( Bacaan Injil Misa
Kudus, Peringatan S. Alfonsus Maria de Liguori, Uskup & Pujangga Gereja –
Rabu, 1 Agustus 2012 )
“Hal Kerajaan Surga
itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu
dipendamnya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya
lalu membeli ladang itu.
Demikian pula
halnya Kerajaan Surga itu seumpama seorang seorang pedagang yang mencari
mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun
pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.” (Mat 13:44-46)
Bacaan Pertama: Yer
15:10,16-21; Mazmur Tanggapan: Mzm 59:2-5,10-11,17-18
Ah, begitu
seringnya kita mendengar perumpamaan ini! Setiap kali kita mendengar dua
perumpamaan yang dikemas menjadi satu paket ini, maka kita membayangkan diri
kita sebagai pemburu harta-karun, yang setelah berjumpa dengan Yesus,
menyerahkan segalanya yang kita miliki lalu mengikut Dia. Hal ini tentunya
sah-sah saja … tidak salah! Namun demikian, pernahkah kita membayangkan bahwa
diri kita sendirilah harta yang ditemukan oleh Yesus? Seperti harta yang
terpendam di dalam tanah, kita pun berlumuran kotoran berupa dosa-dosa dan juga
diliputi kegelapan. Begitu menemukan kita – si manusia pendosa – Yesus
melepaskan segala kekayaan-Nya yang dipenuhi kemuliaan untuk membuat kita
milik-Nya sendiri. Begitu berharga kita ini bagi Yesus!
Kita dapat merasa
“kikuk dan nggak enak” bila melihat diri kita sendiri sebagai harta sangat
bernilai, teristimewa apabila mengingat segala dosa dan kelemahan serta
kekurangan kita. Bagaimana seseorang – apalagi sang Putera Allah yang maha
sempurna – mengasihi kita dengan intensitas sedemikian? Mengapa Dia, yang dapat
melihat hati manusia yang terdalam, mau-maunya menyusahkan diri untuk menolong,
untuk menyelamatkan kita?
Seorang imam-teolog
besar abad ke-20, Romano Guardini [1885-1968] menulis: “Allah mungkin saja
adalah ‘Dia yang melihat’, namun tindakan-Nya untuk melihat adalah suatu
tindakan kasih. Dengan tindakan melihat-Nya, Dia merangkul ciptaan-Nya,
menegaskan (memberikan afirmasi) kepada mereka, dan mendorong serta
menyemangati mereka, karena Dia tidak membenci satu pun dari yang telah
diciptakan-Nya … Kegiatan melihat-Nya … menyelamatkan mereka dari degenerasi
dan pembusukan” (The Living God, hal. 41-42).
Selagi kita
terkubur dalam gundukan tanah dosa-dosa kita, diselubungi dengan kekerasan hati
kita, Yesus memandang kita dan melihat harta yang tak ternilai harganya. Ia
melihat kebaikan dari yang diciptakan-Nya, dan Ia melihat kebutuhan-kebutuhan
kita yang lebih sejati dan lebih mendalam. Inilah yang menarik diri-Nya kepada
kita dan menggerakkan diri-Nya untuk mengasihi kita. Apabila kita menanggapi
dengan memindahkan arah pandangan kita kepada-Nya, maka kasih-Nya kepada kita
akan berkobar-kobar (bdk. Kid 4:9).
Oleh karena itu,
janganlah kita menahan diri dari kasih Allah. Kasih Allah adalah kasih yang
bergembira dalam kebaikan kita. Kasih Allah adalah kasih yang memanggil kita
kepada kekudusan yang lebih lagi dan ingin menganugerahkan segala hal yang baik
kepada kita. Bapa surgawi sesungguhnya rindu untuk melihat restorasi terwujud
sepenuhnya dalam diri kita masing-masing. Itulah sebabnya mengapa Dia memanggil
kita untuk berada di samping-Nya dan Ia pun dengan tak henti-hentinya akan
memurnikan kita semua dalam api kasih-Nya.
DOA: Tuhan Yesus,
aku menyerahkan diriku kepada-Mu, Aku sungguh merasa tak pantas untuk menerima
cintakasih-Mu kepadaku, namun aku ingin menjadi milik-Mu. Satukanlah diriku
dengan diri-Mu, ya Tuhan, agar dengan demikian aku menjadi serupa dengan
diri-Mu. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan