(Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan III Paskah – Selasa, 16 April 2013)
Sebab itu, kata
mereka kepada-Nya, “Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya kami dapat
melihatnya dan percaya kepada-Mu? Apakah yang Engkau kerjakan? Nenek moyang
kami telah makan manna di padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya
makan roti dari surga.”
Lalu kata Yesus
kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, bukan Musa yang memberikan
kamu roti dari surga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benar
dari surga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari surga dan
yang memberi hidup kepada dunia.” Maka kata mereka kepada-Nya, “Tuhan,
berikanlah kami roti itu senantiasa.” Kata Yesus kepada mereka, “Akulah roti
kehidupan; siapa saja yang datang kepada-Ku, ia tidak akan pernah lapar lagi,
dan siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia tidak akan pernah haus lagi. (Yoh
6:30-35)
Bacaan Pertama: Kis
7:51-8:1a; Mazmur Tanggapan: Mzm 31:3-4,6-8,17,21
Yesus adalah Roti
Kehidupan. Ia adalah makanan kita, yang memenuhi setiap kebutuhan kita dan
menyembuhkan setiap luka kita. Santo Stefanus – yang kemartirannya kita baca
dalam bacaan pertama hari ini – adalah contoh indah dari kebenaran ini. Menurut
anda, sampai berapa seringkah diakon Stefanus pergi tanpa makanan atau tanpa
kenyamanan rumahnya dan keluarganya sendiri, selagi dia melayani orang-orang
miskin dalam Gereja? Bagaimana dengan Santo Paulus yang telah belajar menjadi
seorang “minimalis” dalam hal pemuasan kebutuhannya sendiri? Bagaimana dengan
Santo Fransiskus dari Assisi sebagai pewarta Injil keliling, baik di Italia maupun
di tempat-tempat lain, seperti Tanah Suci? Bagaimana dengan Santo Fransiskus
Xaverius yang melanglang buana bertahun-tahun lamanya untuk mewartakan Injil
Yesus Kristus? Bagaimana dengan Beata Bunda Teresa dari Kalkuta dan para
anggota kongregasinya yang hidup melayani orang-orang paling kecil-miskin di
India dan di tempat-tempat lain? Kehidupan orang-orang kudus ini dan
orang-orang kudus yang tidak disebutkan namanya memberikan kesaksian tentang
apa artinya sukacita besar yang dapat dialami oleh orang-orang yang sudah
berjumpa dan mengalami (kasih) Yesus.
Yesus adalah sang
Sabda yang menjadi daging atau “Firman yang menjadi manusia” (lihat Yoh 1:14)
yang datang dari mulut Allah sendiri. Dia adalah “roti hidup” yang memberi
makan, memelihara dan memperkuat kita (Yoh 6:29-33). Selagi kita melakukan
perjalanan menuju surga, Yesus adalah pemberian Allah yang istimewa bagi kita:
“roti yang turun dari surga; Siapa saja yang memakannya, ia tidak akan mati”
(Yoh 6:50). Jelaslah, bahwa “manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia
hidup dari segala yang diucapkan TUHAN (YHWH)” (Ul 8:3).
Betapa sering kita
dapat melupakan segalanya yang telah dilakukan Allah bagi kita, padahal Dia-lah
yang menyediakan segala sesuatu bagi kita dan melindungi kita. Sebagai “roti
kehidupan” yang turun dari surga (Yoh 6:51), Yesus dapat menanamkan dalam diri
kita kuat-kuasa Allah dan memampukan kita menunjukkan kasih dan belas-kasih-Nya
kepada setiap orang yang kita jumpai. Inilah yang kita terima selagi kita
menyambut Yesus dalam Ekaristi. Kita mengkonsumsi tubuh dan darah-Nya, dan Ia
memberikan kepada kita jiwa dan keilahian-Nya. Cara apa lagi yang lebih baik
bagi Allah untuk mem berikan hidup-Nya kepada kita?
Marilah kita
mengakui Yesus sebagai roti hidup kita yang sejati. Dia akan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan kita dan menyembuhkan luka-luka kita. Dia tidak akan
menolak atau membuang siapa pun. Ingatlah iman Santo Stefanus dan Santo Paulus
di masa-masa awal Gereja. Tanpa Yesus, mereka tidak dapat survive dari
pencobaan-pencobaan yang mereka hadapi. Karena Yesus adalah “roti hidup”, maka
kita dapat menggantungkan diri kita sepenuhnya kepada Yesus ini ketimbang
sekadar kenyamanan-kenyamanan duniawi. Yesus adalah pemberian Allah bagi kita.
Oleh karena itu, marilah kita membuka hati kita untuk mendengar Yesus berbicara
kepada kita dalam doa kita, dalam Misa Kudus, dan dalam pembacaan serta
permenungan sabda-Nya dalam Kitab Suci. Marilah kita turut ambil bagian dalam
keilahian Allah.
DOA: Bapa surgawi,
Santo Stefanus ada dalam Yesus. Dalam penderitaannya dia menyatukan dirinya
kepada Yesus. Persatukanlah kami semua kepada Putera-Mu sehingga kami pun dapat
meletakkan hidup kami bagi-Mu dan memandang surga seperti Santo Stefanus. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan