ini tanggal 13 Juni, Gereja memperingati dan
keluarga besar Fransiskan merayakan pesta orang kudus ini yang lahir di
Portugal dan meninggal dunia di dekat Padua, Italia. Antonius (nama aslinya:
Fernandez) adalah seorang anak laki-laki tunggal dari sebuah keluarga bangsawan
kaya yang kemudian masuk biara Agustinian di Lisboa dan belajar di Universitas
di Coimbra. Sebagai seorang imam Agustinian dia sempat berkenalan dengan
beberapa orang Saudara Dina (Fransiskan) yang kemudian menjadi proto-martir
Ordo Fransiskan. Mereka mati dibunuh di tangan orang-orang Muslim di Afrika.
Menyaksikan semua itu, romo muda itu kemudian bergabung dengan Ordo Saudara
Dina yang belum lama didirikan oleh Fransiskus dari Assisi. Niatnya untuk
menjadi martir Kristus di Afrika tidak kesampaian karena ternyata kehendak
Allah memang lain. Perbedaan antara dirinya dengan sang pendiri ordo, adalah
bahwa romo muda ini terdidik dan memang pandai. Bahkan, Fransiskus menyapanya sebagai
“Uskup-ku”. Kesamaan yang jelas-nyata antara kedua pribadi orang kudus ini
adalah ketaatan mereka pada kehendak Allah dan kasih mereka yang mendalam
kepada Allah dan sesama. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal
“kebosanan” dalam mengikuti jejak Kristus. Banyak sekali mukjizat dibuat Santo
Antonius dari Padua selama masa hidupnya, demikian pula setelah kematiannya.
Tidak jarang orang banyak lebih mengenal Santo Antonius dari Padua daripada
Bapak Rohaninya sendiri, Santo Fransiskus dari Assisi. Seperti Yesus, Antonius
meninggal dunia dalam usia muda. Dia dinyatakan kudus oleh Gereja hanya satu
tahun setelah wafat-Nya.
DOA: Haleluya!
Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Aku hendak memuliakan TUHAN selama aku hidup, dan
bermazmur bagi Allahku selagi aku ada (Mzm 146:1). Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan