( Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIII – Senin, 2 Juli 2012 )
Ketika Yesus
melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. Lalu
datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya, “Guru, aku akan mengikut
Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” Yesus berkata kepadanya, “Rubah mempunyai
liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat
untuk meletakkan kepala-Nya.”
Seorang lain, yaitu
salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya, “Tuhan, izinkanlah aku pergi
dahulu menguburkan ayahku. Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Ikutlah aku dan
biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.” (Mat 8:18-22)
Bacaan Pertama: Am
2:6-10,13-16; Mazmur Tanggapan: Mzm 50:16-23
Sekilas lintas
perikop ini seakan “salah tempat” dalam Injil Matius bab 8 yang berisikan
serangkaian mukjizat Yesus. Setelah selesai bercerita mengenai penyembuhan ibu
mertua Petrus dan banyak mukjizat lainnya (Mat 8:14-17) dan sebelum menarasikan
serangkaian mukjizat lagi (Mat 8:23-9:8), maka seperti “sandwich”, Matius
menyelipkan dua sabda Yesus mengenai “komitmen” dan “kemuridan” yang sangat
penting untuk dihayati. Mengapa Matius menyelipkan ajaran Yesus yang keras ini
di tengah-tengah cerita-cerita mengenai mukjizat-mukjizat-Nya?
Ada pakar Kitab
Suci yang berpandangan bahwa Matius menyelipkan bagian ini (Mat 8:18-22) karena
dia sedang memikirkan Yesus sebagai “Hamba YHWH yang menderita”. Matius baru
saja memetik Yes 53:4, “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung
penyakit kita” (Mat 8:17), maka wajarlah apabila gambaran itu memimpin pemikiran
Matius pada gambaran Anak Manusia yang tidak mempunyai tempat untuk meletakkan
kepala-Nya (Mat 8:20). Kehidupan Yesus di dunia di mulai dalam kandang hewan
pinjaman dan berakhir dalam makam pinjaman pula (Plummer, dalam William
Barclay, THE DAILY STUDY BIBLE: The Gospel of Matthew – Volume 1, Chapters
1-10, Edinburgh: The Saint Andrew Press, p. 311). Jadi “teori” ini mengatakan,
bahwa Matius menyelipkan bacaan sebanyak lima ayat ini karena bacaan ini dan
ayat-ayat sebelumnya menunjukkan Yesus sebagai Hamba YHWH yang menderita.
“Teori” ini bisa
saja benar, namun William Barclay berpendapat lebih berkemungkinanlah apabila
penyelipan ini terjadi karena Matius melihat adanya satu “mukjizat” dalam
perikop ini, Yang ingin mengikut Yesus dalam kisah ini adalah seorang ahli
Taurat, dan ia menyapa Yesus dengan gelar kehormatan tertinggi, yaitu “Guru”
(Yunani: didaskalos; Ibrani: Rabbi). Menurut pandangan si ahli Taurat, Yesus
adalah guru terbesar yang pernah dilihatnya, dan ajaran-Nya adalah yang paling
berkesan ketimbang ajaran-ajaran yang pernah didengarkannya. Sungguh sebuah
“mukjizat” apabila seorang ahli Taurat memberikan gelar “Guru” kepada Yesus,
dan ia sendiri ingin menjadi pengikut sang Guru! Yesus dan ajaran-ajaran-Nya
sangat menentang “legalisme” sempit di atas mana dibangun agama yang murni
berdasarkan Hukum Taurat. Jadi, ajaran Yesus sangat bertentangan dengan
pandangan umum yang ada di kalangan para ahli Taurat. Dengan demikian sungguh
sebuah mukjizat-lah apabila seorang ahli Taurat datang kepada Yesus dan melihat
ada sesuatu yang indah dalam diri-Nya dan ajaran-ajaran-Nya. Kiranya ini adalah
mukjizat berkaitan dengan dampak personalitas Yesus Kristus atas orang-orang
lain.
Berikut inilah
ceritanya! Seorang ahli Taurat dengan begitu meyakinkan mengatakan bahwa dia
akan mengikut Yesus kemana saja Dia pergi. Tentu dalam hati banyak orang yang
ada di situ berharap bahwa Yesus akan mempergunakan kesempatan itu dengan
sebaik-baiknya. Akhirnya, Dia akan mempunyai seorang murid yang dapat dijadikan
“asisten” yang handal, …… ahli Taurat gitu lho! Sedikitnya dapat meningkatkan
“pamor” kolese para murid di mata khalayak ramai. Bukankah para murid-Nya yang
awal baru terdiri dari beberapa orang nelayan saja: Simon Petrus, Andreas,
Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya?
Namun hal
sebaliknyalah yang terjadi. Jawaban Yesus sungguh mengejutkan kita semua.
Seakan-akan Yesus berkata, “Sebelum mengikut Aku – pikir dulu apa yang engkau
lakukan. Sebelum engkau mengikut Aku, hitunglah dulu ‘biaya’-nya!” Yesus tidak
ingin orang mengikuti jejak-Nya karena emosi-sesaat (misalnya karena terbenam
dalam “Tabor experience” untuk beberapa saat lamanya. Yesus menginginkan
seorang murid atau pengikut yang sungguh menyadari apa yang dilakukannya. Dalam
kitab Injil yang sama tercatat Yesus pernah bersabda: “Siapa saja yang tidak
memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat 10:38; bdk. Mat
16:24; Mrk 8:34;Luk 9:23).
Juga ternyata
menjadi murid Yesus tidak hanya berarti mempunyai pikiran dan ide-ide yang sama
dengan Dia, tetapi menuntut suatu penyerahan diri yang mutlak. Siapa saja yang
mempunyai keinginan untuk masuk ke dalam lingkungan akrab sebagai
murid-murid-Nya harus menjadi milik Yesus Kristus, jadi harus membuang segala
sesuatu yang bukan Yesus Kristus. Seorang murid Yesus hanya boleh
mempertahankan apa yang diketahuinya seturut kehendak Yesus …… kepasrahan diri
yang sempurna.
Rubah mempunyai
liang tempat tinggal. Apabila ada bahaya, rubah itu dapat melarikan diri ke
dalam liangnya. Bilamana udara dingin, liang adalah tempat untuk menghangatkan
tubuhnya. Burung mempunyai sarang, tempat mereka beristirahat. Akan tetapi Anak
Manusia tidak mempunyai apa-apa untuk meletakkan kepala-Nya. Dia tidak
mempunyai rumah, tidak mempunyai tempat berlindung yang aman. Sesungguhnya
hidup Anak Manusia tidak tetap dan tidak mempunyai kepastian. Demikian pulalah
seharusnya kehidupan para murid-Nya. Menjadi murid Yesus Kristus berarti
meninggalkan kepastian, maka merupakan gambaran kehidupan umat Kristiani
sepanjang masa. Yesus memperingatkan bahwa kehidupan kita di dunia ini hanyalah
merupakan “jalan seberangan” saja, yaitu bertentangan dengan segala
keterlekatan pada hal-hal duniawi, segala keinginan untuk tetap tinggal di
dunia ini serta tak ingin maju lebih lanjut. Hidup di dunia berarti mengalir
terus dalam arus yang tak henti-hentinya menderas menuju samudera keabadian
(Richard Gutzwiller, RENUNGAN TENTANG MATEUS I, Ende, Flores: 1968,
hal.136-138).
Sekarang, marilah
kita soroti seorang pribadi yang lain. Yang menjadi penghalang bagi orang ini
bukanlah keterlekatannya pada hal-hal duniawi, melainkan keterlekatan pada
keluarganya. Permintaannya kepada Yesus nampaknya wajar karena merupakan
kewajiban terhadap orangtua; apalagi kalau kita memahami bahwa mengurus
penguburan orangtua merupakan tugas suci dalam Yudaisme. Tetapi dalam kasus ini
permohonan si murid berhadap-hadapan dengan tuntutan Yesus sendiri yang tidak
dapat ditawar, bahwa Injil, mengikut Yesus, harus ditempatkan di atas segala
sesuatu. Yesus adalah the way of life; yang kurang dari itu sama saja bergabung
dengan orang mati. Di sini Yesus mengajukan tuntutan-Nya yang ilahi dan segala
tuntutan manusia haruslah menyisih …… mengalah! Apabila suara panggilan Allah
diarahkan kepada seseorang, maka dia hanya boleh mengarahkan perhatiannya
kepada Allah saja dan tidak boleh menoleh ke belakang lagi. Allah yang hidup
sedemikian agungnya, sehingga kalau dibandingkan dengan Dia, segala sesuatu
tampak bagi mati dan tak berarti sama sekali.
Juga di sini yang
menentukan adalah pandangan akan yang kekal-abadi, sebab dalam hidup kekal tak
ada hubungan perkawinan. Mereka tidak kawin, tidak pula dikawinkan (lihat Mat
22:30). Dengan demikian hubungan manusiawi dari hubungan cinta yang duniawi
belaka, akan lenyap juga. Oleh karena itu, bagi para murid Yesus hubungan tadi
sudah harus ditiadakan. Tempat seorang murid Yesus bukan lagi dalam lingkup
keluarga yang kecil, sebab dirinya telah ditarik ke dalam pengabdian dalam
Keluarga Allah yang besar, yang terdiri dari orang-orang yang sudah ditebus.
Sebagaimana Yesus meninggalkan Nazaret untuk berada dalam perkara-perkara
Bapa-Nya, demikian pula para murid Yesus harus meninggalkan Nazaret (zona
kenyamanan) hidup kekeluargaannya, untuk menemukan hubungan kekeluargaan dalam
Allah.
Mengikuti Yesus
Kristus bukanlah merupakan sebagian saja dari kehidupan kita, melainkan suatu
totalitas, meliputi seluruh hidup kita, jadi merupakan penyerahan diri secara
sempurna. Penyerahan diri sempurna ini merupakan jawaban satu-satunya yang
mungkin terhadap panggilan istimewa Allah.
Kedua sabda Yesus
dalam bacaan Injil di atas merupakan tuntutan dan jelas bernada “perintah”. Di
satu pihak karena Yesus memang sesungguhnya Tuhan, satu-satunya Pribadi yang
dapat meminta hal yang sedemikian dan juga benar- benar menuntutnya. Dia
menguasai manusia sebagai milik-Nya. Di sisi lain tuntutan-Nya bersifat
menentukan sekali karena Dia tahu betapa berat bagi manusia untuk melepaskan
diri dari segala sesuatu. Oleh karena itu bagi manusia merupakan suatu keringanan
apabila tali pengikat diputuskan samasekali oleh tuntutan yang radikal itu. Si
murid harus membongkar jembatan yang dilaluinya serta membakar perahu yang
telah ditumpanginya, agar pada saat-saat kelemahan ia tidak kembali lagi. Yesus
Kristus menghendaki penyelesaian yang nyata dan jelas-tegas.
DOA: Tuhan Yesus,
berikanlah kepada kami keikhlasan untuk sungguh-sungguh mengikut Engkau, ke
mana pun Engkau akan memimpin kami. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan