(Bacaan Pertama
Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Paskah – Rabu, 1 Mei 2013)
Peringatan: Santo
Yusuf Pekerja
Beberapa orang
datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara seiman di
situ, “Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh
Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.” Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras
melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus
dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya
ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat
itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk
membicarakan persoalan itu.
Mereka diantara
oleh jemaat sampai ke luar kota, lalu mereka berjalan melalui Fenisia dan
Samaria dan menceritakan tentang pertobatan orang-orang bukan Yahudi. Hal itu
sangat menggembirakan hati saudara-saudara seiman di situ. Setibanya di
Yerusalem mereka disambut oleh jemaat dan oleh rasul-rasul dan penatua-penatua,
lalu mereka menceritakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan
mereka. Tetapi beberapa orang dari aliran Farisi, yang telah menjadi percaya,
berdiri dan berkata, “Orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan
untuk menuruti hukum Musa.” (Kis 15:1-6)
Mazmur Tanggapan:
Mzm 122:1-5; Bacaan Injil: Yoh 15:1-8
Menurut
adat-istiadat Yahudi, orang-orang Yahudi tidak diperbolehkan mengundang
orang-orang non-Yahudi (kafir) masuk ke dalam rumah-rumah mereka, dan mereka
pun tidak diperbolehkan untuk mengunjungi rumah-rumah orang non-Yahudi
termaksud. Walaupun orang-orang Yahudi hidup di tengah-tengah orang-orang non-Yahudi
dan bertemu dengan mereka secara bebas di tempat-tempat umum, mereka tidak
bersosialisasi dengan mereka, karena orang-orang non-Yahudi itu tidak mengikuti
peraturan-peraturan Yahudi tentang kemurnian ritual seturut hukum Musa. Hal ini
merupakan masalah riil yang dihadapi oleh Gereja perdana, yang terdiri dari
campuran orang-orang Yahudi dan orang-orang non-Yahudi. Bagaimana mereka dapat
beribadat secara komunal atau berbagi roti dan anggur pada meja Tuhan atau
mengasosiasikan diri satu sama lain sebagai anggota-anggota satu
komunitas-kasih yang sama?
Di Antiokhia,
banyak orang non-Yahudi telah menjadi Kristiani. Kemudian datanglah dari
Yerusalem sejumlah orang Kristiani Yahudi yang mengajarkan bahwa kesatuan dan
persatuan hanya dapat tercapai apabila umat Kristiani yang non-Yahudi menjadi
Yahudi (disunat). Paulus dan Barnabas sangat menentang pandangan ini, karena
jelas dengan demikian hukum Musa dinilai lebih penting daripada rahmat Kristus
untuk terwujudnya relasi dengan Allah.
Kontroversi ini mungkin
kelihatan “kuno” dan “tidak relevan” bagi kita yang hidup pada abad ke-21.
Namun berita bahwa Allah secara bebas membuat hubungan kita dengan diri-Nya
menjadi benar melalui iman-kepercayaan kita kepada Yesus sungguh merupakan
sesuatu yang sama-sama mengejutkan dan tidak mudah diterima, baik oleh
orang-orang pada zaman modern ini maupun oleh orang-orang yang hidup di
Palestina 2.000 tahun lalu. Kenyataan bahwa Allah yang Mahakuasa mengampuni
semua dosa kita hanya karena Putera-Nya mati di kayu salib sebagai tebusan bagi
kita sungguh merupakan sebuah misteri yang tidak mudah diterima oleh akal kita.
Kita tergoda untuk menambah sesuatu dari pihak kita sendiri, misalnya melakukan
tindakan pertobatan (mati raga, laku tapa dlsb.) guna “membujuk” Allah agar mau
berdamai dengan kita. Akan tetapi, kabar baiknya adalah Allah telah melakukan
segala sesuatu yang diperlukan agar kita dapat berdamai dengan diri-Nya ……
cintakasih-Nya yang tanpa batas, rahmat-Nya yang berkelimpahan! Yang diminta
oleh Allah dari kita hanyalah iman-kepercayaan akan karunia bebas
cintakasih-Nya.
Sementara kita
harus berjuang terus melawan dosa, pertempuran kita yang paling berat adalah
dalam hal iman ini: Maukah kita mengandalkan diri pada apa yang dilakukan Yesus
di bukit Kalvari? Dapatkah kita percaya bahwa di atas kayu salib Yesus telah
menghancurkan segala sesuatu yang menghalangi jalan kita untuk bertemu dengan
Allah? Kita tidak perlu membujuk-bujuk Allah agar berbelas kasih terhadap kita.
Kalau kita mencoba untuk melakukan hal seperti itu, maka kita sebenarnya
mengurangi – malah meniadakan – arti dari pengorbanan yang dilakukan Yesus di
kayu salib. Oleh karena itu, marilah kita memohon kepada Roh Kudus agar
memperluas pengalaman kita akan belas kasih Allah. Marilah kita mohon kepada-Nya
agar meluluhkan hati kita dan menggerakkan kita untuk menaruh dosa-dosa kita di
hadapan-Nya.
DOA: Bapa surgawi,
Allah yang berbelas kasih, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu
untuk cintakasih–Mu yang penuh misteri kepada diri kami masing-masing. Engkau
telah menyediakan segala sesuatu yang kami perlukan untuk menyenangkan-Mu dalam
Putera-Mu, Yesus Krsitus. Yesus adalah sumber kehidupan bagi semua orang yang
mengasihi Engkau. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan