(Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa VIII – Senin, 27 Mei 2013)
Pada waktu Yesus
meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seseorang berlari-lari mendapatkan Dia dan
sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya, “Guru yang baik, apa yang harus
kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus, “Mengapa kaukatakan
Aku baik?” Tak seorang pun yang baik selain Allah saja. Engkau tentu mengetahui
perintah-perintah ini: Jangan membunuh, jangan berzina, jangan mencuri, jangan
memberi kesaksian palsu, jangan menipu orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!”
Lalu kata orang itu kepada-Nya, “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa
mudaku.” Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata
kepadanya, “Hanya satu lagi kekuranganmu: Pergilah, juallah apa yang kaumiliki
dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di
surga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” Mendengar perkataan itu
mukanya muram, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.
Lalu Yesus
memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka, “Alangkah
sukarnya orang yang banyak harta masuk ke dalam Kerajaan Allah.”
Murid-murid-Nya tercengang mendengar perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus berkata
lagi, “Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih
mudah seekor unta melewati lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam
Kerajaan Allah.” Mereka makin tercengang dan berkata seorang kepada yang lain,
“Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” Yesus memandang mereka dan
berkata, “Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah.
Sebab segala sesuatu mungkin bagi Allah.” (Mrk 10:17-27)
Bacaan Pertama: Sir
17:24-29; Mazmur Tanggapan: Mzm 32:1-2,5-7
Petikan bacaan
Injil hari ini adalah sekitar “kemuridan” …… discipleship adalah kata kerennya.
Seorang imam Fransiskan Kapusin dari Irlandia, Fr. Silvester O’Flynn OFMCap.,
dalam bukunya yang berjudul THE GOOD NEWS OF MARK’S YEAR, (Dublin, Ireland: The
Columbia Press in association with Cathedral Books, 1990) kali ini melihatnya
dari kacamata yang tidak biasa-biasanya, artinya agak berbeda. Yang disoroti
olehnya adalah pandangan mata Yesus. Dalam permenungan kali ini saya mengambil
beberapa pokok dari tulisan Pater Sylvester ini.
Pandangan Yesus
yang pertama adalah kepada orang muda yang kaya itu. Markus menulis: “Yesus
memandang dia dan menaruh kasih kepadanya” (Mrk 10:21). “Menaruh kasih
kepadanya” …… ini hanya ada dalam Injil Markus; Matius dan Lukas dalam cerita
padanannya sama sekali tidak memuat tiga kata ini. Pandangan Yesus kepada orang
ini memiliki kuat-kuasa dan suatu daya tarik yang penuh kehangatan. Seakan
Yesus membuka tangan-tangan-Nya lebar-lebar guna memeluknya seperti Dia
menyambut anak-anak kecil (lihat Mrk 10:16).
Pandangan Yesus
yang kedua ditujukan kepada para murid-Nya. Markus mencatat: “Lalu Yesus
memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata …” (Mrk 10:23). Ini
adalah pandangan Yesus sang Guru yang membuat eye-contact, “mata- ketemu-mata”
dengan orang-orang lain sebelum menyampaikan pesan-Nya kepada mereka.
Pandangan ketiga dari
Yesus lebih dalam lagi. Markus mencatat: “Yesus memandang mereka dan berkata …”
(Mrk 10:27). Pandangan Yesus kali ini menembus hati para murid-Nya. Dia
menyampaikan kasih Allah kepada mereka: menawarkan kemungkinan-kemungkinan
ilahi guna mengatasi kelemahan manusiawi: “Bagi manusia hal itu tidak mungkin,
tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu mungkin bagi Allah” (Mrk
10:27). Sebuah pesan yang menguatkan serta sungguh menyemangati kita semua,
seperti yang dikatakan oleh Malaikat Agung Gabriel kepada sang Perawan dari
Nazaret: “… bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Luk 1:38).
Nah, marilah
sekarang kita masuk ke dalam suasana doa, menempatkan diri kita dalam cerita
Injil di atas dan membiarkan imajinasi kita berkembang berdasarkan sabda Yesus
yang terdapat dalam bacaan itu. Marilah kita memperkenankan Yesus memandang
kita (anda dan saya) satu-persatu. Jauhkanlah rasa takut kita. Barangkali sudah
terlalu lama kita menghindari pandangan mata-Nya. Kita merasa “aman” jika kita
tetap berada agak jauh, … di tengah kerumunan orang banyak. “Aman”, namun ada
kekurangannya. Sekarang, Yesus memandang kita. Dia menginginkan kita. Dia
menginginkan sepasang mata kita yang tertuju kepada diri-Nya, juga hati kita
yang terbuka lebar-lebar bagi-Nya.
Mungkin saja kita
masih mau menolak untuk memandang diri-Nya. Kita seakan berkata: “Tuhan Yesus,
tunggu sampai aku layak dan pantas. Tunggu sampai aku mempunyai sesuatu untuk
diberikan kepada-Mu.” Namun sebenarnya kita sudah mempunyai apa yang dapat
diberikan kepada Yesus. Sesuatu yang memang diinginkan oleh-Nya. Dia
menginginkan mata kita masing-masing, walaupun karena cacat kita hanya memiliki
satu biji mata saja. Kalau kedua mata kita buta, marilah kita pandang Yesus
dengan mata hati kita. Marilah kita memandang Yesus dan memperkenankan-Nya
memandang diri kita. Oh, kan aku seorang pendosa. Aku tidak dapat memandang-Nya
“mata-ketemu-mata” tanpa merasa seperti seorang yang sedang telanjang, ah
membuat diriku serba salah, malu. …… Embarrased!
Akan tetapi,
sepasang mata Yesus penuh dengan kasih. Kasih kepada kita masing-masing secara
pribadi. Pandangan mata-Nya dengan tetap terus berlanjut sampai menyentuh kita.
Kita tidak perlu takut akan sentuhan kasih-Nya. Yesus memang senantiasa mencari
kita. Oleh karena itu mengapa kita harus melarikan diri daripada-Nya? Apakah
karena kita terlalu sibuk? Terlalu kaya? Ataukah memang takut akan Allah dalam
artiannya yang salah, yaitu takut untuk dikasihi oleh-Nya. Mengapa? Mengapa?
Saudari dan
Saudaraku yang sungguh dikasihi Kristus, apabila kita sudah berada pada tahapan
ini, dan kita tetap ingin berbalik meninggalkan Yesus, maka ujung-ujungnya
semua itu hanyalah meninggalkan kesedihan dalam diri kita. Oleh karena itu,
kita harus tetap bertahan. Marilah kita mengambil waktu yang cukup untuk
melakukan permenungan pribadi agar kita dapat mengetahui, mengenal dan
mengalami bahwa kita ini sesungguhnya dikasihi oleh Yesus. Marilah kita
memandang kehangatan pandangan-Nya. Pandangan dari sepasang mata Yesus terus
saja menawarkan karunia (anugerah/pemberian gratis) dari Bapa surgawi. Hati
manusiawi kita akan ditransformasikan oleh karunia Allah tersebut. Sementara
itu marilah kita merasakan bangkitnya keberanian dalam diri kita. Kelemahan
manusia tidak akan menahan-nahan kita lagi. Kemungkinan-kemungkinan besar mulai
terbayang, semua hal yang kita rindukan sejak dahulu. Semua hal yang dahulu
kita tidak miliki. Bahkan juga kekayaan dalam surga, hidup kekal! Memang
segalanya mungkin bagi Allah!
DOA: Bapa surgawi,
Engkau adalah Allah dan bagi-Mu segalanya adalah mungkin. Undanglah kami untuk
mengikuti jejak Yesus Kristus dalam jalan kami menuju kepenuhan hidup. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS