( Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XV – Senin, 16 Juli 2012 )
“Jangan kamu
menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan
untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai,
melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak
perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang
ialah orang-orang seisi rumahnya.
Siapa saja yang
mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada Aku, ia tidak layak bagi-Ku; dan
siapa saja yang mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada Aku,
ia tidak layak bagi-Ku. Siapa saja yang tidak memikul salibnya dan mengikut
Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Siapa saja yang mempertahankan nyawanya, ia akan
kehilangan nyawanya, dan siapa saja yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia
akan memperolehnya.
Barangsiapa
menyambut kamu, ia menyambut Aku dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut
Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan
menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang
benar, ia akan menerima upah orang benar. Siapa saja yang memberi air sejuk
secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku,
sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Ia tidak akan kehilangan upahnya.”
Setelah Yesus
mengakhiri pesan-Nya kepada kedua belas murid-Nya, pergilah Ia dari sana untuk
mengajar dan memberitakan Injil di dalam kota-kota mereka. (Mat 10:34-11:1)
Bacaan Pertama: Yes
1:11-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 50:8-9,16-17,21,23
Seorang murid
Kristus dipanggil untuk menjadi saksi dari suatu kehidupan baru – untuk memberi
kesaksian – baik dengan kata-kata maupun teladan hidup – bahwa Yesus telah
mengalahkan dosa dan meresmikan (menginaugurasikan) Kerajaan Allah. Selagi Dia
menjelaskan mengenai panggilan ini, Yesus juga mengingatkan para murid-Nya
bahwa kehidupan baru yang akan dimanifestasikan oleh para murid-Nya itu secara
radikal berbeda dari kehidupan yang terpisah dari Allah. Pemisahan yang
dikatakan Yesus bukanlah sebuah agenda radikal di mana segala sesuatu – bahkan
yang sedikit saja bertentangan dengan Kristus – harus ditolak. Sebaliknya,
pemisahan itu terjadi selagi terang dalam diri kita menjadi semakin bercahaya,
dan kegelapan di sekeliling kita dan di dalam diri kita semakin terekspos.
Apabila kita ingin
agar terang Kristus bersinar, maka kegelapan harus disingkirkan, dan hal ini
kadang-kadang menyakitkan. Akan tetapi, panggilan seorang murid adalah
teristimewa untuk mempertahankan relasinya dengan Yesus, dan memperkenankan
sabda Kristus – seperti sebilah pedang bermata-dua – memisahkan kegelapan dari
terang. Namun pada saat yang sama, Yesus tidak pernah meninggalkan para
murid-Nya tanpa penghiburan kasih-Nya dan rasa nyaman, bahwa dengan ikut ambil
bagian dalam salib-Nya kita juga dengan indahnya ikut ambil bagian dalam kebangkitan-Nya
– sekarang dan pada akhir zaman.
Dietrich Bonhoeffer
[1906-1945] adalah seorang pastor Kristiani Lutheran berkebangsaan Jerman yang
sangat dihargai oleh para teolog Katolik. Dietrich Bonhoeffer menentang
kebijakan-kebijakan Jerman Nazi, yang kemudian menjebloskannya ke dalam kamp
konsentrasi dan kemudian membunuhnya pada tahun 1945. Berkaitan dengan pokok
bahasan kita kali ini, Bonhoeffer mengatakan: “Keputusan terakhir harus dibuat
selagi kita masih berada di atas bumi. Damai Yesus adalah salib. Namun salib
adalah pedang yang digunakan Allah di atas bumi. Pedang ini menciptakan
pemisahan. Anak laki-laki terhadap ayahnya, anak perempuan terhadap ibunya,
anggota rumahtangga terhadap kepala rumahtangga – semua ini terjadi dalam nama
Kerajaan Allah dan damai-sejahtera-Nya. Inilah karya yang dikerjakan Yesus
Kristus di atas bumi.”
“Kasih Allah itu
berbeda ketimbang cinta manusia pada tubuh dan darah mereka sendiri. Kasih
Allah bagi manusia berarti salib dan jalan kemuridan. Namun salib itu dan jalan
itu dua-duanya adalah kehidupan dan kebangkitan. ‘Ia yang kehilangan nyawanya
demi aku akan menemukannya.’ Dalam janji ini kita mendengar suara Dia yang
memegang kunci-kunci kematian, sang Putera Allah, yang pergi ke salib dan
kebangkitan, dan bersama Dia dibawa-Nyalah milik-Nya.” (Biaya Pemuridan;
Inggris: The Cost of Discipleship).
DOA: Tuhan Yesus,
hidup Kristiani dapat dengan mudah terkesampingkan bagi banyak dari kami. Kami
kurang serius, tidak memiliki komitmen! Seperti benih yang jatuh ke atas tanah
berbatu, Sabda-Mu menjadi mati karena kebebalan kami. Kami mohon ampun, ya
Tuhan, atas segala dosa dan kekurangan kami. Melalui Roh Kudus-Mu, kami
diyakinkan bahwa Injil menuntut komitmen total dari kami untuk mengasihi Allah
dan sesama kami. Tuhan, ubahlah rasa takut kami menjadi iman yang berani untuk
mewartakan Kabar Baik-Mu. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan