( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa I, Rabu 11-1-12 )
Samuel yang muda itu menjadi pelayan TUHAN (YHWH) di bawah pengawasan Eli. Pada masa itu firman YHWH jarang; penglihatan-penglihatan tidak sering.
Pada suatu hari Eli, yang matanya mulai kabur dan tidak dapat melihat dengan baik, sedang berbaring di tempat tidurnya. Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait suci YHWH, tempat tabut Allah. Lalu YHWH memanggil: “Samuel! Samuel!”, dan ia menjawab: “Ya, bapa.” Lalu berlarilah ia kepada Eli, serta katanya: “Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?” Tetapi Eli berkata: “Aku tidak memanggil; tidurlah kembali.” Lalu pergilah ia tidur. Dan YHWH memanggil Samuel sekali lagi. Samuel pun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta berkata: “Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?” tetapi Eli berkata berkata: “Aku tidak memanggil, anakku; tidurlah kembali.” Samuel belum mengenal YHWH; firman YHWH belum pernah dinyatakan kepadanya. Dan YHWH memanggil Samuel sekali lagi, untuk ketiga kalinya. Ia pun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta katanya: “Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?” Lalu mengertilah Eli, bahwa YHWH lah yang memanggil anak itu. Sebab itu berkatalah Eli kepada Samuel: “Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, YHWH, sebab hamba-Mu ini mendengar.” Maka pergilah Samuel dan tidurlah ia di tempat tidurnya. Lalu datanglah YHWH, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: “Samuel! Samuel!” Dan Samuel menjawab: “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.”
Dan Samuel makin besar dan YHWH menyertai dia dan tidak ada satu pun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur. Maka tahulah seluruh Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi YHWH. (1Sam 3:1-10,19-20)
Mazmur Tanggapan: Mzm 40:2,5,7-10; Bacaan Injil: Mrk 1:29-39
Samuel muda sudah diserahkan oleh Hana kepada imam Eli untuk dibimbing oleh sang imam sebagai seorang pelayan YHWH, di tempat bait suci YHWH di Silo. Hana – ibu dari Samuel – menepati nazarnya kepada Allah, bahwa apabila kepadanya dikaruniai seorang anak laki-laki, maka dia akan mempersembahkan anak itu untuk bekerja melayani Allah. Pada bacaan hari ini kita melihat bagaimana Allah memanggil Samuel ke dalam sebuah tugas pelayanan yang lebih –luas-mendalam lagi daripada yang dia atau ibunya telah bayangkan selama itu. Mengikuti nasihat yang diberikan oleh Eli – seorang yang dipenuhi hikmat dan sudah cukup umur – Samuel menanggapi sapaan Allah dengan sederhana:“Berbicaralah, ya YHWH, sebab hamba-Mu ini mendengarkan” (lihat 1Sam 3:9,10).
Kata-kata nasihat imam Eli kepada Samuel adalah hikmat-kebijaksanaan bagi kita juga yang hidup di abad ke-21 ini. Ketika kita memulai hidup spiritual kita, kebanyakan dari kita berada dalam situasi penuh takjub karena mengetahui bahwa kita dapat berbicara kepada Tuhan Allah – Sang Pencipta langit dan bumi – dan Ia mendengar dan menjawab doa-doa kita. Sungguh merupakan suatu berkat untuk datang menghadap hadirat-Nya dan menyampaikan segala kebutuhan, rasa takut, masalah, rasa syukur dan sukacita kita. Ketika untuk pertama kalinya kita sadar akan hal ini, kita cenderung untuk lebih banyak berbicara dan mengajukan permohonan-permohonan kita, seakan-akan kita berkata:“Dengarlah Tuhan, hamba-Mu ini sedang berbicara!”
Namun dengan bertumbuhnya kehidupan doa kita, maka setahap demi setahap kita pun semakin kurang berbicara dan lebih banyak memakai waktu kita untuk mendengarkan suara Tuhan Allah. Kita memperkenankan Allah sebagai pihak yang membuat rencana kerja-Nya atau agenda-Nya bagi diri kita. Kita percaya bahwa Dia mengetahui berbagai kebutuhan kita, sehingga kita tidak lagi terus-menerus mengemukakan semua itu kepada-Nya. Kita akan bersukacita karena mengalami kehadiran-Nya dalam keheningan; kita merasa takjub dan mulai menyembah-Nya sebagaimana apa adanya Dia. Kita menikmati sabda-Nya dan merenungkannya di bagian terdalam hati kita. Kita memperkenankan Dia mengubah kita, bukannya mencoba agar Dia mengubah situasi yang sedang kita hadapi.
Marilah kita terus mencoba “bereksperimen” mendengarkan Yesus selagi kita berdoa, membaca dan merenungkan sabda Allah dalam Kitab Suci, memilih sebuah tempat yang hening di mana kita dapat menenangkan pikiran dan roh kita. Kita dapat membuat catatan apa saja yang kita dengar. Kemudian kita menentukan bagaimana seharusnya kita bertindak seturut sabda Allah kepada kita itu. Ingatlah bahwa Allah begitu rindu untuk berbicara kepada kita masing-masing, umat-Nya. Ia hanya menantikan kita untuk cukup mengheningkan diri agar dapat mendengarkan suara-Nya. “Berbahagialah orang, yang menaruh kepercayaannya pada YHWH” (Mzm 40:5).
DOA: Ya Tuhanku dan Allahku, aku akan hening di hadapan hadirat-Mu dan menanti dengan sabar untuk dapat mendengarkan panggilan-Mu. Berbicaralah, ya Tuhanku dan Allahku. Ucapkanlah sabda kebenaran-Mu kepadaku, sehingga aku sungguh dapat mengenal Engkau, melayani Engkau, dan berbuah demi Kerajaan Allah. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan