Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam swaktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata, “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata, “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan dengan darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. (1Kor 11:23-26)
Dalam perjalanan menuju Tanah Terjanji yang sulit itu – setelah keluar dari perbudakan di Mesir – YHWH menopang umat Yahudi dengan ‘manna’ dan mengajar mereka untuk hidup “dari segala yang diucapkan YHWH” (Ul 8:3). Gereja (anda dan saya) adalah Israel yang baru, dan kita sekarang diberi makan oleh Yesus Kristus, “Roti kehidupan yang telah turun dari surga” (Yoh 6:51). Kita merayakan kebenaran ini setiap kali kita menghadiri Misa Kudus.Ekaristi, sebagai kehadiran Kristus yang menyelamatkan dalam persekutuan umat beriman dan menjadi santapan rohaninya, adalah milik Gereja yang paling berharga, dalam peziarahannya sepanjang sejarah. Ini juga merupakan ungkapan komitmennya yang hidup terhadap misteri Ekaristi, komitmen yang mendapat ungkapan paling berwibawa dalam karya Konsili dan para Paus (Surat Ensiklik Paus Yohanes Paulus II Ecclesia de Eucharistia tentang Ekaristi dan Hubungannya dengan Gereja [EE], 9)
Roti Kehidupan. Yesus mempresentasikan diri-Nya sebagai “Roti Kehidupan” melalui suatu karunia kasih yang unik: “Akulah roti kehidupan yang telah turun dari surga. Jikalau seseorang makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang akan Kuberikan itu ialah daging-Ku yang akan Kuberikan untuk hidup dunia. ……Sebab daging-Ku benar-benar makanan dan darah-Ku benar-benar minuman”(Yoh 6:51.55). Banyak orang yang mendengar-Nya pada akhirnya menolak pengajaran-Nya, kemudian meninggalkan Dia (Yoh 6:60,66). Namun, apa pun yang terjadi dengan kita pada zaman ini, Yesus telah memberikan janji-Nya: “Siapa saja yang makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman” (Yoh 6:54).
Yesus juga menjanjikan: “Siapa saja yang makan daging-Ku dan minum darah-Ku, Ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yoh 6:56). Umat Kristiani mengalami hal ini secara khusus melalui kehadiran-Nya dalam Ekaristi Kudus. Santo Paulus menggambarkannya sebagai suatu ‘koinonia’(bahasa Yunani untuk persekutuan) atau suatu ‘communio’ (bahasa Latin), atau ikut ambil bagian dalam hidup kebangkitan Kristus. “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus?” (1Kor 10:16). Dengan turut ambil bagian dalam kurban Paskah, kita pun sekarang berpartisipasi dalam kehidupan Tuhan yang telah dimuliakan dan dibangkitkan. Dengan demikian kita digabungkan dengan inti kehidupan yang disyering bersama oleh Bapa dan Putera.
Oleh karena itu, tidak mengherankanlah apabila para Bapak Konsili Vatikan II, dalam ‘Dekrit Presbyterorum Ordinis tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam’ [PO] menegaskan, bahwa Ekaristi adalah “sumber dan puncak seluruh pewartaan Injil” (PO, 5). Di samping itu, dalam ‘Konstitusi Pastoral Gaudium et Spestentang Gereja di Dunia Dewasa Ini’ [GS] mereka menyatakan:“Jaminan untuk harapan itu dan bekal untuk perjalanan oleh Tuhan ditinggalkan kepada para murid-Nya dalam Sakramen iman, saatnya untuk unsur-unsur alamiah, yang dikelola oleh manusia, diubah menjadi Tubuh dan Darah mulia, yakni perjamuan persekutuan persaudaraan, antisipasi perjamuan surgawi” (GS, 38).
Para Bapak Konsili Vatikan II juga mengatakan: “…… jangan sampai umat beriman menghadiri misteri iman itu sebagai orang luar atau penonton yang bisu, melainkan supaya melalui upacara dan doa-doa memahami misteri itu dengan baik, dan ikut-serta penuh khidmat dan secara aktif. Hendaknya mereka rela diajar oleh sabda Allah, disegarkan oleh santapan Tubuh Tuhan, bersyukur kepada Allah. Hendaknya sambil mempersembahkan Hosti yang tak bernoda bukan saja melalui tangan imam melainkan juga bersama dengannya, mereka belajar mempersembahkan diri, dan dari hari ke hari – berkat perantaraan Kristus – makin penuh dipersatukan dengan Allah dan antar mereka sendiri, sehingga akhirnya Allah menjadi segalanya dalam semua” (SC, 48).
Bacaan Injil (misalnya Luk 9:11b-17) menunjukkan kemurahan-hati Yesus kepada orang banyak yang mau dekat dengan-Nya sepanjang hari, yang begitu berhasrat mendengarkan pengajaran-Nya dan mengharapkan kesembuhan (lihat Luk 9:11). Ketika mereka merasa lelah dan lapar serta dahaga, Yesus melihat kebutuhan mereka. Melalui sebuah mukjizat pergandaan, Yesus menyediakan makanan bagi orang banyak itu, malah melebihi daripada yang dibutuhkan. Namun ada lagi yang lebih menakjubkan daripada mukjizat pergandaan roti-ikan itu, yaitu kenyataan bahwa sampai hari ini Yesus masih terus memberi makanan dan memuaskan para pengikut-Nya yang lapar. Yesus sangat berhasrat menunjukkan cintakasih-Nya serta perhatian-Nya kepada kita semua, dan dia melakukan semua itu dengan memberikan tubuh dan darah-Nya sendiri.
Pada setiap saat selama dunia masih berputar terus, Misa Kudus dirayakan di dunia, entah di mana. Pada setiap kali Misa Kudus dirayakan, Yesus memberikan diri-Nya bagi umat-Nya yang sedang bersekutu, dan Ia melakukan ‘pengantaraan’ bagi kita sebagai imam besar agung kita. Tidak ada siapa dan/atau apa pun yang dapat menghalangi-Nya untuk mencurahkan cintakasih-Nya dan bela-rasa-Nya atas diri kita. Seperti yang telah dijanjikan-Nya sekitar 2.000 tahun lalu: “Siapa saja yang makan daging-Ku dan minum darah-Ku, Ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yoh 6:56).
Santo Ignatius dari Antiokhia (+ 107), Uskup dan Martir, salah seorang Bapak Gereja, dalam suratnya kepada jemaat di Efesus menjelaskan makna Ekaristi sebagai “satu roti yang menyediakan obat bagi imoralitas, obat penawar bagi kematian, dan makanan yang membuat kita hidup selamanya dalam Yesus Kristus”. Akan tetapi Ekaristi bukanlah sebuah pemberian Yesus yang bersifat sekali saja, once for all, sampai tiba akhir zaman. Yesus terus-menerus memperdalam pemberian atau anugerah ini dalam diri kita masing-masing. Dengan cara yang semakin lama semakin meningkat, Yesus ingin menjadi Roti Kehidupan kita.
Yesus ingin agar kita mencerminkan kemurahan hati-Nya. Seperti apa yang telah dilakukan-Nya, Ia menginginkan agar kita juga dapat memberi makanan kepada orang-orang lain. Sebelum hari Pentakosta para murid-Nya memberikan roti dan ikan. Setelah Pentakosta, mereka mewartakan Injil, menyembuhkan orang sakit dan melepaskan orang-orang dari ikatan roh-roh jahat. Apakah panggilan-Nya kepada kita pada zaman modern ini berlainan? Rasanya sih tidak !!! Oleh karena itu, kita harus mengatakan kepada Yesus, bahwa kita ingin menerima kehidupan-Nya. Kita harus mengatakan kepada-Nya bahwa kita ingin membawa hidup-Nya ke dalam dunia. Selagi kita sungguh keluar untuk mewartakan Kabar Baik-Nya, biarlah Roh-Nya yang mengatur segalanya sepanjang menyangkut diri kita, apa yang harus kita wartakan, kepada siapa, di mana, kapan, bagaimana caranya.
DOA: Tuhan Yesus, dalam Sakramen Ekaristi yang luhur ini Kauwariskan kepada kami peringatan akan wafat dan kebangkitan-Mu. Semoga kami menghormati misteri kudus tubuh dan darah-Mu sepantasnya, sehingga kami selalu dapat menikmati hasil penebusan-Mu. Sebab Engkau Tuhan dan Juruselamat kami, yang hidup dan berkuasa bersama Bapa, dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjangan segala masa. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan