( Bacaan Injil Misa
Kudus, Peringatan/Pesta S. Ludovikus IX, Raja & Pelindung Ordo Fransiskan
Sekular – Sabtu, 25 Agustus 2012 )
Lalu berkatalah
Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, “Ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan
lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu
turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak
melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas
bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang
mereka lakukan hanya dimaksudkan untuk dilihat orang; mereka memakai tali
sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat
terhormat dalam perjamuan dan di tempat terbaik di rumah ibadat; mereka suka
menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil orang ‘Rabi.’ Tetapi kamu,
janganlah kamu disebut ‘Rabi’; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah
saudara. Janganlah kamu menyebut siapa pun ‘bapak’ di bumi ini, karena hanya
satu Bapamu, yaitu Dia yang di surga. Janganlah kamu disebut pemimpin, karena
hanya satu pemimpinmu, yaitu Mesias. Siapa saja yang terbesar di antara kamu,
hendaklah ia menjadi pelayanmu. Siapa saja yang meninggikan diri, ia akan
direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Mat
23:1-12)
Bacaan Pertama: Yeh
43:1-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 85:9-14
Kalau kita
merenungkan sejenak bacaan Injil hari ini, terasa ada rasa jengkel, mendongkol
dan marah yang terkandung dalam kata-kata yang diucapkan Yesus tentang para
ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Orang-orang itu memegang posisi terpandang
dalam masyarakat Yahudi. Mereka dihormati, namun mereka tidak lebih daripada
segerombolan orang-orang munafik.
Lain halnya dengan
Yesus, kemunafikan tidak ada dalam kamus-Nya! Ia memperlakukan para ahli Taurat
dan orang-orang Farisi ini secara berbeda, apabila dibandingkan dengan orang
banyak. Yesus melihat tindakan-tindakan dan opini-opini mereka, bukan sekadar
posisi mereka dalam masyarakat. Kita – manusia kebanyakan – sering tergoda
untuk menilai bagian luar saja dari diri seseorang, tetapi Yesus melihat bagian
dalamnya. Yesus tidak mempunyai masalah dengan fungsi para ahli Taurat dan
orang-orang Farisi. Dia bahkan mengajar orang banyak dan murid-murid-Nya untuk
mentaati apa yang diajarkan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu. Ucapan
Yesus tidak mengagetkan orang banyak yang mendengarkan pengajaran-Nya karena
para ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu memang sangat dihormati dalam
masyarakat Yahudi. Mereka dikenal untuk pengetahuan mereka dan dalam hal
menepati Hukum Musa (Taurat). Yesus sendiri tidak datang ke dunia untuk
meniadakan hukum Taurat. Dalam ‘Khotbah di Bukit’, Ia mengatakan, “Janganlah
kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para
nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Mat
5:17). Santo Paulus bahkan menulis: “Kristus adalah tujuan akhir hukum Taurat,
sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya” (Rm 10:4).
Yang diserang oleh
Yesus bukanlah posisi terhormat para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, bukan
juga pengaruh mereka. Ia tidak menyerang para ahli Taurat untuk pengetahuan
mereka tentang tradisi, melainkan cara mereka memelintir semua itu untuk
keuntungan mereka sendiri dan membangun kesan betapa pentingnya mereka. Yesus
juga tidak menyalahkan orang-orang Farisi untuk semangat mereka sehubungan
dengan hal-ikhwal Allah, melainkan karena fokus mereka terlalu banyak pada
hal-hal kecil yang harus ditaati, sehingga tidak cukup banyak perhatian pada
Allah dan perintah-Nya untuk mengasihi. Baik para ahli Taurat maupun
orang-orang Farisi berada dalam posisi di mana mereka dapat memberikan
pelayanan bagi bangsa Yahudi. Mereka sesungguhnya dapat mengabdikan diri mereka
untuk mendorong atau menyemangati bangsa Yahudi dalam hal doa, saling mengasihi
dan merangkul belas kasihan Allah. Sayangnya semua ini menjadi kabur sebagai
akibat dari kesombongan, egoisme dan cinta kehormatan (gila hormat) mereka
sendiri.
Seperti para rasul,
kita juga harus menaruh perhatian pada panggilan Yesus agar menjadi rendah hati
dan melayani sesama kita. Kadang-kadang garis pemisah antara kekudusan dan
sikap serta perilaku yang mementingkan diri sendiri dapat menjadi sedemikian
tipis. Oleh karena itu, baiklah kita menyadari bahwa semakin dekat kita dengan
Yesus, semakin banyak pula kita mendengar suara-Nya, yang mendorong dan
menyemangati kita, ajaran-ajaran-Nya, dan bahkan mengoreksi diri kita apabila
diperlukan.
DOA: Tuhan Yesus,
tolonglah aku menjaga hatiku agar terbuka bagi cara-cara Engkau bekerja di
dalam dunia sekarang. Semoga aku tidak terlalu terpaku pada tradisi-tradisi,
sehingga luput melihat Engkau dan hati-Mu yang penuh kasih. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan