( Bacaan Injil Misa
Kudus, Peringatan S. Ignasius dari Loyola – Selasa, 31 Juli 2012 )
Katakanlah
perkataan ini kepada mereka: “Air mataku bercucuran siang dan malam dengan
tidak berhenti-henti, sebab anak dara, puteri bangsaku, dilukai dengan luka
parah, luka yang sama sekali tidak tersembuhkan. Apabila aku keluar ke padang,
di sana ada orang-orang yang mati terbunuh oleh pedang! Apabila aku masuk ke
dalam kota, di sana ada orang-orang sakit kelaparan! Bahkan, baik nabi maupun
imam menjelajah negeri yang tidak dikenalnya.” Telah Kautolakkah Yehuda sama
sekali? Telah merasa muakkah Engkau terhadap Sion? Mengapakah kami Kaupukul
sedemikian, hingga tidak ada kesembuhan lagi bagi kami? Kami mengharapkan damai
sejahtera, tetapi tidak datang sesuatu yang baik; mengharapkan waktu
kesembuhan, tetapi hanya ada kengerian! Ya TUHAN (YHWH), kami mengetahui
kefasikan kami dan kesalahan nenek moyang kami; sungguh, kami telah berdosa
kepada-Mu. Janganlah Engkau menampik kami, oleh karena nama-Mu dan janganlah
Engkau menghinakan takhta kemuliaan-Mu! Ingatlah perjanjian-Mu dengan kami,
janganlah membatalkannya! Adakah yanhg dapat menurunkan hujan di antara dewa
kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah langit sendiri memberi hujan
lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya YHWH Allah kami, Pengharapan kami yang
membuat semuanya itu? (Yer 14:17-22)
Mazmur Tanggapan:
Mzm 34:2-9; Bacaan Injil: Mat 13:36-43
Yeremia adalah
seorang nabi yang patah hati dan ia menyampaikan pesan-pesan yang membuat pada
pendengarnya patah hati juga. Barangkali atas dasar inilah ia dinamakan “nabi
yang menangis”. Ia bernubuat dari kurang lebih tahun 626 sampai 580 SM – suatu
periode di mana kerajaan Yehuda di bawah pimpinan raja Yosia (640-609 SM)
melakukan reformasi keagamaan sampai kehancurannya dan pembuangan. Yosia tewas
dalam pertempuran di Megido. Selama tahun-tahun itu, Yeremia mengingatkan
bangsanya akan datangnya penghakiman Allah dan berseru agar mereka bertobat
dari dosa-dosa dan kembali kepada YHWH-Allah. Seperti ekspektasi kita, pesan
sang nabi tidak diterima dengan baik, katakanlah “tidak digubris”, bahkan
Yeremia sendiri diperlakukan dengan buruk oleh bangsa Yahudi. Dia dihina di
depan umum, malah sampai mau dibunuh.
Selama drama
kehidupannya, Yeremia tetap setia kepada YHWH-Allah dan bersatu dengan Yehuda
dan bangsanya. Dia tidak menghakimi atau membenci mereka atas ketidaksetiaan
mereka, yang mengancam negeri mereka sampai jatuh berantakan. Walaupun dirinya
bersih, dia tetap mengindentifikasikan dirinya dengan bangsanya. Dia berdoa
dengan ketulusan hati yang sangat menyentuh perasaan: “Ya TUHAN (YHWH), kami
mengetahui kefasikan kami dan kesalahan nenek moyang kami; sungguh, kami telah
berdosa kepada-Mu” (Yer 14:20). Pesan-pesan kenabiannya keras, namun diiringi
dengan air mata bela-rasa dan cintakasih dari sang nabi.
Mungkinkah
bela-rasa dan cintakasih Yeremia terhadap bangsanya membuat Allah memutuskan
untuk meninggalkan sisa-sisa di Yerusalem dan pada akhirnya membawa orang-orang
balik kembali dari pembuangan? Apapun ceritanya, kita tidak dapat menyangkal
bahwa sedikit saja belas kasih dapat berdampak panjang dan jauh.
Sekarang, adakah
seseorang dalam kehidupan anda yang membutuhkan belas kasih anda? Adakah
seseorang yang anda cenderung hakimi dan menuduhnya karena mereka tidak hidup
dengan cara yang menurut anda benar dan sepatutnya? Sebagaimana nabi Yeremia,
kita (anda dan saya) pun dapat belajar berbicara kebenaran namun pada saat
bersamaan juga menunjukkan belas kasih dan bela-rasa. Kita harus menjauhkan
diri dari rasa dendam, penolakan dan keangkuhan. Semua itu hanya akan membuat
orang semakin terpaku dalam keterikatan mereka. Seperti Tuhan Allah yang kita
sembah, kita pun harus mengampuni setiap orang, bahkan mereka yang mendzolimi
diri kita (lihat Mat 6:12). Ingatlah, dengan pertolongan Allah kita dapat
melakukan apa saja, bahkan yang kelihatannya mustahil (bdk. Luk 1:37; Kej
18:14) – termasuk memperbaiki relasi yang sudah nyaris rusak. Marilah kita pada
hari ini secara khusus merenungkan dalam suasana doa, apa makna dari kata-kata
“belas kasih/kerahiman” (mercy)dan “bela-rasa” (compassion). Kita juga mohon
kepada Allah agar diberikan segala anugerah yang dibutuhkan untuk dapat
meneladan nabi Yeremia, karena sesungguhnya dunia dan Gereja masih memerlukan
nabi-nabi.
DOA: Tuhan Yesus,
penuhilah hatiku dengan hasrat untuk melakukan rekonsiliasi dan keberanian
untuk memulai proses penyembuhan diriku. Berikanlah kepadaku, ya Tuhan,
kemampuan untuk merasakan betapa besar belas kasih-Mu kepada diriku, dengan
demikian aku dapat menunjukkan belas kasihan kepada orang-orang lain –
teristimewa mereka yang telah menyakiti diriku. Terima kasih Tuhan Yesus, Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan