( Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XVI – Selasa, 24 Juli 2012 )
Ketika Yesus masih
berbicara dengan orang banyak itu, ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di
luar dan berusaha menemui Dia. Lalu seorang berkata kepada-Nya, “Lihatlah,
ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.” Tetapi
jawab Jesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepada-Nya, “Siapa
ibu-Ku? Siapa saudara-saudara-Ku?” Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah
murid-murid-Nya, “Inilah ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapa saja yang
melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, saudara-Ku
perempuan dan ibu-Ku.” (Mat 12:46-50)
Bacaan Pertama: Mi
7:14-15,18-20; Mazmur Tanggapan: Mzm 84:2-8
“Siapa ibu-Ku?
Siapa saudara-saudara-Ku?” (Mat 12:48). Dalam merenungkan kata-kata Yesus ini,
kita dipimpin untuk memeriksa keluarga spiritual di mana kita adalah anggotanya
– kedekatan dan ikatan yang ada antara kita semua, tanpa batasan karena umur,
kebangsaan, kesukuan, etnisitas, jenis kelamin dlsb. Allah adalah Bapa kita!
Dalam anugerah salib dan anugerah Roh, Ia telah memberikan kepada kita
segalanya yang kita butuhkan untuk menghayati realitas hidup sebagai sebuah
keluarga – untuk melakukan kehendak-Nya, melayani-Nya, mengasihi-Nya dan saling
mengasihi antara kita anak-anak-Nya, untuk menjadi saksi akan kasih-Nya, dan
membawa lagi jiwa-jiwa kepada-Nya.
Ketika kita
dibaptis, kita menjadi anak-anak Allah. Bangkit dari air baptis, setiap orang
Kristiani mendengar suara yang pernah terdengar di sungai Yordan: “Engkaulah
Anak-Ku yang terkasih, kepada-Mulah Aku berkenan” (Luk 3:22). Dengan cara ini,
rencana kekal dari Bapa surgawi bagi setiap pribadi direalisir dalam sejarah,
seperti ditulis oleh Paulus: “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula,
mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran
Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak
saudara” (Rm 8:29).
Kita dapat memahami
bagaimana kita menjadi saudari-saudara Yesus, namun apakah yang sesungguhnya
dimaksudkan oleh Yesus bahwa kita adalah ibu-Nya juga? Ia berkata kepada orang
banyak, “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman
Allah dan melakukannya” (Luk 8:21). Santo Paulus menjelaskan peranannya sebagai
seorang ibu ketika dia menulis kepada jemaat di Galatia: “Hai anak-anakku,
karena kamu aku menderita sakit bersalin lagi, sampai rupa Kristus menjadi
nyata di dalam kamu” (Gal 4:19). Sebelumnya, dengan cara serupa, Paulus
mengingatkan umat Kristiani di Tesalonika: “Kami berlaku ramah di antara kamu,
sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawat anaknya” (1Tes 2:7).
Mengikuti Paulus,
Santo Fransiskus dari Assisi [1181-1226] mengatakan, bahwa “kita menjadi ibu
bila kita mengandung Dia di dalam hati dan tubuh kita karena kasih ilahi dan
karena suara hati yang murni dan jernih. Kita melahirkan Dia melalui karya yang
suci, yang harus bercahaya bagi orang lain sebagai contoh” (Surat Pertama
kepada Kaum Beriman, Pasal I:10). Bersikap dan berperilaku sebagai seorang ibu
yang baik adalah sungguh sebuah panggilan bagi semua umat Kristiani! Pada zaman
yang mana pun kita hidup, sebagai seorang Kristiani kita dapat membawa Kristus
ke tengah dunia. Seperti Maria, kita semua dapat berdoa, “Sesungguhnya aku ini
hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38).
DOA: Tuhan Yesus,
terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena privilese luarbiasa yang
Kauberikan kepadaku untuk menjadi anggota keluarga Allah. Aku berdoa agar
keluarga-Mu ini bertumbuh-kembang dalam kuasa Roh Kudus. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan