(Bacaan Injil Misa
Kudus, HARI MINGGU PASKAH V – 28 April 2013)
Sesudah Yudas
pergi, berkatalah Yesus, “Sekarang anak Manusia dimuliakan dan Allah dimuliakan
di dalam Dia. Jikalau Allah dimuliakan di dalam Dia, Allah akan memuliakan dia
juga dalam diri-Nya, dan akan memuliakan Dia dengan segera. Hai anak-anak-Ku,
hanya seketika saja lagi aku ada bersama kamu.
Aku memberikan
perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku
telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian
semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu
saling mengasihi. (Yoh 13:31-33a.34-35)
Bacaan pertama: Kis
14:21b-27; Mazmur tanggapan: Mzm 145:8-13; Bacaan kedua: Why 21:1-5a
“Saya tidak pernah
mampu berterima kasih kepadanya secara pribadi, namun kami saling memandang –
mata ketemu mata – sebelum ia dibawa pergi.” Perjumpaan yang dramatis pada
bulan Juli 1941 ini adalah antara seorang tahanan politik di kamp konsentrasi
Auschwitz (Polandia) yang berumur 40 tahun yang telah dijatuhi hukuman mati,
dan seorang imam Fransiskan konventual yang sukarela untuk mati menggantikan
sang terhukum. Sang terhukum bernama Francizek Gajowniczek, seorang sersan, dan
sang imam adalah P. Maximilian Kolbe yang meninggal dua minggu kemudian pada
usianya yang ke-47 tahun …… sebuah kematian yang tidak sia-sia!
Pada bulan Oktober
1982, sekitar 150.000 umat berkumpul di Piazza Santo Petrus untuk menyaksikan
Paus Yohanes Paulus II (yang mengatakan bahwa panggilannya sendiri
diinspirasikan oleh P. Maximilian Kolbe) mengkanonisasikan saudara sebangsanya
sebagai orang kudus Gereja. Sri Paus pada kesempatan itu a.l. memetik dari
Injil Yohanes sabda Yesus yang berikut ini: “Tidak ada kasih yang lebih besar
daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya” (Yoh
15:13). Yesus sangat mengetahui arti dari kata-kata yang diucapkan-Nya itu,
karena Dia sendiri pun akan melakukannya di bukit Kalvari, pada keesokan hari
setelah mengucapkan kata-kata itu.
Dunia terpesona
oleh tindakan heroik yang dilakukan oleh P. Maximilian Kolbe, namun apa yang
telah dilakukannya sebenarnya juga diharapkan dari setiap orang Kristiani yang
sungguh serius dalam sikap dan perilakunya terhadap sabda Yesus, Tuhan dan
Juruselamatnya. Dalam bacaan Injil hari ini, Yohanes memproklamasikan
cintakasih tanpa batas yang diajarkan oleh Yesus: “Aku memberikan perintah baru
kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah
mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh 13:34).
Perintah itu baru
dalam artian bahwa perintah itu “memanggil” (sekiranya kata “menuntut”
dirasakan terlalu keras) seorang pribadi kepada suatu cintakasih universal
dengan intensitas yang terdalam – cintakasih dengan mana Dia mengasihi kita.
Perintah lama: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Im 19:18)
memang sangat menantang, namun tidak sebanyak tantangan yang diberikan oleh
perintah yang baru dari Yesus ini. Misalnya kata “sesama” dapat dikatakan
sedikit banyak terbatas dalam ruang lingkupnya dan orang-orang Yahudi berdebat
terus tentang siapa saja yang termasuk dalam istilah “sesama”. Perintah baru
untuk “saling mengasihi” tidak mempunyai batas. Intensitasnya pun berbeda.
Perintah yang lama mengharapkan kita untuk mengasihi orang-orang lain seperti
kita mengasihi diri kita sendiri. Perintah yang baru mengatakan bahwa kita
harus mengasihi orang-orang lain sama seperti Yesus mengasihi kita. Kita tentu
mengasihi diri kita secara intens, namun kasih Tuhan Yesus kepada kita jauh
lebih intens.
Suatu bukti yang
pasti dari cintakasih sejati adalah memberikan hidup kita sendiri bagi orang
lain, sebagaimana yang dilakukan oleh Yesus Kristus, dan di abad ke-20 oleh P.
Maximilian Kolbe, OFMConv. Santo Petrus berbicara mengenai “siap mati” untuk
Yesus sebelum penyaliban-Nya, namun ternyata itu “omong/pepesan kosong” belaka.
Akan tetapi, kemudian setelah dia menjadi lebih dewasa dalam iman, Petrus
memenuhi janjinya dan mati sebagai seorang martir Kristus yang sejati ……
disalib terbalik dengan kepala di bawah, karena dia merasa tidak pantas untuk
mati disalib seperti Yesus, Tuhan dan Juruselamatnya.
Dalam dunia yang
penuh kekacauan, kebencian, kekerasan dan kekejaman yang tak terbayangkan, P.
Maximilian Kolbe menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang murid Yesus sejati
lewat sikap dan tindakannya; yaitu mengasihi sesamanya seturut perintah Yesus
sendiri. Itu pulalah yang diharapkan dari kita semua, para murid Kristus di
abad ke-21 ini.
DOA: Tuhan Yesus,
ajarlah kami untuk mengasihi orang-orang lain dengan kasih yang sama yang
Kauberikan kepada kami. Kasih-Mu tanpa syarat, penuh dengan janji akan
kehidupan baru, dan setia. Semoga kami menerima kasih-Mu melalui pencurahan Roh
Kudus-Mu, kemudian melakukan segalanya yang kami dapat lakukan untuk membawa
kasih ini kepada orang-orang lain. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan