( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa VI, Senin 13-2-12 )
Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus, kepada kedua belas suku di perantauan.
Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tidak kekurangan apa pun. Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan. Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.
Baiklah saudara seiman yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah apabila ia ditinggikan, dan orang kaya bermegah apabila ia direndahkan sebab ia akan lenyap seperti bunga rumput. Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu, sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya. Demikian jugalah halnya dengan orang kaya; di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap. (Yak 1:1-11)
Mazmur Tanggapan: Mzm 119:67-68,71-72,75-76; Bacaan Injil: Mrk 8:11-13
Ada cerita tentang tiga ekor babi kecil. Yang pertama membangun sebuah rumah yang terbuat dari jerami, yang kedua membangun rumahnya dengan potongan kayu, dan babi yang ketiga membangun rumahnya dengan batu bata. Serigala besar yang jahat berhasil merobohkan dua rumah yang pertama karena keduanya terbuat dari bahan-bahan yang tipis-lemah, akan tetapi tidak berhasil menghancurkan rumah kokoh yang terbuat dari batu bata itu.
Pada zaman dahulu ada orang-orang yang menganggap “Surat Yakobus” ini “surat jerami,” yang disusun dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah tertiup angin. Akan tetapi sejarah Kekristenan (Kristianitas) yang berabad-abad lamanya telah membuktikan bahwa “Surat Yakobus” ini malah lebih hebat daripada rumah si babi ketiga yang terbuat dari batu bata kokoh sebagaimana diceritakan di atas. Siapakah di antara kita yang pernah melupakan sebuah kalimat penting dalam “Surat Yakobus” ini yang berbunyi: “iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yak 2:26)?
Dalam suratnya, Yakobus menyajikan suatu kerangka yang kokoh bagi suatu kehidupan Kristiani karena dia berpendirian teguh bahwa Kekristenan tidaklah dimaksudkan untuk menjadi suatu iman yang terisolasi atau sekadar merupakan relasi manusia dengan Allah secara individual. Yakobus memahami bahwa sebagai orang-orang Kristiani, kita adalah umat-perjanjian Allah. Bagi Yakobus, menjadi Gereja berarti menjadi anggota-anggota sebuah komunitas – sebuah keluarga. Hal itu berarti bahwa kita dipanggil untuk saling mendoakan, memperhatikan orang-orang yang sakit, menolong orang-orang miskin, mempertobatkan para pendosa, dan mempraktekkan belas kasihan.
Sebagian tantangan dari surat ini adalah kenyataan bahwa Yakobus tidak menulis suatu risalat teologis, melainkan sebuah panggilan/ajakan untuk bertindak-nyata. Yakobus tidak menggunakan banyak waktu untuk menjelaskan doktrin keagamaan. Sebaliknya, dia langung membahas pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kehidupan sehari-hari kita. Dia menganjurkan kita untuk merangkul penderitaan, untuk menghayati kehidupan kita secara etis, dan untuk berupaya keras mencapai kesempurnaan Kristiani. Dalam suratnya ini, Yakobus banyak melakukan koreksi atas ketidakadilan yang ada dalam Gereja pada zamannya.
Dalam beberapa hari ini kita akan membaca “Surat Yakobus”. Selagi membaca bacaan-bacaan hari, marilah kita – tanpa bimbang – memohon kepada Allah agar menganugerahkan hikmat-Nya kepada kita dengan berkelimpahan, sebagaimana yang dijanjikan oleh Yohanes dalam suratnya. Allah sesungguhnya ingin melebarkan visi kita tentang umat-Nya agar mencakup juga orang-orang miskin, tuna-wisma, orang-orang yang jauh dari negeri dan budaya kita, bahkan orang-orang yang telah menyakiti kita. Bilamana kita memandang Gereja dan dunia dari sudut pandang Allah, maka kita akan mempunyai disposisi yang lebih baik untuk pergi ke luar dari “dunia” kita dan membantu mengoreksi ketidakadilan di mana saja kita temui. Seperti pernah dikatakan Beata Ibu Teresa dari Kalkuta: “Biarlah mereka melihat apa yang kita lakukan.”
DOA: Tuhan Yesus, bukalah mata kami agar dapat melihat Gereja-Mu seperti Engkau melihatnya. Kumpulkan semua pengikut-Mu dari mana-mana di bawah bendera Kasih Ilahi. Anugerahilah kami dengan kemauan kuat untuk menyebar-luaskan kasih-Mu kepada setiap orang yang kami temui. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan