(Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa VII – Selasa, 21 Mei 2013)
Yesus dan
murid-murid-Nya berangkat dari situ dan melewati Galilea, dan Yesus tidak mau
hal itu diketahui orang; sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata
kepada mereka, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan
mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.”
Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya.
Kemudian tibalah
Yesus dan murid-murid-nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah, Ia
bertanya kepada murid-murid-Nya, “Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah
jalan?” Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi mereka bertengkar
tentang siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu Yesus duduk dan memanggil
kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka, “Jika seseorang ingin menjadi
yang pertama, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari
semuanya.” Lalu Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di
tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka,
“Siapa saja yang menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut
Aku. Siapa yang menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang
mengutus Aku.” (Mrk 9:30-37)
Bacaan Pertama: Sir
2:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 37:3-4,18-19,27-28,39-40
“Jika seseorang
ingin menjadi yang pertama, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya
dan pelayan dari semuanya” (Mrk 9:35).
Petikan sabda Yesus
ini barangkali merupakan sabda yang paling menantang dalam Injil. Kita semua
mengetahui bahwa kita dimaksudkan untuk melayani, …… namun menjadi pelayan dari
semuanya? Mudahlah untuk kita menjadi penuh keutamaan/kebajikan ketika
menghadapi seseorang yang nyaman/enak bagi kita berelasi dengannya. Akan tetapi
bagaimana kalau kita harus berurusan dengan orang-orang yang “berbeda” dengan
kita? Mungkin saja mereka berasal dari budaya yang berbeda, memiliki tradisi
iman yang berbeda, atau menganut nilai-nilai yang berbeda. Bisa juga mereka
adalah orang-orang yang cacat fisik dan/atau menderita penyakit yang menakutkan
kita. Atau mungkin saja karena mereka adalah orang-orang tidak mengenakkan
untuk menjadi teman bergaul. Jika kita cukup lama memikirkan hal ini, maka kita
dapat bertanya kepada diri kita sendiri, “Bagaimana aku harus melakukannya
dengan baik seturut kehendak Allah?”
Sebenarnya kita
tidak perlu mencari jauh-jauh untuk memperoleh jawabannya. Yesus, sang Guru
agung, memberikan kepada kita visual aid guna membantu kita memahami diri-Nya.
Dia menggunakan seorang anak kecil untuk mengingatkan kita bahwa mereka yang
biasa kita sepelekan, yang kita pikir tidak ada artinya, paling akhir, atau
“berbeda” sesungguhnya sangat dekat dengan diri-Nya. Pada kenyataannya,
orang-orang kecil (wong cilik) ini sesungguhnya adalah Yesus yang menyamar:
“Siapa saja yang menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut
Aku” (Mrk 9:37). Yesus dapat saja menggunakan seseorang yang sudah tua dalam
usia, seorang pengemis, atau seseorang yang sedang mengalami pergumulan pribadi
dalam batinnya, namun hakekat pesan-Nya adalah sama: “Segala sesuatu yang kamu
lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40).
Yesus dapat saja
tidak mengatakan kepada kita untuk pergi keluar melayani setiap orang yang kita
temui. Namun jelaslah bahwa Dia menantang kita untuk mengubah cara kita
memandang orang-orang lain. Apabila kita melihat wajah-Nya dalam wajah
orang-orang yang kita temui, apakah dia kaya atau miskin, sehat wal’afiat atau
sedang sakit-sakitan – maka kita tidak akan merasa gundah apakah kita “besar”
atau “kecil” dalam Kerajaan Surga. Kita tidak akan melihat pelayanan sebagai
suatu beban melainkan sebagai sesuatu untuk dinikmati dengan penuh sukacita.
Apabila kita (anda
dan saya) mempunyai kesulitan untuk menemukan Tuhan Yesus dalam diri seseorang
yang kita temui, barangkali kita perlu menemukannya dalam diri kita sendiri
dulu. Jika kita merasa lelah untuk mengasihi dengan kekuatan kita sendiri,
marilah kita memohon kepada Tuhan Yesus untuk mengisi diri kita dengan kekuatan-Nya
dan belas kasih-Nya. Terang Roh Kudus yang menyinari kita akan
mentransformasikan visi kita. Orang-orang yang tadinya susah/tidak cocok
menurut pandangan kita akan menjadi lebih mudah untuk kita kasihi. Tidak
seperti sebelum-sebelumnya, kita pun akan mempunyai suatu bela-rasa terhadap
mereka. Ada lagu barat yang liriknya a.l. berbunyi: “Nothing looks the same
through the eyes of love” – Tidak ada sesuatu pun yang kelihatan sama melalui
mata cinta.
DOA: Tuhan Yesus,
berikanlah mata-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat sesamaku seperti Engkau
melihat mereka. Berikanlah hati-Mu kepadaku, agar aku dapat mengasihi mereka
dengan kasih-Mu.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan