( Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXVI – Rabu, 3 Oktober 2012 )
Ketika Yesus dan
murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seseorang di tengah
jalan kepada Yesus, “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.”
Yesus berkata kepadanya, “Rubah mempunyai liang dan burung mempunyai sarang,
tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Lalu
Ia berkata kepada seorang yang lain, “Ikutlah Aku!” Tetapi orang itu berkata,
“Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapakku.” Tetapi Yesus berkata
kepadanya, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah
dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.” Lalu seorang yang lain lagi
berkata, “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu
dengan keluargaku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Setiap orang yang siap
untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”
(Luk 9:57-62)
Bacaan Pertama: Ayb
9:1-12,14-16; Mazmur Tanggapan: Mzm 88:10-15
Yesus mempunyai
cara-Nya sendiri dalam berkomunikasi dengan para murid atau calon murid-Nya,
menstimulir mereka untuk berpikir. Di sini Yesus berbicara mengenai persyaratan
untuk menjadi murid-Nya dan bahasa yang digunakan cukup keras. Namun terasa
bahwa sekali-sekali Yesus berkomunikasi dengan melakukan permainan kata-kata
yang sungguh merangsang imajinasi orang yang mendengar pesan-Nya dan membuat
orang itu bertanya-tanya tentang makna dari pesan yang disampaikan-Nya.
“Biarlah orang mati menguburkan orang mati” (Luk 9:60). Maknanya, tentunya,
adalah membiarkan orang-orang yang mati-rohani menguburkan orang mati-fisik.
Pekerjaan kita adalah dengan orang-orang yang hidup; pesan kita adalah pesan
kehidupan, kehidupan baru. Saya sendiri sekian tahun lalu mengalami betapa
berbahayanya sabda Yesus seperti ini apabila ditafsirkan secara harfiah. Pada
waktu ayah mertua saya meninggal dunia, seorang anak laki-lakinya yang menganut
paham Kristiani yang fundamentalistis, tidak mau hadir ke rumah duka, padahal
dia adalah anak laki-laki tertua. Alasan yang dikemukakannya sama dengan ayat
tadi. Menyedihkan, memang!
Satu hal lainnya
yang ditekankan Yesus adalah “kesulitan” yang dialami seseorang untuk menjadi
murid-Nya, ada “biaya”-nya. “Rubah mempunyai liang dan burung mempunyai tempat
untuk meletakkan kepala-Nya” (Luk 9:58). Yesus memang tidak pernah “menipu”
atau ”menjebak” orang dengan janji-janji yang indah-indah dan romantis, agar
mau mengikuti diri-Nya. Yesus membeberkan fakta seadanya walaupun terkesan
keras didengar.
Satu hal lagi yang
disampaikan di sini: Komitmen para murid Yesus harus bersifat permanen: “Setiap
orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk
Kerajaan Allah” (Luk 9:62). Yesus mengingatkan kita bahwa kita-manusia mempunyai
kecenderungan untuk merasa terlalu risau tentang kerja, kita terlalu banyak
memikirkan sukses …… sukses duniawi! Kita menjadi begitu mudah disibukkan
dengan urusan pekerjaan dan rekreasi, dan lupa komitmen kita untuk melayani
Allah dan sesama (bukan hanya orang Kristiani) sebagai orang-orang Kristiani
sejati.
Komitmen Kristiani
bukanlah sekadar urusan suci-suci pada hari Minggu saja, doa, bahkan senantiasa
hadir dalam Misa Harian. Komitmen Kristiani yang sejati jauh lebih dari itu
semua. Komitmen Kristiani sejati menyangkut penghayatan iman dalam tindakan, di
tempat kerja, pada waktu berekreasi, dalam bisnis, dalam dunia politik, dalam
segala kontak kita dengan sesama manusia tanpa memandang perbedaan agama,
bangsa/etnis, status sosial-ekonomi dalam masyarakat. Komitmen Kristiani
bukanlah sesuatu yang dapat kita “mati-hidupkan” seenaknya seperti pesawat
radio. Komitmen Kristiani yang sejati harus bersifat permanen dan harus
meliputi seluruh segi kehidupan kita.
DOA: Ya Allah,
Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu
kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair. Demikianlah aku
memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan
kemuliaan-Mu. Aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi
nama-Mu. Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku. Amin. (Mzm
63:2-3,5,9)
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan