(Bacaan Pertama
Misa Kudus, Peringatan S. Katarina dr Siena, Perawan dan Pujangga Gereja –
Senin, 29 April 2013)
Tetapi orang banyak
di kota itu terpecah menjadi dua: Ada yang memihak kepada orang Yahudi, ada
pula yang memihak kepada rasul-rasul itu. Lalu mulailah orang-orang bukan
Yahudi dan orang-orang Yahudi bersama-sama dengan pemimpin-pemimpin mereka
berusaha untuk menyiksa dan melempari mereka dengan batu. Mengetahui hal itu,
menyingkirlah rasul-rasul itu ke kota-kota di Likaonia, yaitu Listra dan Derbe
dan daerah sekitarnya. Di situ mereka memberitakan Injil.
Di Listra ada
seorang laki-laki yang duduk saja, karena kakinya lemah dan lumpuh sejak lahir
dan belum pernah dapat berjalan. Ia mendengarkan Paulus yang sedang berbicara.
Paulus menatap dia dan melihat bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan. Lalu
kata Paulus dengan suara nyaring, “Berdirilah tegak!” Orang itu pun melonjak
berdiri, lalu mulai berjalan kian ke mari. Ketika orang banyak melihat apa yang
telah diperbuat Paulus, mereka itu berteriak dalam bahasa Likaonia, “Dewa-dewa
telah turun ke tengah-tengah kita dalam rupa manusia.” Barnabas mereka sebut Zeus
dan Paulus mereka sebut Hermes, karena dialah yang berbicara. Lalu datanglah
imam dewa Zeus, yang kuilnya terletak di luar kota, membawa lembu-lembu jantan
dan karangan-karangan bunga ke pintu gerbang kota untuk mempersembahkan kurban
bersama-sama dengan orang banyak kepada rasul-rasul itu. Mendengar itu
rasul-rasul itu, yaitu Barnabas dan Paulus, mengoyakkan pakaian mereka, lalu
menerobos ke tengah-tengah orang banyak itu sambil berseru, “Hai kamu sekalian,
mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini manusia biasa sama seperti kamu. Kami
ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan
perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah
menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya. Pada zaman yang lampau Allah
membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing, namun Ia bukan tidak
menyatakan diri-Nya dengan berbagai-bagai perbuatan baik, yaitu dengan
menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu.
Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan.” Walaupun rasul-rasul itu
berkata demikian, mereka hampir-hampir tidak dapat mencegah orang banyak
mempersembahkan kurban kepada mereka. (Kis 14:5-18)
Mazmur Tanggapan:
Mzm 115:1-4,15-16; Bacaan Injil: Yoh 14:21-26
Bayangkanlah shock
yang dialami Paulus ketika orang banyak di Listra berteriak-teriak menyerukan
bahwa dirinya adalah dewa Hermes! Pada awalnya semuanya kelihatan begitu
inosens. Paulus merasa bahwa orang yang lumpuh sejak lahir itu mempunyai iman
untuk dapat disembuhkan, dengan demikian dia berbicara dengan berani dan
memerintahkan orang lumpuh itu untuk berdiri tegak. Namun orang banyak yang
melihat mukjizat itu tidak memahami bahwa mereka baru saja menyaksikan
kuat-kuasa Yesus bekerja melalui diri Paulus. Mereka mengandaikan bahwa
dewa-dewi Yunani-lah yang telah membuat mukjizat tersebut – dan bahwa Paulus
dan Barnabas adalah dewa-dewa. Dua orang rasul ini pun tidak luput dari rasa
heran: kesalahan apa yang kiranya telah mereka lakukan. Melalui situasi yang
dapat dikatakan humoristis ini, Lukas menunjukkan kelemahan/kekurangan kita
sebagai manusia. Hal yang tak disangka-sangka atau tak diharap-harapkan dapat
terjadi, walaupun ketika kita sedang melakukan yang terbaik guna melayani
Tuhan.
Paulus dan Barnabas
bukanlah yang pertama membuat sebuah mukjizat dan kemudian mengalami diri
mereka dipuji-puji secara berlebihan. Ketika Petrus dan Yohanes menyembuhkan
seorang lumpuh sebelum masuk ke dalam Bait Allah, mereka juga mengalami hal
serupa yang datang dari orang-orang banyak yang menyaksikan mukjizat tersebut.
Orang-orang itu mengerumuni mereka di Serambi Salomo (Kis 3:1-11). Yesus juga
harus menghindari orang banyak yang ingin membuat diri-Nya menjadi raja karena
Dia telah membuat mukjizat penggandaan roti dan ikan untuk makanan bagi ribuan
orang (Yoh 6:1-15).
Sekarang, haruskah
rasa takut akan hal yang tidak diharap-harapkan menghalangi upaya kita untuk
mewartakan Injil? Samasekali tidak! Cerita-cerita di atas justru mengingatkan
kita bahwa buah dari upaya-upaya kita senantiasa bersumberkan pada kuat-kuasa
Allah sendiri. Ada banyak hal yang dapat kita pelajari dari setiap pengalaman,
betapa pun tidak diharap-harapkan. Dari pengalamannya seperti digambarkan dalam
bacaan di atas, Paulus jelas belajar secara lebih mendalam lagi bagaimana
mewartakan Kabar Baik Tuhan Yesus kepada orang-orang kafir, baik hal-hal yang
boleh maupun tidak boleh. Kebaikan datang dari situasi, walaupun tidak tepat
sama seperti yang direncanakan oleh Paulus.
Coba-coba (Inggris:
trial and error) – bahkan “humor” – mempunyai tempat dalam upaya mengikuti
jejak Yesus Kristus. Kita belajar banyak dalam Gereja, melalui pembacaan serta
permenungan sabda Tuhan dalam Kitab Suci, dan dalam doa-doa. Namun kita tidak
pernah boleh melupakan bahwa kita juga belajar selagi kita mendengarkan Roh
Kudus dan mengambil risiko pergi ke luar untuk bertemu dengan orang-orang lain
dalam nama Yesus. Allah tidak pernah menghukum kita gara-gara mencoba untuk
melaksanakan amanat agung-Nya mewartakan Injil kepada orang-orang yang kita
temui. Yang diminta oleh Allah adalah agar kita tetap mau dan mampu untuk
diajar oleh-Nya. Dalam hal ini kita dapat mengandalkan diri pada janji Yesus
sendiri yang sangat menghibur: “Penolong, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus
oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu
dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yoh
14:26).
DOA: Roh Kudus
Allah, kami mengetahui bahwa kadang-kadang apa yang kami perkirakan akan
terjadi malah tidak terjadi. Buatlah kami agar kami mau dan mampu mendekati
situasi-situasi sedemikian dengan keterbukaan hati, dengan demikian
kesempatan-kesempatan untuk berbicara mengenai Injil Putera-Mu terkasih dapat
membuat nama-Mu dipermuliakan di dalam dunia.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan