(
Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Ignasius dari Antiokia, Uskup-Martir –
Rabu, 17 Oktober 2012 )
Sesungguhnya Aku berkata kepadamu:
Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja;
tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Siapa saja yang
mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa saja yang
membenci nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Siapa
saja yang melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ
pun pelayan-Ku akan berada. Siapa saja yang melayani Aku, ia akan dihormati
Bapa. ( Yohanes 12:24-26 )
Bacaan Pertama: Flp 3:17-4:1;Mazmur
Tanggapan: Mzm 34:2-9
Dalam setiap
biji gandum terkandunglah suatu potensi untuk bertumbuh, menjadi matang dan
menghasilkan buah. Akan tetapi agar dapat bertumbuh, biji gandum itu
pertama-tama harus ditanam/jatuh ke dalam tanah dan menjadi mati, artinya
menyerahkan dirinya untuk perubahan selanjutnya. Hanya dengan begitu biji
gandum itu dapat menghasilkan kehidupan.
Seorang
Kristiani menerima kehidupan dengan cara yang serupa. Agar dapat hidup, kita
harus mati dulu. Mati berarti dibaptis ke dalam kematian Tuhan Yesus! Dengan
menyatukan diri kita dalam iman pada kematian-Nya, maka kita setuju dalam hati
kita bahwa kita tidak lagi memiliki hasrat untuk diatur oleh kehidupan yang
kita warisi dari Adam dan Hawa setelah kejatuhan mereka ke dalam dosa. Kita
menginginkan tanda sakramental kematian kita dalam pembaptisan untuk
diaktualisasikan, agar kita bahkan sekarang dapat mengalami kematian terhadap
cinta-diri dan dorongan-dorongan dari dalam diri semata.
Dalam pembaptisan,
“biji gandum” kita telah dikubur dan kita pun dimampukan untuk menerima suatu
kehidupan baru. Karena kita turut ambil bagian dalam kematian Yesus, kita juga
ikut ambil bagian dalam kebangkitan-Nya (Rm 6:4). Karena Yesus dibangkitkan dan
duduk di sebelah kanan Allah Bapa, maka kehidupan yang kita terima mempunyai
asal-usul di surga. Roh Kudus memberdayakan kehidupan baru dalam diri kita
dengan memperbaharui akal budi dan hati kita. Kita bekerja sama dengan berdoa,
melakukan pertobatan, menerima kehidupan-Nya dari liturgi dan sakramen, membaca
dan merenungkan sabda Allah dalam Kitab Suci, dan mencari terus kehendak-Nya
atas diri kita. Dengan berjalannya waktu, berkat rahmat Allah, kita mulai dapat
menghasilkan buah-buah yang baik. Tindakan-tindakan kita dan kata-kata yang
kita ucapkan menjadi semakin lebih berpusat pada Kristus. Pada saat yang sama
berbagai tindakan dan kata-kata kita yang mencerminkan pemusatan pada diri kita
sendiri juga semakin menyusut. Kita pun mulai merindukan Allah lebih daripada
dunia.
Santo Ignasius dari Antiokhia [+ 110] yang kita peringati pada hari ini
adalah contoh yang baik dari sebutir biji gandum yang mati dan tumbuh serta
berbuah. Barangkali orang kudus ini berasal dari Siria. Ada yang mengatakan
bahwa Ignasius adalah salah seorang anak yang dipangku Yesus di hadapan para
Rasul. Ia menjadi uskup kedua sesudah Santo Petrus di kota pusat Kristinitas,
yaitu Antiokhia di Siria. Di tempat inilah Ignasius yang sudah lanjut usia
dihukum mati dan dikirim ke Roma agar supaya diterkam binatang buas sebagai
tontonan. Dalam perjalanannya ke Roma dia menulis surat-surat yang membuat
dirinya menjadi terkenal. Kapal mereka singgah sebentar di Smirna. Di situ
Ignasius bertemu dengan Polikarpus, murid Rasul Yohanes. Dari kota inilah ia
menulis empat surat kepada umat di Efesus, Magnesia, Tralles dan Roma. Di
Listra, sebelum menyeberang ke Eropa, Ignasius menulis tiga surat, yaitu kepad
jemaat di Filadelfia, Smirna dan surat perpisahan kepada uskup Polikarpus yang masih
muda itu. Surat-surat Ignasius itu sangat berharga untuk mengetahui kehidupan
umat Kristiani purba. Ignasius selalu menasihatkan, supaya orang Kristiani
tetap utuh bersatu, menghadiri perjamuan Ekaristi dengan layak dan patuh kepada
pimpinan uskup: “Di mana ada uskup, di situlah Gereja!” Suratnya yang paling
bagus ialah yang dikirim sebelum ke Roma. Surat itu melukiskan Ignasius sebagai
orang yang berbudi bahasa haous dan beriman teguh.
DOA: Bapa surgawi, karena cintakasih yang
berapi-api Santo Ignasius dari Antiokhia menjadi pelayan-Mu yang setia dan
martir-Mu yang mulia. Sebagaimana dicontohkan olehnya, semoga kami mengasihi
Yesus Kristus dengan sungguh-sungguh dan melaksanakan apa saja yang
diajarkan-Nya kepada kami. Amin.
Cilandak, 4 Oktober 2012
Tiada ulasan:
Catat Ulasan