( Bacaan Pertama Misa Kudus, Peringatan S. Yohanes Bosko, Imam, Selasa 31-1-12 )
Kebetulan Absalom bertemu dengan orang-orang Daud. Adapun Absalom menunggangi bagal. Ketika bagal itu lewat di bawah jalinan dahan-dahan pohon tarbantin yang besar, tersangkutlah kepalanya pada pohon tarbantin itu, sehingga ia tergantung antara langit dan bumi, sedang bagal yang dikendarainya berlari terus. Seseorang melihatnya, lalu memberitahu Yoab, katanya: “Aku melihat Absalom tergantung pada pohon tarbantin.”
Lalu diambilnyalah tiga lembing dalam tangannya dan ditikamkannya ke dada Absalom, sedang ia masih hidup di tengah-tengah dahan pohon tarbantin itu.
Kemudian berkatalah raja: “Pergilah ke samping, berdirilah di sini.” Ia pergi ke samping dan tinggal berdiri. Maka datanglah orang Etiopia itu. Kata orang Etiopia itu: “Tuanku raja mendapat kabar yang baik, sebab TUHAN (YHWH) telah memberi keadilan kepadamu pada hari ini dengan melepaskan tuanku dari tangan semua orang yang bangkit menentang tuanku.” Tetapi bertanyalah raja kepada orang Etiopia itu: “Selamatkan
Absalom, orang muda itu?” Jawab orang Etiopia itu: “Biarlah seperti orang muda itu musuh tuanku raja dan semua orang yang bangkit menentang tuanku untuk berbuat jahat.”Adapun Daud duduk di antara kedua pintung gerbang sedang penjaga naik ke sotoh pintu gerbang itu, di atas tembok. Ketika ia melayangkan pandangnya, dilihatnyalah orang datang berlari, seorang diri saja. Berserulah penjaga memberitu raja, lalu raja berkata: “Jika ia seorang diri, maka kabar yang baiklah disampaikannya.”
Maka terkejutlah raja dan dengan sedih ia naik ke anjung pintu gerbang lalu menangis. Dan beginilah perkataannya sambil berjalan: “Anakku Absalom, anakku, anakku Absalom! Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!”
Lalu diberitahukanlah kepada Yoab: “Ketahuilah, raja menangis dan berkabung karena Absalom.” Pada hari itulah kemenangan menjadi perkabungan bagi seluruh tentara, sebab pada hari itu tentara itu mendengar orang berkata: “Raja bersusah hati hati karena anaknya.” Sebab itu tentara itu masuk kota dengan diam-diam pada hari itu, seperti tentara yang kena malu kembali dengan diam-diam karena melarikan diri dari pertempuran. (2Sam 18:9-10,14b,24-25a,30-19:3)
Mazmur Tanggapan: Mzm 86:1-6; Bacaan Injil: Mrk 5:21-43
Dalam perayaan Ekaristi di tengah sebuah retret khusus untuk kaum muda, imam selebran mengundang mereka yang hadir untuk berdoa secara spontan dalam bagian “Doa Umat”. Banyak yang dengan sederhana sekali hanya berkata: “Untuk keluargaku,” atau “Tuhan, hadirlah selalu bersama para orangtuaku.” Kaum muda inilah yang pertama-tama setuju bahwa keluarga-keluarga sedang diserang/dikepung oleh lawan kita bersama. Barangkali sebagian dari mereka sudah sekian lama menderita berbagai konsekuensi dari serangan-serangan ini: perkawinan yang terluka, ketiadaan damai-sejahtera dalam rumah tangga, atau orangtua yang absen dalam relasi kekeluargaan, etc. Keluarga mereka telah menjadi sebuah “dysfunctional organization”.
Apakah kita terkejut hari ini apabila mendengar seorang pakar menyatakan bahwa keluarga Raja Daud itu dapat dikatakan “dysfunctional”? Anak laki-laki Daud yang bernama Amnon (anak dari istrinya yang bernama Ahinoam, perempuan Yizreel; lihat 2Sam 3:2) jatuh cinta kepada seorang adik perempuannya yang bernama Tamar (anak dari istrinya yang bernama Maakha, anak Talmai raja Gesur; sedarah-sedaging dengan Absalom): kemudian Amnon memperkosa adiknya itu Karena peristiwa itu Absalom pun membenci Amnon (bacalah 2Sam 13:1-22). Kemudian Absalom membunuh Amnon (lihat 2Sam 13:23-39), kemudian memimpin pemberontakan terhadap ayahnya (lihat 2Sam 15:1 dsj.). Semua ini terjadi, antara lain, karena dosa perselingkuhan Daud dengan Batyeba (2Sam 11-12).
Kisah mengenai Absalom dan Amnon merupakan salah satu dramatisasi paling menyentuh hati berkaitan dengan kecenderungan efek negatif dari dosa-dosa para orangtua terhadap kehidupan anak-anak mereka. Bahkan sampai hari ini pun, terasa bahwa strategi Iblis adalah untuk membuat lemah para orangtua dalam melaksanakan panggilan mereka sebagai guru-guru dan teladan/panutan (role models), dengan demikian anak-anak merekalah yang harus menderita segala konsekuensi dari kesalahan orangtua mereka. Iblis sangat mengetahui, bahwa apabila dia dapat menyebabkan terjadinya pergolakan dalam sebuah unit kecil seperti keluarga, maka efek-efeknya akan panjang dan menyebar luas – baik ke dalam masyarakat sampai kepada generasi-generasi mendatang. Keluarga yang seharusnya menjadi sebuah “gereja domestik” malah menjadi “neraka domestik”.
Jadi, bagaimana seharusnya kita menanggapi bacaan hari ini? Pertama-tama, para orangtua harus mengakui bahwa kepada mereka telah diberikan sebuah tanggung-jawab besar dan mengagumkan dari Allah sendiri, sebuah tanggung-jawab yang tidak akan pernah akan dapat mereka penuhi apabila mengandalkan kekuatan mereka sendiri. Para orangtua harus memiliki kebiasaan untuk berpaling kepada Tuhan Allah untuk memperoleh kekuatan dan hikmat-kebijaksanaan yang melampaui sumber daya yang mereka miliki. Banyak orangtua yang telah menggantungkan diri sepenuhnya pada Allah dapat memberi kesaksian, bahwa melangkah dalam iman sedikit saja akan memberi ganjaran yang luarbiasa.
Kedua, kisah Perjanjian Lama ini merupakan ajakan bagi setiap orang untuk mendoakan keluarga-keluarga. Begitu banyak kekuatan negatif (aspek-aspek negatif dari perkembangan teknologi, pornografi dll.) yang harus dihadapi para orangtua dalam mendidik anak-anak mereka, kita semua perlu sekali mendoakan agar keluarga-keluarga senantiaswa berada dalam kuasa dan perlindungan Allah! Kita tidak akan mampu memperbaiki keadaan hanya dengan kekuatan manusia, apalagi dengan melontarkan kritik-kritik pedas ke sana-sini, sampai-sampai mengusulkan penutupan “warnet” untuk mengurangi maraknya pornografi di kalangan anak-anak di bawah umur, dsb.
DOA: Bapa surgawi, utuslah Roh Kudus-Mu kepada semua keluarga di mana saja, agar mereka dapat mengasihi – teristimewa anak-anak mereka – dengan kasih-Mu dan bertindak-tanduk dengan hikmat-kebijaksanaan yang berasal dari-Mu. Sembuhkanlah keluarga-keluarga yang menderita luka perpecahan dan dan bawalah mereka agar semakin dekat dengan hati-Mu. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan