( Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XV – Jumat, 20 Juli 2012 )
Pada waktu itu,
pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya
memetik bulir gandum dan memakannya. Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi
kepada-Nya, “Lihatlah, murid-murid-Mu melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan
pada hari Sabat.” Tetapi jawab-Nya kepada mereka, “Tidakkah kamu baca apa yang
dilakukan Daud, ketika ia dan orang-orang yang mengikutinya lapar, bagaimana ia
masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak
boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh
imam-imam? Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat bahwa pada hari-hari
Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak
bersalah? Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika
memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan
dan bukan persembahan, tentang kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah.
Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” (Mat 12:1-8)
Bacaan Pertama: Yes
38:1-6,21-22,7-8; Mazmur Tanggapan: Yes 38:10-12,16
Yesus adalah Tuhan
atas hari Sabat dan Tuhan dari Bait Allah. Orang-orang Farisi telah
mengembangkan peraturan-peraturan yang ekstensif berkaitan dengan hari Sabat
dan upacaya penyembahan di Bait Allah. Semua ini berasal dari hasrat yang tulus
untuk melindungi apa saja yang kudus …… apa saja yang suci. Dengan
memperkenankan para murid-Nya untuk melanggar peraturan-peraturan itu,
sebenarnya Yesus menantang orang-orang Farisi dan semua orang untuk memandang
diri-Nya sebagai Pribadi yang memegang otoritas tertinggi/final atas hari Sabat
dan Bait Allah. Injil Matius mengajak kita untuk memandang Yesus, dan melihat
bahwa Dia adalah pencerminan Allah sendiri, bahkan ketika Dia ditolak oleh para
pemimpin agama pada zaman itu.
Yesus melihat
bagaimana orang-orang Farisi melihat hukum. Bagi mereka Hukum Taurat adalah
pemberian dari Allah sendiri, lalu mereka membangun di atasnya suatu sistem
yang terdiri dari peraturan-peraturan dan regulasi-regulasi yang digunakan
untuk mengukur orang-orang lain dan memisahkan diri mereka dari para “pendosa”.
Dengan cara begini mereka tidak akan “terpolusi” oleh dosa orang-orang lain.
Ini adalah cara yang samasekali berlawanan dengan cara Yesus. Ia
mengasosiasikan diri-Nya dengan para pendosa dan pelanggar hukum, bahkan makan
bersama dengan mereka (Mat 9:9-10). Yesus, yang adalah manisfestasi kasih dan
kerahiman Allah, selalu menunjukkan kasih dan belas-kasihan kepada mereka yang
berada di sekeliling-Nya. Yesus tidak akan membiarkan huruf-huruf hukum
membenarkan pengabaian kebutuhan manusia dan menghalang-halangi aliran
cintakasih-Nya.
Dengan
memperkenankan para murid untuk memetik bulir gandum pada hari Sabat dan dalam
mempermaklumkan bahwa “Di sini ada yang melebihi Bait Allah” (Mat 12:6), Yesus
bertindak sebagai penafsir final dari hukum yang dikirim oleh Allah. Ia
menyatakan identitas-Nya sebagai Tuhan dan Mesias yang mengajar dan menghayati
jalan cintakasih yang bersifat sentral bagi Kerajaan Allah.
Teladan yang diberikan
Yesus dapat menolong kita memandang hidup kita sendiri untuk melihat apakah
kita berjalan dalam jalan cintakasih-Nya? Apakah kita cepat mencari kesalahan
dalam diri orang-orang yang tidak memenuhi standar-standar kita sendiri? Apakah
kita menarik garis perbedaan antara diri kita dan orang-orang lain berdasarkan
sikap-sikap kita yang mencerminkan superioritas? Apakah kita sungguh berupaya
untuk mencerminkan kasih Allah dalam kata-kata yang kita ucapkan dan
tindakan-tindakan yang kita lakukan?
DOA: Tuhan Yesus,
bahkan sekarang pun Engkau hadir di tengah-tengah kami, ya Tuhan, sebagai
Pribadi yang adalah Tuhan atas hari Sabat dan lebih besar dari Bait Allah.
Semoga kami mau dan mampu menaruh kepercayaan pada-Mu dan mengikuti Engkau
dalam jalan cintakasih. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan