( Bacaan Pertama Misa Kudus, Peringatan S. Skolastika, Perawan, Jumat 10-2-12 )
Pada waktu itu, ketika Yerobeam keluar dari Yerusalem, nabi Ahia, orang Silo itu, mendatangi dia di jalan dengan berselubungkan kain baru. Dan hanya mereka berdua ada di padang. Ahia memegang kain baru yang di badannya, lalu dikoyakkannya menjadi dua belas koyakan; dan ia berkata kepada Yerobeam: “Ambillah bagimu sepuluh koyakan, sebab beginilah firman TUHAN (YHWH), Allah Israel: Sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari tangan Salomo dan akan memberikan kepadamu sepuluh suku. Tetapi satu suku akan tetap padanya oleh karena hamba-Ku Daud dan oleh karena Yerusalem, kota yang Kupilih itu dari segala suku Israel.
Demikianlah mulanya orang Israel memberontak terhadap keluarga Daud sampai hari ini. (1Raj 11:29-32; 12:19)
Mazmur Tanggapan: Mzm 81:10-15; Bacaan Injil: Mrk 7:31-37
Masa itu adalah masa kritis dalam sejarah Israel. YHWH-Allah telah memerintahkan umat-Nya untuk tidak menikah dengan orang-orang asing agar tidak sampai menyembah ilah-ilah mereka, namun Salomo – raja yang besar dan pemimpin negara itu – justru melakukan hal yang bertentangan. Kitab Suci Perjanjian Lama mencatat kenyataan ini secara singkat: “Adapun raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Disamping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het, padahal tentang bangsa-bangsa itu YHWH telah berfirman kepada orang Israel: ‘Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan mereka pun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka.’ Hati Salomo telah terpaut kepada mereka dengan cinta” (lihat 1Raj 11:1-2). Ketidaktaatan Salomo inilah yang membuat YHWH membangkitan lawan-lawan Salomo. Salah seorang dari mereka yang memberontak terhadap raja Salomo itu adalah Yerobeam bin Nebat, seorang Efraim dari Zereda, seorang pegawai Salomo. Penulis Kitab 1 Raja-raja, ketidaktaatan raja merupakan satu alasan kunci mengapa bangsa Israel terpecah.
Sungguh merupakan sebuah skandal yang menyedihkan. Bangsa yang dibebaskan oleh Allah sendiri dari perbudakan di negeri Mesir untuk menjadi umat milik-Nya sendiri dalam dunia sekarang menjadi terpecah. Perpecahan itu sendiri tentunya sangat menyedihkan hati Allah Bapa! Dari bacaan di atas kita dapat melihat bahwa kepada Yerobeam diserahkan penguasaan atas 10 (sepuluh) suku Israel oleh Allah lewat mulut nabi Ahia (1Raj 11:29-32).
Cerita tentang perpecahan Israel yang menyakitkan hati itu terulang juga di zaman modern. Yang paling menyedihkan adalah perpecahan yang terjadi dalam Gereja Kristiani. Kita dapat mengatakan, bahwa Tubuh Kristus sama penderitaannya karena perpecahan sebagaimana yang dialami oleh negara Israel kuno sekitar tahun 900 SM. Kalau Allah merasa sedih sekali karena perpecahan negara Israel zaman dahulu, maka sekarang pun tentunya Dia tidak kurang dalam kesedihan-Nya karena perpecahan dalam Tubuh Kristus.
Pada waktu Paus Yohanes XXIII mengundang para anggota pimpinan Gereja Katolik dan gereja-gereja lainnya di tahun 1962 untuk menghadiri Konsili Vatikan II, salah satu tujuan utamanya adalah, bahwa Konsili ini akan menjadi instrumental dalam mendatangkan rekonsiliasi antara umat Kristiani. Jadi, tidak mengherankanlah apabila salah satu dokumen paling penting yang dihasilkan konsili adalah “Dekrit Unitatis Redintegratio tentang Ekumenisme.” Dokumen itu sendiri dengan jujur menerima kenyataan adanya masalah perpecahan dalam Gereja Kristus: “Jelaslah perpecahan itu terang-terangan berlawanan dengan kehendak Kristus, dan menjadi batu sandungan bagi dunia, serta merugikan perutusan suci, yakni mewartakan Injil kepada semua makhluk” (Unitatis Redintegratio, 1).
Para Bapak Konsili mengakui kedalaman masalah yang dihadapi, namun mereka juga sangat berpengharapan. Mereka mengakui bahwa “hampir semua, kendati melalui aneka cara, mencita-citakan satu Gereja Allah yang kelihatan, yang sungguh-sungguh bersifat universal, dan diutus ke seluruh dunia, supaya dunia bertobat kepada Injil, dan dengan demikian diselamatkan demi kemuliaan Allah” (Unitatis Redintegratio, 1). Mereka dapat melihat tanda-tanda pengharapan dan perubahan.
Sekarang, dapatkah kita ditulari oleh optimisme para Bapak Konsili Vatikan II itu? Daripada membuang-buang waktu kita dengan mencoba saling menyalahkan sehubungan dengan perpecahan yang ada dalam Gereja Kristus, bukankah lebih baik kita semua berdoa demi rekonsiliasi … demi kesatuan Gereja Kristus, seperti Dia satu dengan Bapa? Bukankah kita dapat menyediakan waktu untuk memohon kepada Allah untuk menyembuhkan luka-perpecahan dan memberikan kepada kita hati yang mengasihi saudari-saudara kita, seperti Dia mengasihi kita?
DOA: Bapa surgawi, ampunilah aku bilamana aku memberi sumbangan bagi perpecahan dalam Tubuh Kristus, bukan persatuan. Semoga hatiku dipenuhi dengan kasih-Mu bagi semua orang yang mengikuti jejak Putera-Mu, Yesus Kristus. Anugerahkanlah kepadaku hikmat-kebijaksanaan dan kesabaran selagi aku bekerja dan berdoa untuk persatuan umat Kristiani seturut kehendak-Mu. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan