(Bacaan Injil Misa
Kudus, HARI MINGGU BIASA XXII – 1 September 2013)
Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah
seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir
mengamat-amati Dia dengan saksama.
Karena Yesus
melihat bagaimana para undangan memilih tempat-tempat kehormatan, Ia
menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, “Kalau seorang mengundang engkau ke
pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu
telah mengundang seorang yang lebih terhormat daripada engkau, supaya orang
itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu:
Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk
di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk
di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata
kepadamu: Sahabat, silakan duduk di tempat yang lebih terhormat. Dengan
demikian, engkau akan menerima hormat di depan mata semua orang yang makan
bersamamu. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan
siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”
Lalu Yesus berkata
juga orang yang mengundang Dia, “Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau
perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu
atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan
membalasnya dengan mengundang engkau lagi dan dengan demikian engkau mendapat
balasannya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang
miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Engkau akan
berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu.
Sebab engkau akan mendapat balasannya pada hari kebangkitan orang-orang benar.”
(Luk 14:1.7-14)
Bacaan Pertama: Sir
3:17-18,20,28-29; Mazmur Tanggapan: Mzm 68:4-7,10-11; Bacaan Kedua: Ibr
12:18-19,22-24
“Besarlah kekuasaan
Tuhan, dan oleh yang hina-dina Ia dihormati” (Sir 3:20).
Di mana pun tidak
ada bukti yang lebih jelas tentang pengungkapan kebesaran Allah, kecuali dalam
SALIB KRISTUS. Yesus, Raja Alam Ciptaan (lihat Yoh 1:3), yang walaupun dalam
rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan Allah itu sebagai milik yang
harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam
keadaan-Nya sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai
mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Jadi Pribadi Kedua dari Allah
Tritunggal mengambil “jalan menurun” untuk masuk ke dalam dunia ciptaan-Nya
sendiri sebagai seorang anak manusia. Bukankah terasa ironis namun menakjubkan
bahwa inilah cara bagaimana Yesus memuliakan Allah Bapa? Bukankah menakjubkan
bilamana kita menyadari bahwa karena perendahan diri Yesus itu, maka Allah Bapa
mengaruniakan kepada-Nya NAMA di atas segala nama? …… supaya dalam nama Yesus
bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi, dan segala
lidah mengaku, “Yesus Kristus adalah Tuhan”, bagi kemuliaan Allah, Bapa!”
(lihat Flp 2:6-11).
Saudari dan Saudaraku yang dikasihi Kristus, setiap kali kita menghadiri
Misa Kudus, sebenarnya kita memperingati dua hal: “perendahan diri” (kedinaan)
Yesus Kristus dan pada saat yang sama “kemuliaan”-Nya. Kita diundang untuk
datang ke meja perjamuan Tuhan dengan segala kerendahan hati untuk melambungkan
puji-pujian bagi nama-Nya – dan dalam prosesnya kita sendiri pun diangkat ke
surga. Sang pemazmur mengatakan bahwa Allah adalah “Bapa bagi anak yatim dan
Pelindung bagi para janda” dan …… Ia memberi tempat tinggal-Nya sendiri kepada
orang-orang yang sebatang kara. Ia mengeluarkan orang-orang tahanan, sehingga
mereka bahagia …” (Mzm 68:6,7); bagi kita hal ini dapat diartikan mencapai
kebebasan suatu hidup baru dalam Kristus.
Allah kita adalah
Allah yang sangat menakjubkan. Allah kita jauh lebih besar daripada sebuah
gunung yang menyemburkan api yang menyala-nyala disertai angin badai, bunyi
suara sangkakala yang menakutkan (lihat Ibr 12:18-19). Namun demikian Allah
memanggil kita yang lemah dan berdosa ini ke dalam hati-Nya. Dalam Misa Kudus
kita dapat menghadap hadirat-Nya, bergabung dengan para malaikat yang sangat
banyak, yang memuji-muji kemuliaan Allah dan bersuka-ria dalam kasih-Nya –
semua karena Dia merendahkan diri-Nya dan menawarkan kepada kita bagian dari
warisan-Nya.
Apakah kita (anda
dan saya) percaya bahwa Kerajaan Allah, dalam segala kemuliaan dan kuasanya itu
hadir pada setiap perayaan Ekaristi? Hidup-Nya, rahmat-Nya, belas kasih-Nya,
dan kasih-Nya, semuanya terkandung dalam hosti kudus yang kita sambut.
Bagaimana kemuliaan ilahi yang tak dapat digambarkan dengan kata-kata itu dapat
terkandung dalam roti yang begitu sederhana, baik dalam bentuk maupun substansi
fisiknya? Apa lagi yang dapat dihasrati oleh kita selain Yesus yang berdiam
dalam diri kita dan mengangkat kita bersama-Nya?
DOA: Tuhan Yesus,
sekarang dan di tempat ini, aku bersembah sujud di hadapan hadirat-Mu karena
kenyataan bahwa Engkau wafat dan bangkit untuk diriku dan sesamaku. Aku ingin
menaruh hidupku dan segala sesuatu yang berharga di mataku di dekat kaki-Mu,
agar dengan demikian aku dapat menyembah Engkau, satu-satunya yang pantas
menerima kemuliaan dan kehormatan dan kuasa. Terpujilah nama-Mu selama-lamanya.
Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja,
OFS